Produk China-Korea Menguasai Indonesia

Sayekti SuindyahOleh:
Dr Sayekti Suindyah
Penulis adalah pengamat ekonomi dari LSM Elkasem Jombang

Sudah dua tahun lebih bila berjalan-jalan ke pasar modern maupun pasar tradisional dapat ditemui banyaknya barang-barang yang dijual dengan harga murah, baik itu peralatan rumah tangga, baju, kosmetik, peralatan kecantikan, asesoris, sepatu, tas dan lain sebagainya. Bila dicermati merk dagang dari barang-barang tersebut ternyata bukanlah merk dalam negeri. Sebagian besar bermerk dari negara China dan Korea. Tetapi, rakyat kita nggak peduli dengan itu semua, mereka hanya berpikir bisa membeli dengan harga yang murah, entah itu buatan dari mana, mereka tidak peduli itu yang terjadi di masyarakat kita. Bila kondisi ini dibiarkan oleh Pemerintah, kemungkinan yang akan terjadi lambat laun adalah masyarakat lebih mencintai produk China dan Korea daripada produk dalam negeri.
Selain itu, di lapangan juga sudah mulai tampak adanya pergeseran usaha yang dilakukan oleh para pengusaha. Yang awalnya pengusaha itu bergerak dalam bidang manufacturing sekarang berubah menjadi perdagangan, karena para pengusaha berpikir bahwa dengan memiliki usaha manufacturing ternyata biaya yang harus ditanggung dan dikeluarkan lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh. Sedangkan dengan usaha dagang, para pengusaha akan memperoleh keuntungan yang lebih besar dan tidak perlu susah payah bayar upah tenaga kerja yang semakin mahal. Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa terjadi PHK besar-besaran.
Mengapa negara China dan Korea bisa menjual produk mereka dengan harga yang murah? Sedangkan produsen local tidak mampu menjual produk dengan harga yang murah. Contoh sebagai perbandingan harga antar produk buatan local dan produk China dan Korea. Untuk membuat satu buah rok atau bawahan untuk perempuan dewasa dibutuhkan kurang lebihnya kain ukuran 2 meter. Harga kain kaos jersey di dalam negeri yang sama dengan kain yang dibuat oleh China dan Korea adalah Rp 30.000,00 per meter. Ongkos jahit di desa per baju Rp 25.000,00. Kalau konveksi  Rp 7.500,00 per potong. Sehingga untuk memproduksi satu potong rok atau bawahan dibutuhkan biaya Rp 37.500,00 sampai dengan Rp 55.000,00. Dan dijual dengan harga Rp 100.000,00 per potong. Sedangkan untuk produk China dan Korea di pasar tradisional dapat diperoleh dengan harga Rp 35.000,00 per potong. Adanya perbedaan harga yang sangat tajam inilah yang nantinya akan berakibat pada perkembangan penjualan produk local.
Pertanyaan yang muncul kenapa China dan Korea bisa menjual dengan harga yang lebih murah sedangkan Indonesia tidak? Mengapa pemerintah tidak ikut campur dalam masalah produksi, harga dan penjualan? Mengapa pemerintah hanya menampung hasil-hasil produksi di dalam negeri tetapi tidak membantu untuk mengambil kebijakan dalam penjualannya? Pertanyaan ini sebenarnya sangat sederhana yang akan dikemas dalam satu bentuk kalimat Tanya kemana perhatian pemerintah selama ini kepada para produsen lokal? Seperti yang banyak diketahui bahwa para produsen local itu bisa menghasilkan, namun mereka kesulitan menjualnya. Apalagi ditunjang dengan kondisi perekonomian dalam negeri yang dari hari ke hari semakin menurun tingkat daya beli masyarakatnya. Sedangkan yang terjadi di China dan Korea sebaliknya. China dan Korea bisa menjual produk-produknya dengan harga murah, karena harga bahan baku, harga tenaga kerja dan biaya pengangkutan di China lebih murah dibandingkan dengan  Indonesia.
Tarif pajak atas barang-barang tersebut juga sangat rendah dibandingkan dengan di Inodenisa. Selain itu, di China untuk memproduksi barang-barang tersebut tidak membutuhkan pabrik-pabrik besar tetapi cukup dengan usaha rumah tangga-usaha rumah tangga yang kualitasnya dilindungi oleh Pemerintah. Pemerintahan China juga membantu dalam penjualan hasil produksi warga negaranya dengan memberikan biaya ekspor yang murah bahkan hampir mendekati angka nul. Pengurusan untuk mengekspor barang sangat mudah tidak terlalu banyak meja yang harus dilalui. Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan di Indonesia.
Sektor perdagangan di Indonesia merupakan salah satu sektor penyumbang PDRB terbesar, namun bila dicermati secara mendalam ternyata barang-barang yang laku dijual adalah barang-barang produk China dan Korea, tetapi bukanlah produk dalam negeri. Kenapa menghitung PDRB juga hanya dilakukan dengan melihat angka-angka kasar yang diterima oleh Pemerintah, mengapa tidak juga dilihat dari sisi impor dan ekspor. Sehingga akan dapat diketahui penyebab terjadinya penyumbang terbesar dalam PDRB dari sektor perdagangan itu apakah dari produk local atau produk impor.
Kebijakan penghitungan PDRB harusnya sudah mulai dilakukan perubahan, tidak lagi hanya memperhitungkan sektor-sektor yang memberikan sumbangan terbesar dalam PDRB secara kasar, namun sudah harus memperhitungkan factor-faktor lain diluar model perhitungan yang selama ini digunakan. Bias perhitungan PDRB yang tinggi atau besar akan menyebabkan salah perhitungan dalam pertumbuhan ekonomi. Karena salah satu dasar untuk menghitung Pertumbuhan Ekonomi suatu daerah di Indonesia adalah dengan menggunakan PDRB.
Bila Pemerintah membiarkan kondisi ini  secara terus menerus, maka sungguh kondisi yang menyedihkan yang akan terjadi di negara Indonesia. Dapat diprediksikan bahwa dalam jangka waktu kurang lebihnya  5 (lima) tahun ke depan negara Indonesia akan dibanjiri oleh produk-produk China dan Korea yang akan mengancam produksi lokal. Kondisi ini akan dengan cepat merubah budaya kecintaan warga negara Indonesia terhadap produk dalam negeri. Kenapa gerakan untuk mencintai produk local tak lagi digencarkan?
Mengapa Pemerintah sepertinya apatis untuk menangani permasalahan ini? Apakah hanya karena persaingan Global dan akan adanya MEA sehingga pemerintah tak lagi berpikir untuk menggiatkan gerakan untuk mencintai produk local? Budaya ini dari hari ke hari sudah semakin hilang. Anak muda di Indonesia jarang sekali yang kita jumpai menggunakan produk dalam negeri dengan kesadaran sendiri. Di mana-mana para pemuda lebih suka memamerkan produk yang ber merk luar negeri.
Untuk menghadapi pasar Global atau MEA yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2015, bukan hanya sarana dan prasarana saja yang harus disiapkan, tetapi mental dan moral budaya anak negeri ini juga harus disiapkan. Khususnya pada para pemuda pemudinya, agar tidak mudah tergerus oleh budaya asing yang akan masuk ke Indonesia tanpa filter lagi.
Oleh karena itu banyak tugas yang harus dilakukan oleh Pemerintah maupun pemerintah Daerah untuk menghadapi MEA tahun 2015 nanti, antara lain: (1). Menyiapkan infrastruktur yang memadai. (2). Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan yang berkualitas baik. (3). Menyiapkan dan menyediakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan bermoral budaya Indonesia, agar dapat bersaing dengan SDM dari luar negeri. (4). Menyiapkan kebijakan yang dapat melindungi produk-produk local untuk bersaing baik di dalam negeri maupun di luar negeri. (5). Membangkitkan kembali semangat untuk mencintai NKRI. (6). Men ingkatkan kualitas bidang pendidikan dengan konsep agama, budaya, Pancasila dan kewarganegaraan Indonesia atau wawasan kebangsaan. (7).
Memperkokoh dan memperkuat  pondasi perekonomian negara dengan menekankan pada pemberantasan korupsi dan mempermudah proses dan prosedur untuk para pengusaha local melakukan ekspor. (8). Memperkokoh dan memperkuat nilai mata uang rupiah dengan tidak melepaskannya ke mekanisme pasar karena pondasi perekonomian Indonesia yang masih lemah. (9). Memperbesar cadangan devisa.
Pemerintah tidak bisa membiarkan kondisi berlangsung begitu saja dan menyerahkan kepada pasar. Bila kondisi yang terjadi saat ini dilepas begitu saja dari perhatian Pemerintah, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah kebangkrutan dan Indonesia akan menanggung hutang yang besar baik itu hutang pemerintah maupun swasta. Perekonomian akan mati, penerimaan terbesar yang akan masuk ke dalam PDB (Produk Domestic Bruto) hanya berasal dari sektor perdagangan, sedangkan sektor-sektor yang lain semakin menurun, rupiah semakin melemah dan korupsi akan merajalela.
Diusulkan kepada menteri perdagangan dan perekonomian bahwa pemerintah harus dapat dan mampu untuk melindungi produk dalam negeri, baik itu dimulai dari harga bahan baku, harga penjualannya dan penjualannya. Kenapa hal ini diusulkan karena untuk menghadapi MEA pada akhir tahun 2015, salah satu kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah adalah melakukan perlindungan terhadap para produsen lokal agar bisa bersaing dengan produk-produk China dan Korea yang sudah membanjiri di hampir di seluruh negara yang ada di bumi ini. Bila tidak segera diambil kebijakan ini, maka kebangkrutan ekonomi dan penurunan pendapatan dari sektor perdagangan dan ini akan menyebabkan penurunan angka pertumbuhan ekonomi, karena sektor-sektor yang lainnya juga mengalami penurunan.

                                                                                                               ———– *** ———–

Tags: