Proyek Besar Kota Probolinggo Lamban, Komisi 2 DRPD Gelar RDP

Komisi II DPRD saat sidak Pasar Baru, Kota Probolinggo.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kota Probolinggo, Bhirawa
Terhambatnya beberapa pembangunan di Kota Probolinggo menjadi sorotan Komisi III DPRD Kota Probolinggo. Untuk menyelesaikan hal itu, Komisi III menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP). di ruang Komisi III Kantor DPRD setempat.
Dalam RDP tersebut, Komisi III yang diketuai oleh Agus Riyanto, itu mengagendakan pembahasan putusnya kontrak proyek mulai tahun 2018 dan 2019. Senin pagi itu, Komisi III mendatangkan Dinas Pekerjaan Umum Kota Probolinggo, untuk didengarkan pendapatnya terkait kelanjutan pembangunan di Kota Probolinggo.
Banyak pembangunan yang menyita perhatian Agus Riyanto dan kawan-kawan. Di antaranya, proyek Pasar Baru dan proyek pembangunan Alun-Alun Kota Probolinggo. Diketahui, dua proyek fisik tersebut telah diputus kontrak dengan rekanannya. “Kami meminta ada target pelimpahan dokumen lelang, sehingga pembangunan bisa segera diteruskan,” kata Agus Riyanto, Selasa 7/1/2020.
Dari pihak Dinas PU menyebut, bahwa pihaknya siap melimpahkan semua dokumen lelang pada akhir Januari 2020. Dari kesiapan itu, Agus Riyanto memperkirakan 2 proyek besar itu akan dieksekusi sekitar bulan Maret atau April 2020.
Menurutnya, saat ini yang siap untuk menyerahkan dokumen lelang hanya Dinas PU dan Perkim saja. “Tapi, jika sampai batas waktu tidak menyerahkan dokumen, maka Komisi III akan kembali mendudukperkarakan,” ancam Agus. Diketahui, untuk pembangunan Pasar Baru memakan anggaran Rp 19 miliar, sedangkan proyek Alun-alun Kota Probolinggo senilai Rp 9 miliar.
Lapak-lapak di Pasar Baru, Kota Probolinggo dinilai tidak layak lagi digunakan untuk aktivitas jual beli. Soalnya kondisi lapak-lapak baik di dalam pasar yang kini direnovasi total maupun lapak relokasi di luar pasar kondisinya sempit, kotor, dan berbau.
Fakta ini terungkap saat Komisi II DPRD Kota Probolinggo melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Baru, Senin, 6 Januari 2020. Sidak dipimpin Ketua Komisi II, Sibro Malisi diikuti sejumlah anggota komisi yang membidangi ekonomi dan keuangan.
“Selain menemukan fakta, 98 persen lapak di dalam pasar dan lapak untuk pindahan pedagang tidak layak, kami juga menemukan fakta lain, petugas pemungut pajak daerah di pasar tidak menerima insentif 5 persen,” kata Sibro.
Musim hujan di awal Januari juga semakin membuat kondisi pasar di jantung Kota Probolinggo semakin semrawut. Apalagi proyek pasar yang sempat diwarnai insiden ambruknya lantai atas bangunan itu hingga kini belum selesai.
“Kondisi Pasar Baru memang semakin tidak nyaman untuk berbelanja, selain kotor dan berbau, di musim penghujan juga becek,” kata Farida. Karena itu warga Kelurahan Tisnonegaran itu lebih memilih belanja sayur-mayur kepada pedagang keliling (mlijo) ketimbang ke pasar.
Sibro dan anggota Komisi II DPRD pun blusukan di sudut-sudut Pasar Baru. Hampir semua kios di pasar dikunjungi seperti, los pedagang ikan, sayur, bumbu, hingga sembako. “Informasi dari pedagang dan pembeli, 98 persen bedak di Pasar Baru dikeluhkan kondisinya,” kata Sibro. Padahal Pasar Baru merupakan pasar induk terbesar di Kota Probolinggo.
Terkait temuan, petugas pemungut pajak di Pasar Baru yang tidak menerima insentif, politisi Nasdem itu mengaku, akan menanyakan kepada Dinas Koperasi Usaha Mikro Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP). “Itu hak petugas pemungut pajak daerah untuk menerima 5 persen dari pajak yang dikumpulkan,” ungkapnya.
Kepala UPT Pasar pada DKUPP Kota Probolinggo, M. Arif Billah yang menyertai sidak Komisi II DPRD mengaku, akan menindaklanjuti temuan tersebut. “Kami akan menindaklanjuti temuan Komisi II dan menyampaikan hal ini ke atasan,” katanya.
Arif mengatakan, Pasar Baru dihuni sekitar 700 pedagang, yang menempati bedak baik di dalam maupun di Tempat Penampungan Sementara (TPS). “Terkait bedak yang dikeluhkan pedagang, nanti akan kami benahi,” ujarnya.
Proyek fisik revitalisasi Alun-alun Kota Probolinggo akhirnya benar-benar tak selesai. Sampai batas waktu pengerjaan, proyek itu selesai 91 persen. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) pun memutus kontrak pelaksananya.
“Untuk proyek alun-alun penyelesaiannya sampai batas akhir tanggal 25 Desember mencapai 91 persen. Tinggal pemasangan rumput yang belum,” ujar Andre Nirwana, Kepala Bidang Ciptakarya di Dinas PUPR Kota Probolinggo.
Karena tidak selesai seratus persen, maka PT Faradis Mulia Makmur sebagai kontraktor disanksi dengan diputus kontrak. PT Faradis Mulia Makmur juga di-blacklist dan diharuskan membayar denda keterlambatan. Dinas PUPR sendiri menurut Andre, tetap membayar kontraktor sesuai nilai yang dikerjakan. Karena penyelesaiannya 91 persen, maka yang dibayarkan 91 persen dari nilai kontrak sebesar Rp 4,8 miliar. “Tetap dibayarkan sesuai dengan yang telah dikerjakan. Jadi 91 persen dari nilai kontraknya,” tandasnya.
Berdasarkan data dari LPSE, nilai kontrak pembangunan yang dimenangkan oleh PT Faradis Mulia Makmur itu mencapai Rp 4,8 miliar. Maka, 91 persen yang dibayarkan berarti mencapai Rp 4.368.000.000. Amin Fredy, kepala Dinas PUPR Kota Probolinggo menegaskan, proyek revitalisasi alun-alun tidak selesai. “Sudah pasti putus kontrak dan didenda karena tidak selesai pekerjaannya. Namun, kontraktor tetap dibayar sesuai dengan penyelesaian pekerjaan yang dilakukan,”terangnya.
Revitalisasi alun-alun ini merupakan proyek multiyears. Untuk tahap pertama dilakukan tahun 2019 berupa peninggian lahan, pembangunan gazebo, akses jalan, dan fasilitas, tambahnya.(Wap)

Tags: