Produksi Kangkung di Bojonegoro Masih Rendah

salah satu penjual kangkung di Pasar Kota Bojonegoro. [achmad basir/bhirawa]

Bojonegoro, Bhirawa
Data keadaan produksi dan konsumsi bahan pangan Dinas Ketahanan Pangan Bojonegoro mencatat tingkat produksi kangkung masih rendah. Pasalnya, produksi sayuran hijau tersebut masih minim dibandingkan kebutuhan per tahun.
Padahal dengan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap sayuran, selain meningkatkan derajat kesehatan,juga meningkatkan pendapatan petani.
Kepala Seksi Ketersediaan Pangan Dinas Ketahanan Pangan, Rudianto mengatakan, jumlah produksi kangkung 2016 hanya 176 ton. Namun berdasarkan penghitungan, kebutuhan kangkung tahun tersebut mencapai 4,958.87 ton. Sehingga kondisi tersebut menyebabkan kekurangan kebutuhan kangkung sebanyak 4783 ton. Alhasil tingkat konsumsi per hari per kapita hanya 8,5 gram.
“Faktor kecilnya produksi kangkung tersebut bisa dari berbagai faktor penyebab. Salah satunya yang berpengaruh besar adalah kurangnya minat dengan kangkung,” jelas Rudi kemarin, (18/5).
Tentu saja dampak rendahnya minat membudidaya kangkung lokal. Adapun hal tersebut dilatarbelakangi motif berbeda pula. Contohnya, penjualan yang sulit, harga jual yang belum menguntungkan petani hingga pengetahuan menghasilkan kangkung berkualitas jual yang minim.
Rudi menganalogikan salah satu kendala harga jual kangkung dengan olahan produk umbi-umbian. Menurutnya, kebutuhan warga akan tanaman berzat tepung (amilum) tersebut cukup tinggi. Bahkan surplus. Yakni 43.187 ton ubi kayu dan 479 ton ubi jalar per 2016.
” Sekarang bandingkan, pilih mana jika disediakan ubi diolah seadanya atau berbentuk keripik dengan rasa-rasa,” ujarnya.
Alhasil, mayoritas orang lebih suka dengan olahan ubi yang inovatif. Sama halnya dengan kangkung, peningkatan produksi bisa digenjot jika ada inovasi. Selama ini, peminatan terhadap kangkung dinilai tak banyak. Lantaran, banyaknya pilihan sayur lain yang lebih populer.
Meskipun banyak alternatifnya, Rudi menyatakan bahwa konsumsi sayur mayur per kapita per hari (gram) secara global belum menggembirakan. Diantara delapan komoditas sayuran, hanya bawang merah dan ketimun surplus produksi. Yakni 9554 ton dan 388 ton.
“Pasalnya, jika kebutuhan masyarakat terhadap komoditi sayuran tertentu tidak terkaver produksinya, maka sulit untuk memenuhi angka ideal kebutuhan gizi (akg) dua ribu kilo kalori (Kkal),” imbuhnya.
Tahun lalu, persentase akg di bawah 1400 Kkal (kurang dari 70 persen akg per hari) sebesar 10,9 persen. Angka itu lebih rendah di banding Tuban 8.40 persen dan Lamongan 4.37 persen. Selama ini, satker terkait telah berkomitmen meningkatkan pemenuhan gizi warga Bojonegoro.
” Saya rasa satker pasti akan mengatasi kondisi ini. Tentu dengan kebijakan yang mendorong tingkat produksi sesuai tupoksi yang mereka emban. Misalnya yang sudah cukup adalah protein hewani,” pungkasnya.
Sebab dengan meningkatnya konsumsi sayuran, akan meningkatkan pula derajat kesehatan masyarakat dan sekaligus dapat menghela produksi sayuran dalam negri. Yang pada akhirnya akan meningkiatkan pendapatan petani.
Salah satu penjual kangkung di pasar kota Bojonegoro, Sumini mengaku harga kangkung Rp 500 per ikat. ” Meski sayuran kangkung murah namun jarang peminatnya,” ujarnya. [bas]

Tags: