PSBB Jawa-Bali Dinilai Pakar Epidemiologi Prediksi Tak Efektif

Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), Dr Windhu Purnomo dr MS

Putus Mata Rantai Covid-19, Pemerintah Diminta Fokus Isolasi
Surabaya, Bhirawa
Pemerintah telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk wilayah Jawa-Bali pada 11-25 Januari 2021 mendatang. Namun, tidak semua kabupaten/kota akan menerapkan kebijakan ini. Hanya daerah dengan peningkatan kasus Covid 19 diatas rata – rata kasus aktif nasional atau yang memenuhi salah satu unsur dari empat parameter yang ditetapkan.
Misalnya di Jatim, prioritas PSBB akan dilakukan di Surabaya Raya dan Malang Raya. Terkait Hal itu Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), Dr Windhu Purnomo dr MS memprediksi jika hasil (penerapan PSBB, red) ini tidak efektif. Sebaliknya, kebijakan ini hanya mampu mengerem sedikit daerah PSBB. Sedangkan untuk daerah yang tidak PSBB kasus Covid 19 akan tetap meningkat.
“Yang namanya PSBB ini kan semi lokcdown ya. Kalau memang memilih itu, jangan cuma nama. Karena selama ini (kebijakan PSBB) formalistik. Namanya PSBB tapi dalamnya bukan PSBB. Seperti PSBB di Surabaya Raya dulu saya sebut abal – abal saja. Karena substansinya pergerakannya seperti biasa, mall masih buka, meskipun berkurang sedikit. Tetapi, jika PSBB dilakukan secara sungguh – sungguh dan substantif diharapkan efektif,” jelas Windhu ditemui Bhirawa, Kamis (7/1).
Windhu menjelaskan, ide pemerintah PSBB Jawa – Bali, sama halnya ketika ia mengusulkan PSBB di awal September tahun lalu saat DKI PSBB lagi. Ia menyebut, dalam kasus PSBB di DKI hanya Jakarta saja yang menerapkan hal itu. Sementara Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) tidak menerapkan.
“Secara epidemiologi wilayah sekitar DKI Jakarta ini kan satu kesatuan. Begitupula PSBB di Jawa – Bali dan Madura ini kan juga satu kesatuan. Jadi seharusnya kalau mau PSBB ya serentak. Tidak dipilihi,” tegasnya.
Windhu juga menilai beberapa daerah yang terpilih dalam penerapan PSBB di Bulan Januari ini masih parsial dan tidak merata. Sebab, Surabaya Raya dan Malang Raya bukanlah daerah dengan zona merah. Pasalnya ada beberapa daerah lain di Jatim yang berada di zona merah dan masih fluktuatif.
“Kalau berbicara PSBB dan kriteria penerapan PSBB, ini kan salah satunya kematian ratenya lebih tinggi dari nasional. Jatim, kalau dilihat 36 kabupaten dan kotanya angka kematiannya diatas nasional yaitu diatas 3%. Yang dibawah 3% hanya Pacitan dan Tulungangung. Jadi yang harus di PSBB ya banyak, bukan cuma dua wilayah itu. Jadinya kan nggak konsisten yang di PSBB ini. Ini contoh kalau PSBB ini formalistik saja,” jabar dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair ini.
Dikatakan formalistik, sebab menurut Windhu, pemerintah masih memperbolehkan perbelanjaan seperti mall untuk beroperasi, rumah ibadah dengan kapasitas 50%, dan memperbolehkannya dine in di resto.
“Jadi cuma nama, substansinya ndak ada. Orang masih bergerak, masih mungkin berkerumun. Jadi kalau tidak sungguh – sungguh ya nggak usah, karena yang penting penemuan kasus dan isolasi. Testing dan tracing ditingkatkan,” tambahnya.
Justru, lanjut nya, pemerintah harus fokus untuk isolasi masyarakat yang terjangkit pertama kali. Jika ini berhasil dilakukan maka selesai tingkat penularan. Di samping itu masyarakat juga patuh dan disiplin dalam menerapkan 3M 100%. Dibarengi dengan monitoring Satgas pusat.
“Tapi yang terjadi saat ini tingkat kepatuhan masyarakat turun, yang mau pakai masker tinggal 55%, jaga jarak hanya 45%. Ini yang harus diurusi, kalau PSBB saya khawatir nanti ada pembangkangan sosial juga. Karena orang sudah mulai lelah, sudah terlalu lama dan tidak ada perubahan, kasus juga terus meningkat. Kalau (PSBB) sebagai pilihan ya harus sungguh – sungguh, yang membangkang ya ditindak tegas,” tegasnya. [ina]

Tags: