Produsen Tempe Minta Pemerintah Stabilkan Harga Kedelai

Pemilik produsen Tempe, Kaisan mengurangi ukuran tempe karena harga kedelai naik. [trie diana]

Surabaya, Bhirawa
Hilangnya peredaran tempe di pasar bukan disebabkan adanya kelangkaan kedelai, namun disebabkan harga kedelai yang terus melonjak hingga awal tahun 2021.
Menurut salahsatu produsen Tempe di kawasan Banyu Urip, Kaisan mengungkapkan kenaikkan harga kedelai yang melonjak terus ini membuat produksi tempenya menurun sehingga membuat peredaran tempe di pasar menjadi langka.
“Di awal bulan Desember lalu harga kedelai mulai naik terus, dari harga Rp7 ribu perkilo kini sudah menjadi Rp9 ribuan perkilo sampai sekarang. Kami berharap pemerintah bisa menstabilkan harga kedelai sehingga kami tetap bisa memproduksi tempe,” terangnya, Selasa (5/1).
Ia menambahkan apabila pemerintah tidak bertindak dan harga kedelai terus menerus naik, dikhawatirkan produksi tempe akan terhenti. “Dampaknya pasti nanti ke kebutuhan keluarga yang akan sangat berkurang. Apalagi di kondisi pandemi Covid-19 ini produksi tempe kami yang awalnya bisa mencapai 50 kilo perhari sudah berkurang menjadi 32 kilo perhari,” jelasnya.
Untuk menyiasati penjualan tempe di pasaran, Kaisan mengurangi ukuran tempe yang dijualnya. “Kalau saya jual ke pedagang seharga Rp800 dan dijual lagi ke pembeli seharga seribu rupiah. Karena harga kedelai naik terus maka ukuran tempenya kami kurangi sehingga dampaknya juga ke pedagang karena tempe yang dijualnya menjadi tipis,” ujarnya.
Sementara seorang ibu rumah tangga Ratna mengatakan, lauk tempe sudah menjadi favorit keluarganya. Saat tempe langka di pasaran, Ratna saat diantar suaminya ke Pasar Benowo Surabaya juga sempat kebingungan karena tidak ada yang menjual tempe.
“Sempat bingung mencari tempe, adanya tahu itu pun juga kondisinya sudah tidak bagus dan berlubang-lubang. Saya berharap jangan sampai tempe menjadi langka karena selain lauk yang murah tempe juga bisa menjadi lauk alternatif di sela kondisi pandemi,” katanya. [riq]

Tags: