Profesionalisme dan Soliditas TNI

gumoyo mumpuni ningsihOleh :
Gumoyo Mumpuni Ningsih
Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang

Tentara Nasional Indonesia (TNI) terlahir dalam perjalanan perjuangan yang panjang seiring dengan lahirnya republik ini. Dalam perjalanannya TNI bersama-sama dan manunggal dengan rakyat terus berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta menjaga kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan NKRI.
TNI kemudian tumbuh dan berkembang hingga usia 69 tahun pada Minggu, 5 Oktober 2014. Perjalanan panjang yang telah dijalani TNI penuh dengan perjuangan yang tiada henti. Bagi TNI, apa pun keputusan politik yang diambil bangsa ini dengan penuh keikhlasan harus dijalani. Ini dibuktikan TNI tatkala rakyat Indonesia berkehendak untuk menata ulang posisi dan peran tentara, TNI pun berusaha untuk melaksanakan amanah UU dengan melakukan berbagai perubahan/ reformasi TNI.
Peran baru yang telah ditunjukkan TNI selaras dengan paradigma baru yang merupakan landasan utama TNI dalam melaksanakan reformasi internal, melakukan perubahan dan penataan struktur, doktrin, dan kultur menuju TNI yang profesional, militan, solid, dan tidak kalah penting adalah TNI yang mencintai dan dicintai rakyat. Semua itu dapat dimaknai bahwa apa pun yang dilakukan TNI senantiasa dalam rangka pemberdayaan institusi fungsional TNI dan dilaksanakan bersama-sama rakyat dan komponen bangsa yang lain dalam koridor bingkai NKRI.
Ada beberapa alasan mendasari hal itu. Pertama; perubahan peran TNI yang berdampak pada arti penting profesionalisme. Kedua; pengembangan keprofesionalan sebagai subsistem dari sistem pembinaan kemampuan secara keseluruhan. Ketiga; pengembangan profesionalisme merupakan inti pembangunan SDM internal dan bagian integral dari pengembangan SDM nasional. Keempat; prajurit mempunyai tanggung jawab mewujudkan rasa aman dan perlindungan bagi tiap warga negara, baik di dalam maupun di luar negeri. Kelima; tuntutan sangat tinggi profesionalisme karena menyangkut hidup mati prajurit dalam pertempuran. Keenam; solidaritas sangat mendukung penentuan kriteria kemampuan.
Profesionalisme dan soliditas perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal itu mengingat martabat dan kemampuan TNI akan ditentukan oleh hasil pencapaian tugas (achievement) dan peran (role) yang bisa dilakukan.
Samuel P Huntington dalam buku The Soldier and the State menulis bahwa profesionalisme militer mensyaratkan tiga hal.  Pertama; keahlian (expertise) dalam bidang tertentu yang diperoleh melalui pendidikan, serta dikembangkan melalui pengalaman dan pengamalan. Kedua; tanggung jawab (responsibility) menggunakan keahlian guna kepentingan masyarakat. Ketiga; kebersamaan (corporateness) yang dapat dimengerti sebagai perasaan mengenai kesatuan organik. Hal itu searas dengan Sir John Winthrop Hackett lewat buku The Profession of Arms yang menyebut toh keprofesionalan adalah integritas moral.
Pada awal era reformasi, mengemuka ketidakpuasan masyarakat terhadap dominasi militer. Mereka menyoroti dan memojokkan posisi TNI, termasuk menghujat secara tidak proporsional dan mengungkit luka lama. Mereka menganggap TNI pendukung Orde Baru yang dinilai gagal membangun negara.
Namun di lain pihak TNI kemudian menyadari posisinya dan bertekad melaksanakan konsolidasi dan reformasi internal. Untuk meningkatkan keahlian dan mengembangkan demokrasi, secara bertahap TNI mengurangi jumlah kursi pada lembaga legislatif, dan meninggalkan bidang eksekutif.
Namun ada persoalan lain, yakni kekompakan individu sebagai cerminan soliditas, berkesan semu, terbukti dengan kemencuatan persoalan internal. Rasa kebersamaan dan tanggung jawab sampai tingkat bawah pun masih menjadi persoalan, terlihat dari beberapa kasus desersi prajurit, penjabaran  esprit de corps yang kurang tepat.
Dari segi tanggung jawab, terlihat indikasi permasalahan prajurit merasa gamang bertindak di lapangan karena kurangnya landasan hukum dalam bertindak. Realitas itu membuat para pelaksana di lapangan menjadi korban situasi, padahal ia harus bertanggung jawab atas nama pelaksanaan tugas. Acap tidak terlihat tanggung jawab pada tingkat atas, yang seharusnya menjadi tameng bagi pelaksanaan tugas prajurit di lapangan.
Disiplin prajurit dipengaruhi oleh  lingkungan. Di sisi lain, kesejahteraan mereka masih kurang layak, dibanding tugas dan kondisi sosial lingkungan, yang kemudian membuat prajurit mencari tambahan di luar jam dinas dalam upaya menghidupi keluarga. Semua itu akan memengaruhi kinerja.
Tantangan ke depan
Soliditas TNI sebenarnya makin baik namun personel dan peralatan, baik kualitas maupun kuantitas, belum memadai dibanding luas wilayah yang harus diper-tahankan. Secara eksternal ada beberapa faktor yang berpengaruh.
Pertama; globalisasi yang mengakibatkan pergeseran nilai. Kondisi itu mengubah pandangan masyarakat terhadap sistem, konsepsi paradigma dan aplikasi, termasuk sistem pemerintahan yang dianut. Kedua; pada tiap negara, hubungan sipil dengan militer berkembang sesuai dengan proses dan historis bangsa. Ketiga; masyarakat madani menuntut kesetaraan dan kesamaan hak sesama warga negara. Keempat; peralatan yang dimiliki TNI bisa dikatakan ketinggalan zaman dan hal itu memengaruhi profesionalisme. Kelima; dukungan dana. Untuk mewujudkan prajurit profesional butuh dukungan dana yang memadai. Keminiman anggaran sulit mewujudkan sosok prajurit profesional. Keenam; kebijakan politik nasional yang terus berubah-ubah dan tidak jelas menimbulkan kerancuan dalam pelaksanaan fungsi TNI.
Terkait dengan pembenahan secara internal, ada beberapa hal yang bisa menjadi perenungan berkait peringatan HUT Ke-69 TNI diharapkan ke depan memiliki prajurit mampu bertempur dan menang dalam pertempuran, kesejahteraan prajurit meningkat, prajurit mampu bersikap profesional, dan memiliki sikap sebagai prajurit yang militan, pantang menyerah, rendah hati, tidak sombong, prajurit yang menghormati hukum, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

                                                                             ————————- *** ————————-

Rate this article!
Tags: