Prospek Ekonomi Global di Tahun Politik

Oleh :
Novi Puji Lestari
Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang

Baru-baru ini kinerja perekonomian global diyakini masih akan mengalami perlambatan hingga 2018. Hampir semua kategori negara, baik maju, berkembang, maupun emerging markets, harap-harap cemas. Bahkan mesin ekonomi AS yang diharapkan menjadi satu-satunya motor penggerak ekonomi global, telah kehabisan napas. Risiko pelemahan pertumbuhan ekonomi global akan semakin meningkat apabila penyesuaian suku bunga oleh The Fed benar-benar dilakukan pada tahun depan. Tanpa adanya penyesuaian suku bunga The Fed, dampak pelemahan perekonomian global mulai kita rasakan di dalam negeri.
Membaca Ekonomi Global
Melemahnya ekonomi negara berpenghasilan tinggi, perlambatan merata perekonomian negara berkembang, menurunnya kinerja perdagangan global, lemahnya harga komoditas, dan meningkatnya volatilitas pasar keuangan global merupakan beberapa di antara gejala serius yang harus dihadapi. Bank Dunia memprediksi gejala itu secara lebih khusus bakal menerpa kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik. Berangkat dari konteks itu, Indonesia bukanlah pengecualian
Penulis sebagai pemerhati ekonomi tidak ada salahnya kita harus tetap waspada dengan tren perdagangan terutama dengan AS yang cenderung proteksionis, dan juga kita akan tetap melihat risiko dari tren rebalancing dari perekonomian China. Sebab, ada indikasi yang terbaca oleh penulis bahwa ada  risiko global lainnya pada 2018 terkait stagnasi harga komoditas, penguatan dolar AS, kondisi keamanan Korea Utara, proses Brexit dan ancaman terorisme.
Bisa dibilang saat ini ekonomi dunia telah memasuki fase ekonomi baru. Dalam fase itu, prospek pertumbuhan yang moderat menyiratkan tidak hanya melemahnya permintaan eksternal dan kegiatan investasi, namun juga meningkatnya risiko perkembangan di pasar keuangan global. Faktor-faktor tersebut menyebabkan lebih banyak volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas dalam ekonomi global, yang dikenal sebagai akronim yang disebut VUCA (volatile, uncertain, complex, and ambiguous).
Ketidakpastian perekonomian global yang berprospek masih tinggi sehingga masih harus terus diwaspadai. Ketidakpastian yang terbesar berasal dari kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh negara besar, seperti AS. Oleh sebab itu, kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh negara AS tersebut, bisa tetap dalam koridor yang mendukung pemulihan ekonomi secara global.
Melihat situasi yang demikain, dunia usaha di dalam negeri justru sangat membutuhkan stimulus fiskal untuk terus berkembang dan terselamatkan dari dampak perlambatan ekonomi global dan regional. Tren perlambatan perekonomian global justru perlu direspons dengan kebijakan fiskal yang produnia usaha agar lapangan pekerjaan terus tersedia, pemanfaatan potensi ekonomi menjadi optimal, total output dan produksi nasional meningkat. Itu artinya, jika diimbangi dengan kebijakan yang produnia usaha dan menjaga daya beli masyarakat, pertumbuhan ekonomi nasional ke depannya tidak hanya lebih berkelanjutan, tetapi juga akan lebih berkualitas.
Pengamanan Ekonomi Dalam Negeri
Pelambatan ekonomi global yang membawa dampak terhadap ekonomi dalam negeri yang tidak menentu di tambah Indonesia tahun depan juga menghadapi situasi yang lebih khusus lagi, yakni memasuki apa yang disebut sebagai tahun politik. Seperti pernah diingatkan Presiden Joko Widodo, pada 2018, Indonesia akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada).  Sebanyak 171 daerah akan mengikuti pilkada secara serentak.
Tahun depan pula, tahapan Pemilihan Legislatif 2019 dan Pemilihan Presiden 2019 sudah akan dimulai. Artinya, ada peristiwa dengan bobot politik besar yang bakal berlangsung dalam kondisi perekonomian, yang harus kita katakan, belum kondusif. Inilah yang penting untuk kita ingatkan. Sudah menjadi kesadaran dan pengetahuan bersama bahwa dalam kondisi tertentu berbagai peristiwa yang mengikuti hajatan politik terkadang diliputi suasana penuh ketidakpastian.
Padahal, suasana penuh ketidakpastian semacam itu sangat tidak produktif bagi perekonomian. Di mana pun dan kapan pun juga, perekonomian yang sehat dan bergairah mensyaratkan adanya kepastian iklim usaha. Karena itulah, kita meminta pemerintah, baik pusat maupun daerah di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, untuk mengantisipasi tahun depan dengan sebaik-baiknya terkait dengan bertemunya dimensi ekonomi dan politik pada saat yang bersamaan. Supaya perlambatan ekonomi global tidak berefek besar terhadap ekonomi dalam negeri, berikut penulis tawarkan langkah-langkah antisipasi.
Pertama, pemerintah perlu secara komprehensif menyusun kebijakan untuk memitigasi dampak perlambatan perekonomian global. Menjaga daya beli masyarakat dan bergairahnya iklim dunia usaha perlu terus dijaga dan bahkan ditingkatkan. Upaya untuk meningkatkan target pajak sebesar 40,3 persen dari Rp1.058 triliun menjadi Rp1.484,6 triliun perlu tetap memperhatikan kondisi perekonomian dunia dan domestik saat ini.
Kedua, target pertumbuhan ekonomi nasional 5,4 persen sebagaimana tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 bukanlah target yang mudah dicapai. Bila suasana dalam tahun politik tidak terkelola baik sehingga menciptakan ketidakpastian lebih besar daripada yang diperkirakan, target pertumbuhan itu niscaya akan jauh lebih sulit lagi dicapai. Karena itu, kita meminta seluruh stakeholder yang terlibat dalam peristiwa politik tahun depan untuk ikut mengamankan ekonomi.
Ketiga, kita ciptakan suasana kondusif, dengan mengurangi semaksimal mungkin lahirnya kegaduhan, harus dipastikan. Dapat dipahami bila pada tahun politik pelaku usaha cenderung bersikap wait and see. Untuk meredam kegelisahan di tengah ketidakpastian kaum industrialis itu, kita sependapat bahwa pemerintah melakukan percepatan reformasi atas berbagai regulasi sehingga iklim usaha menjadi lebih bergairah.
Keempat, memperkuat mesin pertumbuhan ekonomi pada 2018 melalui konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor yang perannya akan lebih diperkuat. Konsumsi rumah tangga harus dijaga di atas lima persen, maka daya beli harus diperkuat dengan inflasi harus dipertahankan rendah. Kalau inflasi dijaga, maka konsumen lebih confident untuk belanja. Itu artinya, upaya akselerasi pertumbuhan tersebut harus tetap bisa dijaga untuk berkembang sesuai potensinya, meski masih terdapat risiko global.
Melalui empat langkah antisipasi tersebut, sekiranya kita mampu menempatkan perhelatan politik secara professional, dengan menempatkan APBN Rp11,4 triliun dana pilkada. Selain itu, ditambah anggaran Pileg dan Pilpres 2019 yang tidak kalah besarnya, perhelatan politik tahun depan semestinya menyokong pertumbuhan ekonomi, syukur-syukur memilihkan perekonomian.

———- *** ———–

Tags: