Profesi Guru Probolinggo Jangan Dikriminalisasikan

Bupati Hj. P. Tantriana bersama Pengurus PGRI siap kawal UU Guru.

Bupati Hj. P. Tantriana bersama Pengurus PGRI siap kawal UU Guru.

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Profesi guru rawan dikriminalisasi terutama saat mendidik siswa di sekolah. Seperti guru di Kabupaten Sidoarjo harus menghadapi meja hijau akibat mencubit siswa. Untuk itu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Probolinggo mendorong segera terwujudnya Undang Undang (UU) tentang Perlindungan Profesi Guru.
Menurut Ketua PGRI Kabupaten Probolinggo, Purnomo, Minggu 24/7, bahwa saat ini pihaknya mendorong lahirnya UU Perlindungan Profesi Guru dan Dosen. Menurutnya hal ini sudah lama diperjuangkan karena berdasarkan Amanat UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Selain itu juga berdasar pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.
“Sebenarnya dalam UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dose nada pasal tentang perlindungan profesi guru. Namun hanya sebatas disebutkan secara redaksional dan tidak detil . Begitupun yang ada di PP nomor 74 tahun 2008,” jelas Purnomo.
Untuk itu lanjutnya, perlu didakan UU yang mengatur lebih spesifik tentang perlindungan profesi guru. Dengan demikian konflik guru dan murid bisa diselesaikan di Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Hal ini diupayakan untuk percepatan karena maraknya kriminalisasi guru. diharapkan guru tidak semudah itu dibawah ranah meja hijau jika ada konflik selama menjalankan profesi, jelasnya.
Menurutnya empat bulan lalu  pihaknya telah menyamakan pendapat tentang hal ini pada Konferensi Kerja (Konker) Provinsi Jawa Timur. Selanjutnya hasil Konker itu akan disampaikan pada Pengurus Besar (PB) PGRI di Jakarta. Diharapkan, menurut Purnomo, dorongan itu bisa cepat bergulir melalui DPR RI di Jakarta. Dengan demikian guru dan dosen bisa mengajar dengan tenang.
Anggota DPR RI, Drs. H. Hasan Aminuddin, tindakan guru mencubit siswa di Sidoarjo yang berakhir di pengadilan membuat kalangan pendidik resah. Para guru cemas kasus serupa akan terus terulang. Hal ini mendesak adanya payung hukum yang mampu melindungi profesi guru sehingga persoalan tidak serta merta berakhir di persidangan.
Hasan mengaku prihatin dengan apa yang dialami Sambudi. Guru SMP Raden Rahmat Sidoarjo itu diadili setelah melakukan pendisiplinan ke siswa dengan mencubit. Sambudi saat ini harus menghadai persidangan akibat upaya pendisiplinannya dilaporkan oleh orang tua murid yang ternyata berstatus aparat. “Jika melihatnya secara mutlak menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak, memang guru itu salah. Tapi ini upaya untuk mendisiplinkan anak,” tutur Hasan.
Peristiwa ini, secara otomatis mempengaruhi persepsi guru dalam mendidik anak. Sehingga ada kecemasan ketika akan melakukan tindakan tertentu kepada siswa. “Kalau mutlak menggunakan hukum positif, metal rambut siswa yang gondrong juga bisa dilaporkan polisi. Lalu bagaimana kita mendidik anak,” kata dia.
Lanjut dia, sebenarnya sudah lama meminta agar pemerintah membuat undang-undang perlindungan guru. Tujuannya, jika ada persoalan di sekolah dapat diselesaikan lebih dulu di tingkat sekolah atau dewan guru. Sayang, keinginan itu tak kunjung terealisasi.
PGRI sendiri sudah ada MoU dengan Mabes Polri. Tapi isi dari MoU itu disebutnya masih jauh dari harapan. Hanya menyangkut teknis penangkapan, bukan perlindungan. “Seperti kalau menangkap guru tidak boleh saat mengajar, seperti itu saja,” tandasnya.
Karena belum ada undang-undang khusus, maka yang bisa dilakukan saat ini adalah membuat aturan di tingkat sekolah. Hasan menghimbau, awal tahun ajaran ini bisa dijadikan momen untuk membuat tata tertib yang disepakati bersama orangtua.
Buat kesepakatan dalam tata tertib, jika ada masalah bisa diselesaikan lebih dulu dengan musyawarah di sekolah. Di PGRI sendiri, selama ini telah ada Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI) yang berfungsi untuk menyelesaikan persoalan semacam ini, paparnya.
Dalam teori hukum pidana segala sesuatu perbuatan yang dilakukan seseorang dilihat dari niatnya. Ada orang yang sengaja berniat menyakiti, maka itu kejahatan. Tapi kalau tidak punya kesengajaan untuk menyakiti, apalagi itu untuk mendidik, itu bukan penyiksaan. Itulah yang seharusnya dijadikan parameter oleh hakim sehingga bila perlu dibebaskan. [wap]

Tags: