Protes Permen KP, Bersama Nelayan Komisi B Ancam Ngeluruk Menteri

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Kekecewaan dan kemarahan para nelayan atas keluarnya Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 1 dan 2 Tahun 2015  tentang larangan menangkap lobster, kepiting dan rajungan serta penggunaan pukat tarik, membuat Komisi B berang. Untuk itu, dalam waktu dekat ini komisi yang membidangi perekonomian bersama para nelayan akan ngeluruk Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta sekaligus mendesak agar Permen KP tersebut dicabut karena sangat merugikan nelayan.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Ka’bil Mubarok mengaku sangat kecewa dengan kebijakan Menteri KP yang sangat merugikan para nelayan. Seharusnya keluarnya Permen KP  disertai dengan piranti pendukung diantaranya terkait solusi atas larangan tersebut sehingga nelayan tidak megap-megap. Apalagi ada keluarga nelayan yakni anak dan istri yang perlu dihidupi. Di sisi lain, para nelayan saat ini sebenarnya sudah pandai dan tahu hasil laut apa saja yang dilindungi, sehingga banyak dari mereka yang melakukan bididaya hasil laut.
“Jujur kami sangat menyesalkan kebijakan yang dibuat Menteri KP dengan dikeluarkannya Permen yang sangat tak manusiawi dan terkesan ‘membunuh’ mata pencarian nelayan. Jangan asal melarang tapi tidak ada solusi atas kebijakan yang dibuat,”papar politisi asal PKB ini, Kamis (26/2).
Sementara itu,  anggota Komisi B DPRD Jatim  Zainul Luthfi mengatakan bahwa jumlah nelayan di Jatim sekitar 563 ribu. Jika masing-masing memiliki istri dan dua anak maka tidak kurang ada 2 juta penduduk Jatim yang menggantungkan hidupnya pada ikan di laut. “Kalau memang Permen KP itu merugikan nasib nelayan Jatim, tentu kami juga akan keberatan dan minta supaya Permen KP itu direvisi atau dicabut, ” ujar politisi asal FPAN DPRD Jatim.
Ia juga menengarai Permen KP itu justru menguntungkan bisnis pribadi Menteri Susi Pudjiastuti yang memiliki perusahaan ekspor ikan. Sebab ikan yang diekspor tentu harus besar-besar. “Mana mungkin rajungan, kepiting dan lobster yang ditangkap nelayan di laut bisa dipilihi yang besar-besar, kalau ikan budidaya baru mungkin. Jadi aturan itu harusnya tak dipukul rata, ” tegas Luthfi.
Selain itu, pelarangan penggunaan alat tangkap ikan pukat tarik yang sudah biasa digunakan nelayan tradisional juga tanpa diikuti sosialisasi terlebih dulu. Bahkan solusi juga tidak dipikirkan sama sekali oleh Menteri KP setelah larangan dibuat. “Kalau dilarang menggunakan pukat tarik,  harusnya dipikirkan alat tangkap penggantinya dan nelayan tentu membutuhkan waktu untuk membiasakan dengan alat yang baru,” jelas politisi asal Sidoarjo.
Dijelaskan Luthfi, potensi ekspor hasil ikan di laut Indonesia itu sekitar Rp 800 triliun,  namun realisasinya baru sekitar Rp 298 triliun. “Artinya Permen KP itu sejatinya tak menyentuh pokok persoalan. Justru adanya Permen itu akan menurunkan potensi ekspor perikanan secara nasional karena produksi nelayan turun akibat enggan ditangkap aparat karena dituding mencuri,” bebernya.
Sementara itu Wagub Jatim Drs H  Saifullah Yusuf juga akan mempelajari tuntutan nelayan Jatim yang menolak Permen KP No 1 dan No 2 Tahun 2015. “Kalau memang tuntutan nelayan itu objektif,  tentu Pemprov Jatim akan menyurati pemerintah pusat, ” jelasnya.
Terpisah,  Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jatim Heru Cahyono mengaku enggan berkomentar terkait Permen KP karena itu kewenangan pusat.  “Kalau soal itu saya enggan komentar sebab itu kewenangan pusat, ” dalih mantan Bupati Tulungagung ini.
Berdasarkan data DKP Jatim,  nilai ekspor perikanan Jatim adalah 25,7 % ekspor nasional. Sedangkan negara tujuan ekspor yakni Eropa,  Amerika Serikat,  Jepang dan Malaysia. “Kalau nelayan tak berani melaut karena takut ditangkap aparat, ya otomatis produksi ikan di Jatim ikut terdampak,” ungkap Heru.
Sedangkan sentra usaha perikanan tangkap yang ada di Jatim, lanjut Heru adalah di Brondong Lamongan, Prigi Trenggalek, Mayangan Probolinggo, Paiton Probolinggo, Tamperan Pacitan, Muncar Banyuwangi, Pancer Banyuwangi, Bulu Tuban, Paongsongan Sumenep, Lekok Pasuruan, Pondokdadap Malang, Puger Jember,  Tambakrejo Blitar serta Panceng dan Bawean Gresik.   ” Di masing-masing daerah itu, pemprov membantu pembangunan pelabuhan perikanan atau pusat pelalangan ikan,” pungkas Heru Cahyono.

Jateng dan Jabar Demo
Sementara itu dari Jakarta dilaporkan,  ribuan nelayan asal Jawa Tengah dan Jawa Barat mendatangi kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak Kamis (26/2) pagi. Mereka mengepung kantor KKP untuk menuntut pencabutan Permen KP Nomor 1 dan 2 Tahun 2015 .
Menurut penjelasan Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Hendro Pandowo, total ada sekitar 6 ribu nelayan yang mendatangi kantor KKP. “Mereka dari Rembang, Pati, Juwana, Tegal, Banteng. Jateng dan Jabar. Mereka standby sejak semalam dari Istiqlal,” jelas Hendro.
Kedatangan para nelayan, selain untuk menuntut pencabutan Permen, juga menuntut penghentian pembahasan mengenai larangan eksploitasi zona 0 hingga 4 mil dari pesisir.
Koordinator aksi dari Front Nelayan Bersatu, Tajudin bahkan mengancam akan mendatangkan lebih banyak nelayan apabila tuntutan mereka tidak dituruti. “Kami keras, karena kami dipaksa untuk keras oleh Bu Susi. Kami dianggap musuh oleh Bu Susi. Bukan partner kerja. Kalau ada satu kejadian  yang buruk, apakah itu menggeneralisir kami semuanya?” ujar Tajudin. [cty,ira]

Tags: