Prospek Investasi Angkutan Kereta Api

PriyambodoOleh :
Priyambodo
Peneliti Bidang Manajemen Transportasi Pada Balitbang Pemprov Jatim

Moda angkutan kereta api pertama kali dikenalkan di Indonesia pada hari Jum’at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J. Baron Sloet van den Beele. Dengan membangun prasarana dan sarananya, yaitu jaringan rel (prasarana) kereta api mulai dari Stasiun Kemijen menuju ke Stasiun Tanggung, Jawa Tengah yang berjarak 26 km dengan lebar sepur (sarana) 1435 mm (Ahmad Sujadi, 2009).
Sejak saat itu moda tarnsportasi yang berjalan di atas jalan baja ini terus berkembang, baik sarana maupun prasarananya sehingga tidak mengherankan jika pertumbuhan panjang rel kereta api antara tahun 1864 – 1900 tumbuh pesat. Pada tahun 1867 baru 26 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km. Namun dalam perjalanan selanjutnya perkembangan kereta api di atas kurang menggembirakan sehingga saat ini panjang jalan rel hanya sekitar 6.000 km yang masih beroperasi.
Padahal moda kereta api mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan moda angkutan darat lainnya seperti angkutan jalan raya. Angkutan kereta api memiliki beberapa kelebihan antara lain adalah mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah yang besar, aman, nyaman, cepat, tepat waktu dan ongkos terjangkau. Sehingga moda angkutan kereta api sangat cocok untuk mengangkut barang maupun penumpang yang sifatnya massif dan masal. Kondisi ini seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan lalu lintas barang dan penumpang yang semakin hari semakin meningkat dan bertambah kapasitasnya.
Kondisi Saat Ini
Sebagai gambaran, pada tahun 2011 arus barang dan penumpang dari dan ke Jawa Timur menuju 33 propinsi diseluruh Indonesia berjumlah 3.220.157.946 ton barang. Dari total jumlah tersebut sebanyak 1.659.910.335 ton beredar di  Provinsi Jawa Timur. Sementara sisanya, yaitu 1.560.247.611 ton didistribusikan ke provinsi-provinsi lain di seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, peran angkutan darat selain jalan raya, yaitu kereta api menjadi sangat penting dan bernilai strategis.
Saat ini jenis atau tipe lokomotif yang beroperasi di Indonesia dan juga di wilayah Provinsi Jawa adalah terdiri dari enam jenis atau tipe, yaitu BB 301, BB 303, BB 304, CC 201, CC 204, dan D 301. Lokomotif tersebut rata-rata berusia 9 tahun sampai 52 tahun dengan kecepatan rata-rata hanya 90 sampai 120 km per jam.
Jika dibandingkan dengan negara-negara asia seperti Jepang, China, dan Korsel lokomotif di Indonesia jauh ketinggalan, apalagi dengan lokomotif dari negara-negara benua biru seperti di Perancis, Spanyol, dan Italia yang terus melakukan inovasi di dunia perkeretaapian. Dinegara-negara maju rata-rata kecepatan kereta apinya sudah di atas 190 mph. Jadi Surabaya – Jakarta atau sebaliknya bisa ditempuh dalam waktu hanya 4 jam. Sementara dengan kereta api yang dipunyai Indonesia paling cepat antara 6 – 9 jam, bahkan sering lebih dari waktu tersebut.
Ditinjau dari kapasitas penumpang yang bisa diangkut, kereta api di Indonesia menerapkan standar maksimum, artinya sekali jalan rangkauan kereta bisa sampai 10 kereta/gerbong. Jika dalam satu gerbong rata-rata kapasitasnya maksimum adalah 52 penumpang maka dalam satu rangkaian bisa mengangkut penumpang 520 penumpang dalam sekali jalan. Berbeda dengan di negara maju dalam satu rangkaian paling maksimum 7 kereta/gerbong. Sehingga dalam satu rangkaian bisa mengangkut 364 penumpang.
Dari seluruh rangkaian operasional kereta api di Indonesia lebih dari 70 persen digunakan untuk angkutan penumpang sedangkan sisanya untuk angkutan barang. Sehingga hal inilah yang menyebabkan kondisi jalan raya terutama di wilayah Pantura menjadi rusak berat akibat beban jalan yang melebihi kapasitas jalan. Kondisi ini diperparah dengan datangnya musim hujan yang mengguyur hampir setiap hari pada bulan-bulan ini dan mendatang.
Peluang Pengembangan
Oleh sebab itu peluang pengembangan dan investasi dibidang prasarana perkeretaapian sangat terbuka lebar. Untuk wilayah Jawa Timur misalnya adalah dengan cara meneruskan pembangunan lintas double track di lintasan Surabaya – Banyuwangi, Surabaya – Malang – Blitar, Surabaya – Kediri, dan Madiun – Surabaya. Sementara pengembangan atau investasi dibidang sarana adalah memperbarui atau mengganti lokomotif, kereta, dan gerbongnya. Selain mengembangkan sarana dan prasarananya peluang investasi di sektor transportasi kereta api lainnya adalah dengan menyediakan barang yang bisa diangkut, hal ini pertama-tama bisa dilakukan dahulu dengan cara membangun dry port-dry port di daerah-daerah yang potensial secara ekonomi.
Selain melakukan investasi, optimalisasi pemanfaatan kereta api bisa dilakukan dengan cara meningkatkan realisasi angkutan penumpang kelas eksekutif dan kelas bisnis mendekati kapasitasnya. Atau mengelola serta memanfaatkan aset-aset yang dimiliki oleh PT. KAI untuk dikembangkan menjadi pusat-pusat bisnis terpadu.
Tetapi dalam jangka pendek keuntungan penyertaan modal dalam pengembangan atau investasi di sektor kereta api terutama di sektor prasarananya masih kurang menguntungkan karena memerlukan dana yang cukup besar. Sementara prospek keuntungannya belum bisa diketahui secara pasti. Karena untuk berinvestasi di sektor ini harus bisa dipastikan dahulu berapa demand angkutan barang dan berapa pula demand angkutan penumpangnya  demi  kelangsungan hidupnya
Kurang Diperhatikan
Tidak menguntungkannya berinvestasi di sektor angkutan kereta api dalam jangka pendek ini bisa dilihat dari pertumbuhan PDRB sektor transportasi jalan rel. Di Jawa Timur pertumbuhan PDRB sektor jalan rel lebih rendah dibandingkan dengan PDRB sektor transportasi lainnya. Sebagai gambaran pada tahun 2012 pertumbuhan PDRB angkutan udara adalah 11,50 % disusul kemudian angkutan jalan 7,34 %, kemudian jasa penunjang 7,08 %, angkutan laut 7,06 %, angkutan penyeberangan -2,48 %, dan angkutan rel -4,34 %  (Priyambodo, 2014).
Pertumbuhan sektor angkutan udara yang tinggi tersebut dipicu oleh meningkatnya kunjungan penumpang dan barang melalui Bandara Udara Juanda dimana saat itu kapasitas Bandara Udara Juanda sudah over load. Sehingga Bandara Udara Juanda pada tahun 2012 terus melakukan pembangunan menambah kapasitas daya tampungnya. Sementara pertumbuhan angkutan jalan dan angkutan laut sebesar 7,34 % dan 7,06 % ini dipicu oleh pembangunan jalan lintas Pantura dan juga pembangunan beberapa pelabuhan, misalnya Pelabuhan Probolinggo. Sedangkan sektor angkutan penyeberangan dan rel justru menurun sampai dibawah 0 %  atau minus.
Hal ini menujukkan bahwa pengembangan dan ivestasi di sektor jalan rel kurang diperhatikan karena jauh lebih kompleks dibandingkan dengan mengembangkan moda transportasi lainya terutama moda angkutan jalan raya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Provinsi Jawa Timur tahun 2014 menunjukkan bahwa dengan kenaikan Rp 1 PDRB sektor transportasi jalan rel, justru akan menurunkan PDRB transportasi secara keseluruhan di Jawa Timur sebesar Rp 8,434. Ini menunjukkan bahwa investasi di sektor transportasi kereta api dalam jangka pendek tidak menguntungkan tetapi akan sangat menguntungkan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu kereta api sebagai public service akan lebih tepat jika investornya adalah pemerintah jika tidak maka harus investor swasta berskala transinternasional dengan berbagai konsekuensinya.

                                                                                       —————————– *** ——————————

Rate this article!
Tags: