Prospek Zaken Kabinet dalam Kabinet Kerja

Yeny OktarinaOleh :
Yeny Oktarina
Pengajar FKIP Civic Hukum ( PPKn) Universitas Muhammadiyah Malang

Isu pergantian Kabinet Kerja selama dua pekan ini berhembus semakin santer. Isu tersebut semakin mencuat sejak Partai Amanat Nasional, yang telah bergabung dalam koalisi pemerintah, kerap mengembuskan isu tersebut. PAN bahkan melontarkan kader partainya layak menduduki pos jabatan tertentu. Apalagi setelah pertemuan Ketua Umum PAN Zulkifili Hasan dan Presiden Jokowi di Istana Presiden.
Secara gamblang, Zulkifli menekankan pos menteri bisa terisi dari kader PAN. Partai yang semula berada di jalur berseberangan dengan pemerintah itu mewacanakan perombakan kabinet untuk memperkuat kekompakan kabinet. Kondisi perekonomian yang sedang sulit memang membutuhkan kekompakan, bukan justru memperlebar potensi kegaduhan. Pesan itu pula yang yang kembali ditegaskan Zulkifli. PAN tidak hanya bergabung dengan pemerintah, tetapi mendukung pemerintah.
Isu pergantian menteri juga didorong oleh Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid. Presiden Jokowi didesak segera memberikan kepastian perombakan kabinet jilid kedua. Tidak adanya kepastian soal reshuffle dikhawatirkan akan membawa dampak negatif terhadap kinerja menteri maupun staf di bawahnya.
Kepastian rombak kabinet
Kerja satu pemerintahan cukuplah sudah untuk memberikan penilaian kinerja menteri. Mereka yang acakadut dalam bekerja perlu diganti. Perombakan kabinet sesuai dengan amanat UUD 1945 adalah hak presiden. Kepala pemerintah bisa dimintai pertanggungjawaban atas kinerja para pembantunya.
Kewenangan berada di tangan presiden, apakah akan melanjutkan komposisi sekarang atau melakukan perombakan. Maka, Presiden perlu segera memberikan kepastian atas wacana tersebut agar tidak bergulir semakin liar. Tidaklah efektif apabila Presiden membiarkan isu tetap menggantung tanpa arah pasti.
Harapan publik ketika terjadi perombakan tentunya bukan berdasarkan kepentingan politis semata. Diperlukan kajian mendalam sebelum mengambilkan kebijakan pergantian, Dalam situasi ekonomi yang sulit, masyarakat mengharapkan pergantian elite benar-benar berlandaskan kinerja. Posisi menteri strategis tak perlu dipaksakan berasal dari tokoh parpol.
Komitmen Presiden Jokowi bahwa pos-pos menteri strategis berasal dari kalangan profesional harus dipertahankan. Perlu dipertimbangkan ulang mengganti menteri dari parpol yang berbeda. Masuknya sosok menteri dari PAN, misalnya, secara kompetensi barangkali sangat layak, namun perlu dikaji dampaknya terhadap situasi pemerintahan.
Memaksakan pengisian menteri dari parpol penting untuk tujuan politis. Tapi, kocok ulang kabinet yang lebih utama adalah bersifat solutif. Masyarakat lebih membutuhkan sosok dengan kinerja konkret untuk perbaikan kondisi bangsa, bukan sekadar kompromi dan pencitraan.
Oleh sebab itu, besar harapan publik bahwa semua upaya dan kebijakan hendaknya terfokus pada kepentingan mendasar masyarakat pada umumnya, seperti pangan. sandang dan papan. Tidak kalah pentingnya adalah segera merealisasikan sejumlah proyek infrastruktur strategi dan investasi baru oleh swasta lokal maupun asing, agar terbuka lebih banyak lapangan kerja baru.
Mengingat akan hal itu, kapabilitas dan kompetensi Kabinet Kerja harus ditingkatkan dan dipertajam. Reshuffle kabinet mau tak mau harus dilakukan lagi. Presiden Joko Widodo harus berani menjadikan Kabinet Kerja sebagai zaken kabinet atau kabinet ahli.
Zaken kabinet
Zaken kabinet atau kabinet ahli, merupakan istilah sebagai alternatif dari kabinet yang berasal dari partai politik. Zaken Kabinet yang secara sederhana disebut kabinet ahli, merupakan kabinet yang terdiri dari para ahli.  Pilihlah sosok menteri yang the right man untuk ditempatkan pada posisi the right place. Para ahli yang dapat menerjemahkan program-program yang diprioritaskan presiden.
Memang, usulan tentang urgensi zaken kabinet tidak begitu disukai partai politik pada umumnya. Sebab, selalu diasumsikan bahwa zaken kabinet berarti anti menteri yang berlatar belakang partai politik.  Selain itu, pandangan seperti ini seolah-olah kabinet partai politik tidak ahli. Asumsi ini salah. Karena partai politik pun diketahui memiliki kader yang ahli dan profesional. Masalahnya adalah fokus dan loyalitas. Manakala kader partai sudah ditunjuk menjadi menteri, mampukah dia menanggalkan kepentingan partainya dan hanya fokus pada kepentingan negara? Begitupun, bersediakah dia untuk hanya loyal kepada presiden, alias tidak menerapkan loyalitas ganda?
Karena itu, kalaupun Presiden masih harus menunjuk kader partai menjadi menteri, harus dipastikan bahwa kader bersangkutan punya keahlian, profesional serta ditempatkan pada pos kementerian sesuai keahliannya. Sebaliknya, bagi partai politik yang ingin kadernya menjabat menteri pun harus mengajukan figur yang kualifaid dan punya kompetensi.
Zaken kabinet di Indonesia bukan sesuatu yang baru atau aneh. Di era kepresidenan Soekarno, Kabinet Karya yang dipimpin Djuanda Kartawijaya berkarakter zaken kabinet. Tidak ada menteri yang berasal dari partai politik. Contoh yang masih segar dalam ingatan bersama adalah kabinet sepanjang era kepresidenan Soeharto. Kabinetnya selalu beranggotakan para ahli, khususnya para menteri ekonomi. Terbukti bahwa perekonomian nasional cukup terkendali di era Soeharto.
Lebih dari itu, zaken kabinet selalu berkemampuan meraih kepercayaan dan keyakinan publik karena fokusnya adalah menjaga keseimbangan. Para profesional dalam Kabinet Kerja pasti tidak akan berbuat gaduh, karena para profesional lebih memilih bersinergi dengan kolega sesama menteri.
Merujuk dari realitas sejarah yang ada, Indonesia yang notabenenya menganut sistem pemerintahan demokrasi, jangan takut atau malu untuk mencontoh yang baik. Pendirian Presiden Joko Widodo untuk mengakomodasi aspirasi partai-partai pendukungnya memang tidak salah. Tetapi Presiden hendaknya belajar dari kabinet pemerintahan sebelumnya. Beberapa menteri harus berhadapan dengan hukum karena disangka terlibat kasus korupsi. Sangat bijaksana jika presiden tidak mengulangi kekeliruan yang sama.

                                                                                                         ——————– *** ——————–

Tags: