Proyek Trem Makin Tak Jelas, Dewan Usulkan BRT

DPRD Surabaya, Bhirawa
Upaya Pemkot Surabaya untuk merealisasikan sarana transportasi massal cepat berupa  trem di Surabaya rupanya tidak semudah yang dibayangkan. Keterbatasan anggaran dan belum jelasnya skema pembiayaan, membuat proyek ini sulit diwujudkan. Sejumlah kalangan DPRD Surabaya pesimistis terhadap mega proyek pembangunan trem bisa terealisasi.
Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya Vinsensius Awey menyebut proyek trem hanya tinggal wacana. Bolak balik Pemkot Surabaya terus memberikan harapan kepada warga Surabaya sejak 2015. Namun, sampai saat ini , ujar legislator Partai Nasdem ini, harapan tinggalah harapan.
“Dari semula sudah saya sampaikan beberapa kali, trem bukanlah moda transportasi perkotaan yang cocok bagi Kota Surabaya. Akan lebih tepat apabila MRT / LRT / Monorail yang dijadikan sebagai moda transportasi perkotaan.,” ujarnya, Kamis (14/9).
Menurut Awey, membiayai MRT / LRT / Monorail juga akan terkendala soal anggaran, karena jauh lebih mahal dibandingkan trem.”Tapi masalahnya memang kembali pada anggaran, dibiayai APBD tak akan mampu, jadi memang mending pakai yang lain dulu,” ucapnya.
Jika menggandeng pihak swasta, kata Awey hal ini juga akan membebani APBD misal dari sisi subsidi tiketnya. Tentu pihak swasta ingin investasi yang dikeluarkan  secepatnya bisa BEP (Break Even Point), sehingga biaya akan dibebankan pada masyarakat pengguna trem tersebut melalui harga tiket.
Jika menggandeng pihak swasta pun dengan nilai proyek Rp 2 triliun tidaklah mudah. Awey mencontohkan, di DKI Jakarta mega proyek jadi joint venture sehingga ada separo yang merupakan beban APBD DKI dan separonya lagi pihak swasta.
“DKI dengan APBD puluhan triliun tentu sanggup membiayainya, sementara APBD Kota Surabaya sekitar Rp 8 triliun saja,” tambahnya.
Oleh karena itu, solusinya adalah menggantikan moda transportasi perkotaan dari trem menjadi BRT (Bus Rapit Transit) seperti Busway Transjakarta pilihan yang paling tepat. Anggarannya pun  jauh di bawah anggaran trem dan fungsinya sama.
Hanya yang membedakan adalah trem berbasis rel dengan kecepatan 50 – 70 km / jam untuk dalam kota. Sedangkan busway kecepatannya juga seperti itu. Jalur khusus untuk trem juga bisa digunakan untuk BRT.
“Hanya jenis BRT untuk Surabaya lebih baik yang low deck. Lebih ramah bagi orangtua  dan anak – anak dan orang berkebutuhan khusus,” pungkasnya.
Sebelumnya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan bahwa pemerintah memastikan tidak ada dana APBN untuk proyek trem. “Pusat sudah memberitahu soal ini, kami diminta memikirkan pendanaan sendiri,” katanya.
Padahal sebelumnya pemerintah komitmen untuk membantu pembiayaan trem  Rp 2,7 triliun dari APBN  dan akan cair secara bertahap. Untuk 2017 dialokasikan Rp 100 miliar dan untuk tahun depan akan lebih banyak lagi anggarannya.
Proyek trem ini digarap dimulai dari Jalan Tunjungan. Untuk loop pertama rutenya dari Tunjungan menuju Joyoboyo. Sementara untuk loop kedua dari Tunjungan ke Jembatan Merah.
Untuk arah timur-barat, Risma menyampaikan moda yang dikembangkan adalah Light Rail Transit (LRT). Untuk rute timur-barat ini lebih panjang dari yang rute trem utara-selatan. [gat]

Tags: