PT SHARP Electronics Dirikan Instalasi Panel Surya di Pulau Sangiang

Tim Sharp saat mengecek instalasi panel surya sebelum dioperasikan.

Surabaya, Bhirawa
Bersama-sama dengan Yayasan Terangi (Terumbu karang Indonesia) dan BKSDA TWA Pulau Sangiang, PT SHARP Electronics Indonesia melalui program ‘SHARP Solar Panel Project’ mendukung kegiatan konservasi penyu dengan cara memfasilitasi tenaga listrik yang ramah lingkungan.
Kebutuhan listrik itu akan dipergunakan untuk sistem sirkulasi air (running water system) berupa pompa, filter dan jaringan pipa. “SHARP memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap pelestarian lingkungan dan kenekaragaman hayati Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama, penyu merupakan hewan yang dilindungi dan sudah terancam punah keberadaannya di dunia,” ungkap PR, CSR & Promotion Manager  PT Sharp Electronics Indonesia, Pandu Setio saat dikonfirmasi Bhirawa, Kamis (5/10) kemarin.
Pandu menambahkan melalui program ‘SHARP Solar Panel Project’ memberikan kontribusinya untuk melestarikan penyu supaya anak-anak Indonesia di masa depan masih dapat mengenal dan melihat keberadaan penyu secara langsung tidak hanya melalui gambar.
Sementara itu Indonesia saat ini memiliki enam spesies penyu dari tujuh  spesies yang tercatat di dunia, yaitu penyu  hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu  abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), serta penyu tempayan (Caretta caretta).
“Diharapkan dengan adanya area konservasi penyu di Pulau Sangiang ini akan meningkatkan kesadaran pengunjung dan penduduk pulau akan pentingnya menjaga kelestarian penyu. Pelestarian penyu merupakan tanggung jawab kita semua, kita dapat berkontribusi melakukan pelestarian dengan cara kita masing-masing seperti stop makan telur dan daging penyu, stop membeli pernak-pernik berbahan tempurung penyu, stop membeli dan memelihara tukik dan yang paling penting adalah menjaga area tempat penyu bertelur dan tidak mengganggu habitat penyu-penyu tersebut,” jelasnya.
Pulau Sangiang yang terletak di Selat Sunda, merupakan kawasan tempat persinggahan migrasi penyu antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan untuk bertelur, sehingga lokasinya yang dekat dengan perkotaan dan lingkungan penduduk menjadikan telur-telur dikawasan ini rentan rusak dan dicuri.
Dilatarbelakangi hal tersebut, Yayasan TERANGI bersama dengan BKSDA TWA Pulau Sangiang, berupaya untuk mengembangkan penetasan penyu di Pulau Sangiang sebagai sarana konservasi penyu. Namun konservasi penyu di pulau ini bukanlah perkara yang mudah, minimnya asupan listrik menjadikan area konservasi tukik menjadi tidak optimal. Sebelum siap di lepas ke laut, telur yang sudah menetas dan menjadi tukik akan tinggal di kolam pembesaran.
Tukik-tukik ini akan dimonitor pertumbuhan dan kesehatannya. Bahkan hingga saat ini, tukik yang baru menetas ditempatkan ke dalam kolam dengan sirkulasi air yang bergantung pada tenaga manusia. “Walaupun upaya pembersihan dan penggantian air telah dilakukan oleh staf BKSDA, tapi keterbatasan sumberdaya manusia membuat proses penggantian air tidak dapat dilakukan lebih sering, akibatnya kotoran dan bekas-bekas makanan menetap pada kolam,” pungkas Ketua Yayasan Terumbu Karang Indonesia ( TERANGI ),  Safran Yusri.
Hal tersebut menyebabkan kualitas air pada bak penampungan tidak terjaga, keadaan yang disukai oleh jamur, ganggang dan bakteri. Kondisi saat ini, sebagian tukik yang tinggal dalam bak mengalami infeksi oleh jamur dan bakteri pada lipatan kulit dan mata. “Selain itu, karapas bagian punggung juga ditumbuhi oleh jamur dan ganggang. Tukik-tukik yang mengalami infeksi tersebut memiliki kemungkinan hidup yang lebih kecil dibandingkan tukik yang sehat,” tandas Safran. [riq]

Tags: