Pemprov, Bhirawa
Tahun ini, produksi kedelai di Jatim nampaknya belum bisa memenuhi target yang ditetapkan seiring anjloknya harga. Saat ini, harga kedelai hanya sekitar Rp 3 ribu per kilogram. Padahal, harga pembelian pemerintah (HPP) atas komoditas kedelai per September tahun lalu dipatok Rp 7.600 per kg.
Selain itu, produksi keledai di Jatim diperkirakan masih kurang yaitu sekitar 52 ribu ton. Saat ini produksi kedelai masih 360 ribu ton, sedangkan target produksi dari tahun ke tahun mencapai 420 ribu ton.
Kepala Dinas Pertanian Jatim, Dr Ir Wibowo Eko Putro MMT mengatakan, harga itu terus menurun bila dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Pada awal tahun, harga kedelai tercatat masih Rp 5 ribu–Rp 6 ribu per kilogram.
“Biasanya memang kultur petaninya, sebab terkadang petani lebih suka bertanam tanaman padi dan jagung daripada menanam kedelai. Jadi juga tidak bisa memaksakan petani untuk bertanam kedelai,” katanya, Senin (11/4).
Untuk memenuhi suplai dan permintaan di Jatim, maka saat ini masih diperlukan impor kedelai.
“Ditambah, kedelai impor lebih diminati perajin tahu dan tempe sehingga penyerapan produk lokal rendah. Makanya, kami minta ada kenaikan HPP karena sejak September 2015 belum ada harga baru. Harapannya, peningkatan HPP bisa mendorong harga kedelai di pasaran,” kata Eko.
Jika kondisi tersebut dibiarkan, produksi kedelai berpotensi berkurang. Apalagi, kedelai merupakan satu-satunya tanaman pangan yang biaya produksinya tinggi dan mudah terserang organisme pengganggu tanaman (OPT). Ditambah lagi, anjloknya harga membuat petani merugi.
Begitupula dengan lahan yang belum pernah ditanami kedelai harus ada suntikan inokulum dalam hal ini isodium.
“Biaya produksi kedelai bisa Rp 7 juta per hektare. Jika dikalkulasi, harga kedelai hanya Rp 3 ribu per kilogram dan produktivitas per hektare dua ton. Makanya, perolehan petani hanya Rp 6 juta per hektare. Bila demikian, petani pasti beralih ke tanaman pangan lain seperti padi dan jagung,” katanya. [rac]