Produksi Gula Prov.Jatim Terancam Susut

Petani TebuJombang, Bhirawa
Ratusan hektare lahan di Jombang yang biasa ditanami tebu kini beralih menjadi tanaman ketela. Beralihnya lahan tebu menjadi lahan ketela ini diprediksi bakal mengurangi produksi gula di Jatim. Para petani memilih tanam ketela pohon, karena khawatir kembali merugi karena harga gula terus mengalami penurunan saat musim panen.
Ketua APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) PG Djombang Baru H Basyaruddin Saleh membenarkan adanya fenomena petani mulai meninggalkan tanaman tebu. ” Yang jelas petani tidak ingin terus terusan merugi. Mereka beralih tanam komoditas yang menjanjikan,”ujarnya, Minggu (10/5).
Basyaruddin sendiri mengaku, musim lalu dia menanam tebu di lahan seluas 250 hektare. Namun tahun ini 70 persen lahannya ditanami ketela. ” Ada sekitar 150 hektare yang sekarang saya tanami komoditas lain seperti ketela atau singkong, padi, serta palawija, sedangkan 100 hektare lagi tetap bertahan di tanaman tebu,”katanya.
Menurut Basyaruddin, seluruh petani yang tergabung di APTRI PG Djombang Baru juga melakukan terobosan sama. “Kita tidak ingin mengulang kesalahan serupa. Musim lalu, harga lelang gula sangat rendah, yakni 7.600 per kilogram. Itu tidak sebanding dengan biaya produksi yang kita keluarkan. Kerugian petani rata-rata sebesar Rp 10 juta per hektare. Makanya tahun ini banyak petani tebu yang banting setir menanam komoditas lain,” ujar Basyaruddin yang juga Kepala Desa Banjarsari, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Jombang.
Hal yang sama juga dikatakan  petani tebu asal Kecamatan Mojowarno M Faisol (34). Anjloknya harga gula milik petani tidak terlepas dari pengaruh impor gula yang tidak tepat waktu. Selain itu juga disebabkan oleh rendahnya nilai rendemen. “Gula impor membanjiri pasaran, dampaknya harga gula petani lokal anjlok,” ujar Faisol.
Kondisi tersebut semakin parah dengan jebloknya nilai rendemen. Saat giling, rendemen tebu petani hanya 6 hingga 7 persen. Padahal, lanjut Faisol, agar petani bisa untung, nilai rendemen seharusnya minimal 8 persen. Makanya dia mengibaratkan nasib petani tebu seperti pepatah ‘sudah jatuh tertimpa tangga’. “Sudah digerojok gula impor, kita juga dihajar jebloknya rendemen. Tamatlah nasib riwayat petani tebu,” kata Faisol yang melakukan kontrak penggilingan dengan PG Tjoekir Jombang.
Karena trauma kondisi tersebut, Faisol melakukan terobosan. Lahan tebu seluas 3 hektare miliknya dipermak. Sebanyak 2 hektare ditanami singkong, sedang sisanya tetap diisi tanaman tebu. Dia beralasan, tanaman singkong umurnya hanya 8 bulan. Sehingga setelah singkong tersebut dipanen, masih bisa ditanami lagi komoditas jagung. Sehingga dalam satu tahun lahan bisa diisi dengan dua komoditas tanaman.
Yang lebih menggembirakan, harga singkong dari waktu ke waktu cukup bergairah. Sudah begitu perawatannya juga relatif mudah. “Singkong akan kita kirim ke pabrik untuk diolah menjadi tepung tapioka. Sekali lagi, ini terobosan agar tidak merugi menanam tebu,” katanya beralasan.
ADM PG Tjoekir Jombang H Abdul Munib membenarkan banyaknya petani tebu yang eksodus ke tanaman lain.  Dikatakannya memang jika kondisi petani tebu tak ubahnya seperti pepatah ‘sudah jatuh tertimpa tangga’. Dampaknya, lahan tebu di PG Tjoker pada musim giling tahun ini mengalami penyusutan.
Munib merinci, musim giling 2014 lahan tebu di pabrik yang ia pimpin seluas 6.800 hektare. Namun pada musim giling tahun ini hanya seluas 6.000 hektare. Artinya, terdapat 800 hektare lahan tebu yang ditanami komoditas lain. “Memang lahan tebu di PG Tjoekir mengalami penyusutan, yakni seluas 800 hektare. Pada 20 Mei mendatang kita sudah buka giling,” kata Munib menjelaskan.
Karena itu pula target produksi gula juga mengalami penurunan. Jika musim giling 2014 target produksi gula di PG Tjoekir sebesar 44 ribu kwintal, namun untuk musim giling 2015 ini hanya 42 ribu kwintal gula. Ironisnya, musim giling tahun lalu itu PG yang berdekatan dengan pesantren Tebuireng ini gagal mencapai target. Betapa tidak, dari 44 ribu kwintal gula yang ditarget, PG Tjoekir hanya mampu menghasilkan 36 ribu kwintal.
“Tahun lalu kita gagal mencapai target. Kita hanya mampu memproduksi 36 ribu kwintal gula, padahal target yang dipatok sebesar 44 ribu kwintal. Untuk musin giling tahun ini, kami menargetkan 42 ribu kwintal gula. Kami optimistis bisa memenuhi,” ujar mantan GM PG Lestari Nganjuk ini.
Munib mengaku tidak bisa banyak terkait beralihnya petani tebu pada komoditas lain ini. Alasannya, petani mempunyai kecenderungan menanam komoditas yang lebih menguntungkan. “Fenomena ini buka hanya di Jombang. Namun terjadi di skala nasional. Sebenarnya bukan hanya petani tebu yang babak belur, kami juga bernasib serupa. Oleh karena itu, musim giling tahun ini kita berharap rendemen 8 persen lebih. Dengan begitu, petani bisa untung,” tandasnya.
Berdasarkan data di Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kab Jombang, penyusutan lahan tebu sekitar dua ribu hektare. Jika tahun sebelumnya seluas 11 ribu hektare, kini hanya menyisakan 9 ribu hektare.” Ribuan hektare lahan itu di bawah tiga pabrik, yakni PG Djombang Baru, PG Tjoekir, dan PG Gempol Kerep, Kabupaten Mojokerto,”kata Kepala Dishutbun Jombang Ilham Hero K.
Dikatakannya, dari tahun ke tahun lahan tebu mengalami turun naik. Untuk tahun ini pengurangannya sekitar dua ribu hektare. ” Saya pikir ini lumrah, karena harga gula terpuruk, mereka mencari peruntungan dengan menanam komoditas lain yang lebih menjanjikan. Mereka berpindah menanam apa, kami masih melakukan pendataan,” bebernya. [rur]

Tags: