PSK Lokalisasi Bisa Dipidanakan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Kejati, Bhirawa
Mucikari dan pekerja lokalisasi di Dolly bisa saja dipidanakan bila tetap bandel membuka tempat prostitusi tersebut usai lebaran. Adapun pasal berlapis yang dapat dijeratkan pada mucikari dan penyedia wisma yakni pasal 296 dan 55 KUHP.
Kasi Penkum Kejati Jatim Romy Arizyanto menerangkan, memang ada undang-undang yang mengatur hal tersebut. Jadi, KUHP berlaku kepada siapa saja yang melanggarnya. Hanya saja, karena sudah terdapat Peraturan Daerah (Perda) No 7 Tahun 1999 maka KUHP memiliki tahapan untuk dilaksanakan. “Pemidanaan ini tentunya ada proses tersendiri,” terangnya, Kamis (26/6).
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim Andi Muhammad Taufik menambahkan sebagaimana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), disebutkan jika mucikari/germo, makelar pelanggan dan penyedia lokasi/wisma bisa dijerat pasal 296 da 55 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun 4 bulan penjara.
“Pidana ini juga diberlakukan pada penyedia sarana untuk melakukan perbuatan asusila,” ungkap Aspidsus.
Hanya saja, Andi memaparkan, kejaksaan tak bisa sebagai penyidik dalam kasus yang bermula dari penutupan Gang Dolly dan Jarak. Ia menegaskan, jika penegakan hukum bergantung pada langkah kepolisian untuk memberantas tindakan asusila ini.
Sebab, profesi mucikari/germo, makelar dan penyedia sarana masuk pada ranah pidana umum yang pembuktiannya dilakukan penyidik kepolisian. “Kalau melihat dari pasal di KUHP, jika Dolly tetap dibuka setelah dinyatakan tempatnya tertutup, bisa diseret ke pidana,” tegasnya.
Untuk pasal berlapis, bisa dikenakan kepada penyedia sarana, seperti pemilik wisma. Sebagaimana dijelaskan Taufik, pasal 55 KUHP tentang keturutsertaan atau kerjasama menyediakan prasarana berbuat cabul atau asusila, dapat dijadikan dasar pidana bagi oknum ini.
Disinggung  dukungan dari kejaksaan atas penutupan Dolly, Andi menambahkan, pihaknya memastikan akan mendukung terus soal penutupan lokalisasi Dolly. Adapun bentuk dukungannya adalah dengan memidanakan siapa saja yang diusut oleh kepolisian. “Sepanjang polisi memproses, maka kami akan lanjutkan. Kita tidak bisa tindaklanjuti karena ini urusan pidum,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, perizinan lokalisasi Dolly di masa Wali Kota Surabaya Sunarto Sumoprawiro akhirnya tak berlaku lagi setelah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memutuskan menutup Dolly dan Jarak secara bertahap. Risma menjanjikan Dolly tak akan beroperasi lagi setelah lebaran 2014, meski deklarasi penutupannya telah dilakukan pada 18 Juni lalu.
Sayangnya, hingga kemarin dari total 1.449 PSK Dolly yang terverifikasi, baru 357 orang yang mengambil dana kompensasi berupa buku tabungan Bank Jatim nilai Rp 5.050.000. Kemudian dari 311 mucikari yang terdaftar, hanya ada 63 orang yang mengambil haknya yaitu Rp 5 juta per orang.  Bahkan ada sebagian PSK dan mucikari yang telanjur mengambil dana kompensasi, mengembalikan lagi.
Walaupun banyak PSK di lokalisasi Gang Dolly dan Jarak yang mengembalikan uang kompensasi, Pemprov Jatim tetap kukuh pada pendirian dan keputusannya. Gang Dolly dan Jarak tetap akan ditutup selamanya.
“Keputusan itu sudah final. Harus ditutup permanen, tidak akan dibuka lagi. Kita tidak mungkin menarik lagi keputusan yang sudah disepakati bersama. Ini adalah tantangan yang harus dihadapi dan pemerintah tidak boleh kalah,” tegas Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum ditemui di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (26/6).
Gubernur Soekarwo tidak mempersoalkan banyak PSK atau mucikari yang kini mengembalikan uang kompensasi. Mantan Sekdaprov Jatim ini justru mempersilakan dikembalikan kalau tidak berkenan menerima kompensasi yang diberikan pemerintah.
“Langkah para PSK dan mucikari tersebut tidak lantas akan menyurutkan niat kita menutup secara permanen kawasan pelacuran Gang Dolly dan Jarak. Mau diambil silakan, dikembalikan ya silakan. Tetap kita akan tutup secara permanen. Jangan berharap bahwa akan dibuka kembali hanya gara gara mereka mengembalikan uang kompensasi,” ujarnya.
Menurut Pakde Karwo, sapaan lekat Soekarwo, pemberian kompensasi merupakan itikad baik dari pemerintah. Namun bila itikad baik tersebut ditanggapi tidak bagus dan kemudian dikembalikan, maka bukan lagi menjadi tanggungjawab pemerintah melainkan individu.
Dijelaskannya, pada Ramadan ini banyak lokalisasi yang memang ditutup, termasuk Gang Dolly dan Jarak. Tapi, tidak akan jeda di Ramadan saja, melainkan akan selamanya. “Mereka mungkin berpikir penutupan hanya selama Ramadan, setelah selesai  nanti dibuka lagi.  Tidak seperti itu, setelah Ramadan tetap harus tutup dan ini  berlaku tidak hanya kawasan gang Dolly tapi juga di sejumlah lokalisasi  di seluruh Jatim,” katanya.
Karena itu, lanjutnya, sebelum mereka pulang diberikan pesangon, serta dasar-dasar agama termasuk pelatihan sehingga mereka bisa bekerja di bidang lain secara profesional. Pemerintah sudah berusaha keras agar PSK ini menjadi wanita bermartabat dan tidak menjajakan diri lagi.
Pakde Karwo mengakui, penutupan Dolly dan Jarak ini masih banyak masalah. Tapi, jangan karena ada masalah lantas mundur dari masalah itu. “Solusi ya mereka kita berikan pelatihan termasuk pesangon. Inilah itikad baik pemerintah mengentas mereka,” pungkasnya.

Tindakan Tegas
Pemkot Surabaya siap memberikan tindakan tegas terhadap wisma yang tetap buka pasca deklarasi penutupan lokalisasi Dolly – Jarak dan juga selama bulan Ramadan.
Hal tersebut ditegaskan oleh jajaran pimpinan daerah Kota Surabaya yang diwakili Kasubag Humas Polrestabes Surabaya Kompol Suparti, Asisten Operasi Gartap III Surabaya Kolonel Marinir Sri Sulistyo, Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto dan Kepala Dinas Sosial Surabaya Supomo kepada wartawan kemarin.
Menurut Kepala Satpol PP kota Surabaya Irvan Widyanto Pemkot Surabaya akan mengedepankan upaya preventif, persuasif dan humanis dalam penanganan di kawasan tersebut. Pemkot berkeinginan agar masyarakat di kawasan tersebut, untuk hidup lebih baik dan lebih bermartabat.
”Kita juga melakukan pendekatan humanisme. Kita tidak lelah menumbuhkan kepedulian kepada rekan-rekan yang masih melakukan penolakan,” tegas Irvan Widyanto.
Menurut mantan Camat Rungkut ini, sebagai pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemkot Surabaya memiliki hak dan wewenang untuk mengatur pemerintahan sendiri selain sembilan hal yang ditangani pusat.
Salah satunya, Pemkot  Surabaya memiliki fungsi mengatur dan memberdayakan warga. Pemkot mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak diperbolehkan.
”Pemerintah bersama warga telah menyatakan melalui deklarasi kemarin, bahwa itu bukan lagi lokalisasi. Setelah dideklarasikan, kawasan tersebut bukan ditutup melainkan dialihfungsikan, seperti beralihfungsi kos-kosan atau tempat usaha. Sebab, kita juga punya Perda 7 Tahun 1999 bahwa rumah tidak diperbolehkan untuk tempat pemikatan,” jelas Irvan .
Menurut Irvan, selama bulan puasa  nanti, pihaknya akan tetap melakukan sweeping terhadap eks lokalisasi yang memang harus dilakukan dan wajib tutup. Dia juga mengimbau semua pihak agar menjaga untuk tidak ‘mengadu domba’ agar tidak sampai terjadi konflik horizontal.
”Kita hindarkan diri dari yang namanya konflik horizontal. Tidak boleh terjadi ada korban atau yang dikorbankan. Tidak boleh ada, baik yang menolak atau setuju yang menjadi korban, itu keinginan dari ibu Wali Kota Tri Rismaharini,” sambung mantan Kabag Pemerintahan Pemkot Surabaya ini.
Dukungan serupa juga diungkapkan oleh Kasubag Humas Polrestabes Surabaya Kompol Suparti. Menurutnya, sejak awal Polrestabes Surabaya mendukung sepenuhnya rencana Pemkot Surabaya dalam penutupan lokalisasi Dolly-Jarak. [bed.iib.dre.geh]

Rate this article!
Tags: