PSSI Lepas Komandan

Masih separuh periode memimpin, Edy Rahmayadi memilih mundur sebagai Ketua Umum PSSI. Selain karena desakan reformasi total persepakbolaan, juga disebabkan kesibukan gubernur Sumatera Utara tidak bisa mendua kerja. Masih banyak catatan “hutang” yang harus diselesaikan oleh pucuk pimpinan baru. Dua masalah terbesar (dan akut), berupa pengaturan skor, dan merosotnya prestasi, wajib menjadi prioritas.
Pernyataan pengunduran diri Ketua Umum dinyatakan pada forum Kongres Tahunan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) di Bali, (20 Januari). Telah diterima aklamasi peserta Kongres. Delegasi Kongres tahunan diikuti sebanyak 85 voters. Terdiri dari 34 Asosiasi Provinsi (Asprov), 18 klub Liga 1, 16 klub Liga 2, 16 klub Liga 3, dan 1 Asosiasi Futsal. Kongres menyepakati Wakil Ketua Umum (Joko Driyono) sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum.
Boleh jadi akan dilaksanakan kongres luar biasa (KLB) PSSI. Seperti dulu, Rahmayadi terpilih dalam KLB di Jakarta, November 2016. Plt Ketua Umum saat ini, tergolong “senior” di PSSI. Berbagai jabatan strategis pernah diamanatkan. Diantaranya, CEO Liga Indonesia, serta Sekretaris Jenderal PSSI sejak tahun 2013. Sebelumnya, Joko Driyono merupakan pemain sepakbola pada Piala Suratin, dan manajer klub.
Persepakbolaan nasional kini berada pada peringkat ke-159 FIFA, dengan nilai 1003 poin. Masih dibawah Vietnam (ke-112), Thailand (ke-129), dan Myanmar (ke-142). Sangat mengecewakan. Namun yang lebih mengecewakan, adalah masih bercokolnya sindikat pengaturan skor di Liga Indonesia. Sementara ini yang terungkap di Liga 2, dan Liga 3. Namun bukan tidak mungkin akan terungkap pula sindikat yang sama pada Liga 1.
Satgassus seyogianya juga bersama masyarakat dunia memberantas mafia “judi” pertandingan. Penegakan hukum terhadap pelaku pengaturan skor, bukan sekadar diancam hukuman disiplin. Melainkan wajib pula ditambahkan ancaman pidana setara penyuapan aktif dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Piadana) pasal 209 dan pasal 210.
Bahkan penegak hukum perlu memberlakukan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Walau tidak mudah. Karena pasal-pasal dalam KUHP tentang suap, rata-rata menyasar pada pegawai pemerintah atau penyelenggara negara. Sedangkan pelaku maupun penerima suap pada pertandingan olahraga, bukan pejabat pemerintah, bukan pula pegawai negeri. Pelaku suap bisa terhindar dari sanksi pidana.
Namun masih terdapat UU Nomor 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. UU ini sangat sederhana. Hanya terdiri dari 6 pasal. Namun cukup lama tidak pernah digunakan. Termasuk pasal terakhir (ke-6) yang menyatakan berlakunya undang-undang sejak diundangkan (27 Oktober 1980). Hingga kini UU yang telah berusia 28 tahun, masih berlaku. Terasa lebih “mandraguna” menjerat sindikat pengaturan skor di Liga Indonesia.
Sepeninggal Ketua Umum lama, yang dihadapi PSSI bukan enteng. Terutama ke-prestasi-an sepakbola, setidaknya di kawasan Asia Tenggara tahun (2019) ini. Yakni, Piala AFF Putra dan Putri U-15, dan Piala AFF Putri. Ketiganya diselenggarakan di Thailand. Juga terdapat Piala AFF Putra U-18 di Vietnam, dan Piala AFF U-22 di Kamboja. Indonesia tidak menjadi tuan rumah sepanjang 2019, karena telah memborong tujuh even selama tahun 2018.
Selama kepemimpinan Rahmayadi, hanya satu podium tertinggi diperoleh PSSI, sebagai juara (Piala) AFF U-16 pada tahun 2018. Sedangkan yang lebih senior, U-19 menempati peringkat ketiga, dan Timnas U-23 meraih perunggu SEA Games 2017. Paling tragis, Timnas gagal menembus babak 8 besar Asian Games 2018. Seharusnya, Joko Driyono telah memiliki catatan sepakbola komplet. Terutama berbagai “penyakit” akut yang selalu mendera PSSI. Tak terkecuali pembinaan suporter.

——— 000 ———

Rate this article!
PSSI Lepas Komandan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: