Program Unggulan Bupati Sumenep Dinilai Balas Budi

Aktifis mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Sumekar Raya (Mahasurya) Kabupaten Sumenep saat melakukan aksi unjuk rasa di kantor Bupati setempat.

Aktifis mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Sumekar Raya (Mahasurya) Kabupaten Sumenep saat melakukan aksi unjuk rasa di kantor Bupati setempat.

Sumenep, Bhirawa
Sejumlah aktifis mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Sumekar Raya (Mahasurya) Kabupaten Sumenep melakukan aksi unjuk rasa di kantor Bupati setempat. Mereka menilai, 9 program unggulan bupati dan wakil bupati dalam 99 hari hanya balas budi terhadap pendukungnya.
Korlap aksi, Muid Mueller mengatakan, program unggulan bupati dan wabup seperti mencetak 5 ribu wirausaha muda, ternyata tidak terakomudir di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Bahkan, program tersebut dinilai salah sasaran.
Terbukti, banyak wirausaha yang terekrut itu bukan kalangan muda melainkan sudah banyak yang tua dan merupakan orang-orang terdekatnya bupati. “Program wirausaha muda itu tidak bisa menekan angka pengangguran, karena kenyataannya yang direkrut bukan para pemuda melainkan orang-orang dekatnya bupati yang sudah umurnya tidak muda lagi,” kata  Muid, Rabu (25/05).
Menurutnya, revitalisasi pasar yang juga program unggulan bupati dan wabup, ternyata hingga saat ini belum ada langkah kongkrit untuk membuat pasar tradisional tidak kumuh dan strategi revitalisasi pasar tradisional tidak berdampak sistemik.
Bahkan tidak ada penekanan pertumbuhan pasar modern melalui perda dan perijinan. “Jadi, program revitalisasi paras itu hanyalah program dadakan. Tidak ada konsep yang jelas dan matang sehingga tidak bisa direalisasikan dengan baik,” terangnya.
Pelayanan dirumah sakit daerah juga tidak ada perubahan yang signifikan, bahkan condong stagnan, seperti tenaga medis yang tidak ramah, dan peningkatan SDM tidak pernnah dilakukan. Padahal, selama 99 hari itu, bupati Sumenep, A Busyro karim pernah ngantor di RSD Moh Anwar.
Namun, yang terjadi justeru terjadi salah memberikan obat bagi pasien. “Selain itu, program relokasi PKL tidak sukses, bahkan opsi tempat relokasi PKL tidak tepat, sehingga diprediksi akan memicu terjadinya penurunan pendapatan para PKL dan menimbulkan kemacetan dijalan raya,” paparnya.
Terkait dengan pembentukan BUM Des, lanjutnya, pemerintah dinilai belum melakukan penataan kelembagaan desa yang berjalan maksimal sehingga pembentukan BUMDes tidak menjadi masalah kelembagaan baru didesa tersebut.
Jadi, keberadaan BUMDes itu hanya menjadi beban bagi desa karena SDM-nya tidak siap. “Makanya, kami minta pemerintah melakukan terobosan baru agar benar-benar bisa merealisasikan program unggulan bupati dan wabup tersebut,” harapnya.
Sementara, Sekretaris Daerah, Hadi Soetarto yang menemui mahasiswa mengatakan, program unggulan 99 hari bupati dan wabup dinilai sudah berjalan maksimal. Namun, jika ada kekurangan itu masih bisa dilanjutkan setelah selesai masa 99 hari.
Bupati dan wabup dilantik pada bulan Februari 2016. Program 99 hari bupati dan wabup berahir pada 25 Mei 2016, manun hingga saat ini belum ada puncak dari 99 hari itu yang merupakan sebagai evaluasi terhadap realisasi 9 program unggulan bupati dan wabup. “Kalau masalah BUM Des kami memang mengakui belum berjalan 100 persen karena kami juga belum mempunyai perda yang mengaturnya. Tapi sampai saat ini sudah banyak BUMDes yang sudah terbentuk,” katanya.
Terkait dengan program lainnnya, pihaknya mengklaim telah berjalan sesuai harapan. Terkait relokasi PKL taman bunga, pihaknya masih memberikan toleransi bari para PKL hingga setelah bulan puasa. “Setelah lebaran pasti kami melakukan menekanan-penekanan agar para PKL itu bisa pindah semua ketempat yang telah disiapkan yakni didepan kantor Kemenag setempat,” bebernya. [sul]

Tags: