PSBB Diperpanjang Bukti Pemkot Surabaya Tak Berhasil Tangani Covid-19

Wakil Ketua DPRD Subaya Laila Mufidah

Surabaya, Bhirawa
Perpanjangan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSSB untuk Surabaya, Sidoarjo dan sebagian wilayah Gresik harusnya disikapi secara cepat oleh masing-masing daerah. Khususnya Kota Surabaya, di mana grafik penyebaran Covid-19 masih sangat tinggi.
Pemkot harus punya roadmap yang jelas dalam penanganan Covid-19 ini. Sebab dari roadmap yang jelas dan terukur itu penanganan Covid-19 bisa lebih baik dan efektif. Tanpa itu, penanganan pandemi ini akan serampangan, bahkan bisa dianggap masyarakat sekedar pencitraan belaka.
“Ada banyak evaluasi yang harus dilakukan Pemkot Surabaya dengan sudah berjalannya PSBB tahap satu kemarin. Misalnya bagaimana target yang terukur dari penerapan PSBB itu,” ujar Wakil Ketua DPRD Subaya Laila Mufidah.
Target-target yang dimaksud Laila misalnya mencakup berapa jumlah pengujian sampel dan tes PCR yang telah dilakukan? Selain itu juga perlu diukur sejauh mana agresifitas pelacakan penyebaran Covid-19 yang sudah dilakukan?
“Perlu dikaji juga, seberapa ketat monitoring potensi penyebaran Covid-19 di beberapa cluster,” ucap politisi PKB ini.
Menurut dia, pengawasan cluster Covid-19 sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya cluster baru. Kata Laila, yang terjadi di Surabaya malah cluster yang ada diabaikan. Dia mencontohkan, adanya cluster di pabrik rokok di kawasan Rungkut yang terkesan tidak dihiraukan Pemkot Surabaya.
“Baru setelah ramai terungkap di publik, Pemkot Surabaya seperti kebakaran jenggot,” ujar Laila.
Yang tak kalah pentingnya juga, lanjut Laila, dari roadmap tersebut bisa disusun pula penanganan jaring pengaman sosial dari berbagai sumber. Entah dari pemerintah pusat, provinsi maupun kota.
“Yang terjadi selama ini Pemkot Surabaya justru terlambat mendistribusikan jaring pengaman sosial itu. Ini seharusnya tidak terjadi jika roadmap disusun jelas sejak awal. Dan ini memang tidak seharusnya terjadi, karena menyangkut kesejahteraan rakyat yang terdampak pandemi Covid-19,” jelas Laila.
Menurut Laila, roadmap yang dimiliki Pemkot Surabaya semestisnya mencakup seluruh kegiatan penanganan Covid-19. Mulai promotif, preventif, dan kuratif. Termasuk roadmap juga harus jelas mengatur penerapan anggaran, refocusing, realokasi yang akuntabel dan transparan.
“Mungkin ada yang bertanya, kemampuan fiskal APBD Surabaya bagaimana dalam penanganan Covid-19 ini? Pertanyaan itu bisa saya jawab dengan. Ini bukan persoalan cukup memadai atau tidak. Tapi mau atau tidak melakukannya,” jelasnya.
Memang target pendapatan Rp 4,3 triliun dari sektor jasa khususnya perhotelan, restoran yang tahun lalu berkontribusi pada PAD sebesar Rp 800 miliar akan berkurang.
Juga, dana tranfer dari pusat bisa berkurang sampai 10 persen atau sekitar sekitar Rp 200 M, di mana itu bisa menyebabkan penurunan APBD sekitar Rp 1,5 triliun. Dari Rp 10,3 triliun menjadi Rp 8,8 triliun.
Namun yang harus dicatat dan digarisbawahi adalah regulasi dari pusat lewat surat keputusan bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri sebenarnya sangat memberikan ruang untuk penyesuaian postur perubahan anggaran yang fleksibel.
Kebijakan yang tertuang dalam SKB itu tentu tujuannya baik, agar pandemi Covid-19 bisa segera teratasi. “Jadi sekali lagi ini bukan masalah cukup atau tidak, tapi mau atau tidak,” tegasnya.
Laila mengaku selama ini sangat banyak menerima keluhan masyarakat yang terdampak. Mereka belum tertangani dengan baik dan cepat oleh Pemkot Surabaya.
Contoh kongkritnya saja bagaimana bantuan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Surabaya sangat amburadul. “Banyak media kan sudah mengungkap hal itu. Penyaluran bantuan untuk MBR justru tidak tepat sasaran,” katanya. [dre]

Tags: