Produksi Blok Cepu Molor, Pemkab Bojonegoro Rugi

blok-cepuBojonegoro,Bhirawa  
Puncak produksi minyak dan gas bumi (Migas) Lapangan Banyuurip Blok Cepu molor, pasalnya, target produksi Migas tahun 2014 dipastikan tidak bisa terwujud. Kondisi ini membuat Pemkab Bojonegoro merasa dirugikan karena tidak mendapat pendapatan.
Menurut Direktur Utama (Dirut) PT Asri Dharma Sejahtera (PT ADS), Ganesha Hari Askari,  untuk menunggu pengembangan proyek yang terus molor ini, saat ini tengah dilakukan pengembangan gas di Lapangan Jambaran, Tiung Biru (JTB). ” Di tahun 2014 ini kita masih menarget pengembangan di Blok Cepu, namun target tersebut harus molor di tahun 2015,”  jelas Ganesha, Selasa (1/4) kemarin.
Untuk pengerjaan fasilitas produksi Migas EPC 1 dinilai lambat. Karena, banyak kendala  yang harus dihadapi, diantaranya penambahan dana yang diajukan kontraktor PT Tripatra senilai Rp1,8 triliun namun baru bisa dipenuhi oleh SKK Migas sebesar Rp 600 miliar.
” Kalau untuk EPC 1, mereka sudah lambat dan sepertinya ini akan lebih lambat lagi. Sementara EPC lain tidak banyak menemui kendala. Seperti EPC 2 untuk pembuatan pipa sudah hampir selesai,” tuturnya.
Selain itu, untuk EPC 5 menurut Ganesha tidak banyak berpengaruh terhadap target produksi. Saat processing unit segera selesai, maka produksi puncak sudah bisa tercapai.
Ia menambahkan, keterlambatan ini, schedule yang seharusnya bisa selesai ternyata tidak dapat terealisasi dan bahkan kontraktor EPC 1 meminta tambahan waktu. ” Hal ini pun tentu berpengaruh terhadap pendapatan yang harusnya diterima Pemkab Bojonegoro,”pungkasnya.
Sementara itu, Bupati Bojonegoro, Suyoto mengatakan, molornya puncak produksi minyak dan gas bumi (migas) di Lapangan Banyuurip, Blok Cepu sebesar 165 ribu barel perhari juga berpengaruh dengan penghasilan asli daerah (PAD).
“Kalau puncak produksi pada tahun 2015 mendatang mundur, maka membuat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, mengalami kerugian dalam hal waktu dan kemunduran mendapatkan penghasilan,” ujar Suyoto, Minggu (30/03/2014).
Ia menambahkan, kemunduran proyek Blok Cepu dari kontrak yang sudah ditentukan sebelumnya memang tidak bisa dihindari. Hal ini dikarenakan faktor cuaca terutama saat memasuki musim penghujan. “Kemunduran puncak produksi pasti mempengaruhi dana bagi hasil migas kita,” lanjut dia.
Padahal, Suyoto membahkan, Pemerintah Daerah sudah memprediksi berapa Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. Sehingga adanya kemunduran yang terjadi kali ketiga ini membuat potensi pendapatan dari DBH migas tidak mencapai target seperti yang diprediksikan sebelumnya. “Terutama ya mempengaruhi waktu,” tandasnya.
Community Affair and Manager,  PT Tripatra, Budi Karyawan mengungkapkan, telah menambah jumlah tenaga kerja sebesar 6000 orang pada shift pagi dan 1000 orang pada shift malam di Lapangan Banyuurip, Blok Cepu. “Penambahan jumlah tenaga kerja untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan dengan waktu bekerja dua puluh empat jam,” tegasnya.
Pada bulan maret 2014 ini menurut Budi Karyawan, merupakan puncak dari kebutuhan tenaga kerja untuk menyelesaikan pekerjaan di  Production Processing Facilities agar selesai sesuai target. “Beberapa kendala tentu dialami, antara lain keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga yang ada,” imbuhnya.
Seperti diketahui pekerjaan  utama EPC saat ini adalah pembangunan CPF yang meliputi pekerjaan Pipe line, Electrical, instrumentasi, gedung control, pre-commissioning dan lain-lain. Tahap pekerjaan ini tentu membutuhkan tenaga ahli dan berpengalaman. “Beberapa tenaga yang terdaftar di bursa Disnakertransos umumnya belum memiliki pengalaman dan sertifikasi,” pungkasnya. [bas]

Tags: