Prosedur Pengamanan Tak Jelas, Soal UN Rawan Bocor

Kepala Dindik Jatim Harun menandatangani pakta integritas pelaksanaan UN 2015 disaksikan Sekretaris Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud, Kamis (12/3).

Kepala Dindik Jatim Harun menandatangani pakta integritas pelaksanaan UN 2015 disaksikan Sekretaris Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud, Kamis (12/3).

Dindik Jatim, Bhirawa
Kebocoran soal Ujian Nasional (UN) 2015 bakal semakin rawan terulang sebagaimana pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Ini lantaran tidak adanya kejelasan prosedur pengamanan naskah soal. Kondisi ini pun menjadikan kredibilitas nilai UN semakin merosot.
Persoalan ini dinilai serius oleh panitia UN baik di provinsi maupun daerah. Karena itu, mereka terus mendesak adanya aturan yang jelas terkait pengamanan naskah UN. “Tidak ada aturan spesifik tentang pendistribusian dan pengamanan naskah UN,” tutur Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Harun usai memimpin sosialisasi UN 2015, Kamis (12/3).
Dalam kesempatan itu, Harun secara tegas meminta kepada perwakilan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) agar ada aturan pengamanan. Hal itu harus diperjelas dalam Prosedur Operasional Standar (POS) UN. Kalau naskah harus disimpan di Polsek, maka semua naskah harus disimpan di sana sesuai sub rayon masing-masing. “Kebijakan ini harus diatur. Posisi kepolisian, perguruan tinggi harus jelas,” kata dia.
Mewakili kabupaten/kota, Harun juga mendesak agar Kemendikbud segera menyelesaikan POS yang hingga kini belum disahkan. Sebab tanpa POS, panitia UN mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota tidak akan bisa bekerja. “Kalau tidak ada POS-nya, kita tidak bisa buat SK (Surat Keputusan) kepanitian. Jadi tidak bisa bekerja,” tegas Harun.
Seperti diketahui, tahun lalu prosedur pengamanan naskah UN melibatkan tiga pihak sekaligus. Di antaranya ialah perguruan tinggi, polisi dan Dinas Pendidikan. Penyimpanan naskah soal di sub rayon juga sangat ketat. Karena harus disimpan di Polsek setempat dengan kunci rangkap tiga. Satu kunci dibawa Dinas Pendidikan, satu kepolisian, dan satu perguruan tinggi. Kenyataannya prosedur pengamanan yang begitu ketat tidak mampu membendung kebocoran soal saat UN berlangsung.
Menanggapi hal itu, Sekretaris BSNP Kemendikbud Bambang Sryadi mengatakan, keterlambatan POS UN ini saling berkaitan dengan hirarki hukum di atasnya, yaitu Peraturan Menteri dan Peraturan Pemerintah (PP). Sekarang, perubahan PP No 19 Tahun 2005 yang selama ini menjadi dasar hukum UN sebagai penentu kelulusan telah disahkan. Sehingga kini tinggal menunggu terbitnya Permendikbud dan POS UN untuk disahkan.
“Ini kan produk hukum. Kita butuh kehati-hatian untuk mengeluarkannya,” kata Bambang.
Sampai saat ini pun, Bambang belum berani memastikan kapan POS UN ini akan diterbitkan. Terkait prosedur pengamanan naskah soal, Bambang menjawab hal itu sudah menjadi tanggung jawab percetakan dan panitia UN di provinsi dan kabupaten kota. Secara teknis, pendistribusian dari percetakan ke provinsi merupakan tanggung jawab percetakan. “Pada saat itu bisa disepakati bersama, di mana naskah soal akan disimpan dulu. Apakah di gudang milik provinsi atau di tempat lain sebelum di serahkan ke kabupaten/kota,” kata dia.
Selanjutnya, distribusi dari provinsi ke kabupaten kota menjadi tanggung jawab provinsi. Sementara kabupaten/ kota membuat kesepakatan untuk menempatkan soal di Polsek atau di sekolah. “Boleh naskah soal disimpan di sekolah atau tempat lain yang disepakati dengan mempertimbangkan unsur keamanan,” kata dia.
Bambang mengakui, secara teknis hal ini memang tidak diatur dalam POS. Karena dia menganggap UN merupakan siklus pendidikan yang biasa. Sehingga tidak perlu melibatkan banyak orang. Selain itu, pihak Kemendikbud juga ingin memberi kepercayaan kepada sekolah agar melaksanakan UN secara jujur. “Masalah kecurangan tidak hanya di UN, tapi karakter. Karena kecurangan bisa terjadi di mana saja,” tutur dia.
Ini juga menjadi alasan mengapa pengawasan UN dikurangi. Termasuk peran perguruan tinggi dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang dulu ikut mengawasi sekarang tidak perlu. “LPMP cukup memantau saja. Tidak usah ikut mengawasi,” tutur dia. [tam]

Tags: