Program Plastik Berbayar, Pemerintah Dituding Lakukan Kapitalisasi Plastik

Pakar Lingkungan Hidup, Suparto Wijoyo

Pakar Lingkungan Hidup, Suparto Wijoyo

Surabaya, Bhirawa
Kebijakan pemerintah yang memberlakukan plastik berbayar disejumlah pertokoan dituding pakar Lingkungan Hidup sebagai kapitalisasi plastik.  Plastik berbayar dinilai bukan menjadi solusi untuk mengurangi sampah plastik yang sulit terurai, namun membebankan sebuah kantong plastik yang sebenarnya menjadi bagian dari CSR perusahaan untuk dibebankan ke masyarakat untuk membeli saat berbelanja khususnya di pasar ritel.
Pakar Lingkungan Hidup, Suparto Wijoyo menegaskan untuk mengurangi konsumsi plastik di masyarakat, bukanlah membebankan sebuah tas kresek kepada masyarakat, dengan membeli Rp200 setiap kantong plastik di sebuah supermarket, namun bagaimana pemerintah mengatur dari hulunya, yaitu bagaimana industri plastik mengurangi produksinya. Selain itu, harus ada kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi bagi pabrikan yang memproduksi plastik ramah lingkungan.
“Jangan masyarakat yang dikorbankan, dengan alasan meminimalisir maraknya sampah plastik di luaran, dengan cara menjual kantong plastik yang itu seharusnya menjadi beban penjual. Tapi bagaimana pemerintah meminimalisir produksi plastik lewat industrinya. Kalau ini dibiarkan maka yang terjadi adalah kapitalisasi plastik,”tambah pria yang juga Guru Besar di bidang hukum Universitas Airlangga, Minggu
(10/4) ini.
Ditambahkannya, pemerintah sudah seharusnya menghentikan kebijakan plastik prabayar. Ini karena kebijakan plastik berbayar bukan solusi dalam mengatasi persoalan lingkungan terkait keberadaan plastik yang di dengungkan oleh pemerintah selama ini. Justru yang ada kebijakan ini malah menjadikan persoalan plastik menjadi kebijakan kapitalisasi plastik yang diciptakan kepada masyarakat.
Lebih lanjut dikatakannya Yang terjadi saat ini kebijakan plastik berbayar menjadi bahan komoditas ekonomi untuk konsumen. Sebenarnya bila pemerintah mau melakukan pengurangan plastik bisa menerapkan secara penuh undang undang pengelolahan sampah no 18 tahun 2008n khusunya pasal 14-16.
Dimana kewajiban pengelolahan sampah hasil produksi yang dihasilkan produsen dalam hal ini pabrikan khusunya sampah yang sulit diurai oleh proses alam termasuk plastik, harus dikembalikan dan dikelola oleh produsen atau pabrikan pembuat.
Terpisah, Ketua DPW PKB Jawa Timur, Abdul Halim Iskandar mengatakan, awalnya kantong plastik diberikan secara gratis oleh ritel. Dengan lahirnya regulasi masyarakat dikenakan biaya. Namun selama ini uang yang terkumpul hasil dari penarikan uang kantong plastik berbayar tidak masuk ke kasda.
“Biarkan jalan dulu kebijakan itu, tapi harus ada regulasi yang jelas. Uang itu larinya kemana. Kan bisa dimasukkan ke kasda sebagai uang titipan penyelamat lingkungan,” tegas pria yang akrrab dipanggil Pak Halim..
Pria yang juga Ketua DPRD Jatim ini mendorong agar kabupaten/kota membuat perda atau pergub untuk mengatur hasil penarikan uang kantong plastik masuk kasda.  Dimana uang yang terkumpul akan digunakan untuk pengelolaan lingkungan. “Nanti uang yang terkumpul itu sama halnya CSR, digunakan untuk pengelolaan lingkungan,” pungkasnya. [Cty] 

Tags: