Program Pertanian Organik Lamban, Wali Kota Batu Bentuk Tim Khusus

Program pengembangan pertanian organik.

Program pengembangan pertanian organik.

Kota Batu, bhirawa
Berdasarkan evaluasi Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko  program pengembangan pertanian organik yang dilaunching sejak 2 tahun lalu ternyata hasilnya masih belum menggembirakan. Untuk mendorong percepatan pengembangan pertanian organik, Pemkot Batu membentuk tim yang diketua Staf Ahli Bidang Perekonomian dr Endang Triningsih.
Tim ini dibentuk diluar Dinas Kehutanan dan Pertanian (Dishutan), tujuannya untuk mendukung kinerja dinas tersebut dalam menjalankan program pertanian organik.  Tim beranggotakan pejabat-pejabat SKPD, seperti Kabag Humas, BPMKB, Dinas Pariwisata, Diskoperindag dan SKPD terkait lainnya.
Tugas tim selain untuk mengevaluasi program pengembangan pertanian organik, diharapkan juga membantu mensosialisasi produk pertanian organik. “Sesuai hasil evaluasi atas kinerja Dishutan dalam pengembangan pertanian organik, maka perlu dukungan lintas sektoral. Sehingga dengan terbentuknya tim ini diharapkan pemasaran produk pertanian organik bisa menembus skala nasional,” kata Kabag Humas Pemkot Batu, Sinal Abidin, kepada bhirawa, Selasa kemarin (10/2).
Sinal yangditunjuk sebagai Sekretaris Tim ini juga mengatakan bahwa dengan terbentuknya tim ini diharapkan 5 tahun mendatang pertanian organik sudah berkembang dengan baik di Kota Batu. “Untuk pengembangan pertanian organik, Dishutan kebagian tugas sesuai tupoksinya yaitu pembinaan kepada petani. Sedangkan tim ini bertugas mengevaluasi program dan membantu membuka pasarnya. Sebab kendala pemasaran menjadi salah satu hal yang harus mendapat perhatian khusus,” terang Sinal.
Sesuai pesan Walikota Batu, tim diharapkan mensosialisasikan produk pertanian organik hingga skala nasional. Dengan begitu diharapkan produk hortikultura organik kota Batu bisa menembus pasar nasional dan bahkan ekspor.
Sementara itu Kepala Dishutan Sugeng Pramono mengaku keberadaan tim akan sangat membantu untuk mendorong kinerja dinasnya. Walaupun dia mengaku selama ini sudah menjalankan program tersebut secara optimal.
Untuk mewujudkan pertanian organik memang butuh waktu, seperti untuk mengkonversi tanah pertanian saja dibutuhkan waktu 2 tahun. Saat ini yang dilakukan dinasnya adalah melakukan edukasi kelompok-kelompok kecil, setelah kelompok ini action, maka baru edukasi dengan kelompok besar.
Sedangkan untuk pasar komoditas pertanian organik, dia mengaku sudah menjalin kerja sama dengan salah satu hotel. “Produksi pertanian organik kan masih kecil, jadi belum bisa dipasarkan secara luas,” tukas Sugeng.
Lebih lanjut dikatakan, tahun ini disediakan anggaran Rp5 milyar untuk pengembangan pertanian organik, diantaranya untuk penyediaan pupuk organik, intensifikasi pekarangan organik,  fasilitasi outlet (pasar wisata Mojorejo dan pasar Benih Ikan Sidomulyo) dan demplot untuk pelajar dan mahasiswa.
Selain itu juga ada 7 desa di kec Bumiaji yang saat ini membuat demplot pertanian organik (minus desa Pandanrejo dan Sumberbrantas) dan ditambah desa Dadaprejo Kecamatan Junrejo. “Jadi total ada 8 desa yang akan kita fasilitasi untuk demplot,” tandas Sugeng.

Kinerja Dishutan Tak Maksimal
Pembentukan tim percepatan pertanian organik oleh pemerintah kota Batu menunjukan bahwa Wali Kota sedang mengalami kegalauan atas ketidakmampuan Dishutan dalam menjalankan program pertanian organik.  Penilaian itu disampaikan Koordinator GCCA Sudarno dalam siaran persnya yang dikirim ke bhirawa, Senin malam (9/2).
Menurut Sudarno, pembentukan tim ini tidak perlu terjadi andai saja Dishutan memiliki kecakapan manajerial dalam menjalankan program yang tertuang dalam RPJMD Kota Batu tahun 2012-2017 tersebut. “Wali Kota Batu sebenarnya hanya perlu mendrive Dishutan, sehingga dinas tersebut bersinergi dan berkoordinasi dengan SKPD lainnya. Kurangnya sinergi program membuat program pertanian organik jalan ditempat,” tegas Sudarno.
Sudarno mengharapkan DPRD agar mengambil langkah cepat memanggil Kepala Dishutan dan Walikota Batu untuk meminta progress report pelaksanaan program tersebut.
“DPRD perlu mengetahui renja dan renstra Dishutan dalam pengembangan pertanian organik, sebab ini juga teerkait dengan politik anggaran,” tandas Sudarno. [sup]

Tags: