PTN Akan Tentukan Kuota SNMPTN Per Sekolah

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Pada pelaksanaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun lalu, panitia mencoret sejumlah sekolah yang terindikasi melakukan kecurangan dengan mengatrol nilai rapor di Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). Padahal cara semacam itu tak akan berpengaruh dalam meloloskan siswa ke PTN.
Seperti diungkapkan Rektor ITS Tri Yogi Yuwono, mengatrol nilai raporĀ  siswa itu akan sia-sia. Sebab, pihaknya tidak akan membandingkan rapor siswa dari SMA satu dengan SMA lainnya. ITS hanya akan membandingkan nilai siswa dalam satu sekolah. “Dan dalam satu sekolah tidak mungkin nilainya 100 semua. Pasti ada yang sangat bagus, bagus dan biasa,” kata Tri Yogi saat ditemui, Selasa (27/1).
Dijelaskan Tri Yogi, dalam penilaian SNMPTN ini pihaknya lebih dulu akan menilai masing-masing sekolah. Parameter penilaiannya dilihat dari nilai alumni SMA itu yang kuliah di ITS, akreditasi sekolah serta prestasi-prestasi sekolah. Dari parameter ini akan diranking nilai masing-masing sekolah untuk menentukan kuota siswa di sekolah itu yang bisa masuk ke ITS. Selanjutnya, pihaknya baru melihat nilai siswa dari prestasi akademik yang terkait dengan nilai rapornya. Nilai siswa ini selanjutnya diranking.
Siswa yang masuk ranking di dalam kuota sekolah, maka dialah yang akan masuk ITS. “Misalnya SMA A dapat kuota 50. Maka siswa yang masuk ranking 1 hingga 50 itulah yang akan masuk sesuai dengan prodi pilihannya,” terang Guru Besar Teknik Mesin itu.
Menurut Yogi, mekanisme ini cukup adil karena tidak akan terpengaruh dengan mark up nilai yang dibuat sekolah. “Jadi tidak perlu membanding-bandingkan nilai sekolah satu dengan lainnya. Karena persaingan hanya akan terjadi di dalam sekolah itu,” tukasnya.
Hingga kemarin, ITS belum menentukan kuota mahasiswa baru pada 2015. Dia hanya memperkirakan kuota akan turun sekitar 5 persen dari sebelumnya sekitar 3.357 mahasiswa baru pada 2014. Penurunan kuota ini disebabkan karena tenaga pengajar (dosen) di ITS banyak yang pensiun. Dari 945 dosen pada 2013, kini tinggal sekitar 900 dosen. Itupun sudah termasuk dosen yang tugas belajar.
Meskipun tahun ini ada rekrutmen dosen, Tri Yogi memastikan tetap akan menurunkan kuota mahasiswanya demi kualitas pendidikan di ITS. Pihaknya memang menstandarkan perbandingan dosen dan mahasiswa maksimal 1:20.
Sementara itu, Universitas Negeri Surabaya juga akan menggunakan mekanisme yang sama dengan ITS. Yakni melihat dulu nilai sekolah baru nilai siswa. Dengan mekanisme ini persaingan antar siswa dalam satu sekolah cukup besar, terutama untuk prodi-prodi tertentu.
Rektor Unesa Prof Warsono menyarankan para siswa untuk pintar memilih prodi, disesuaikan dengan nilai dan prestasinya.
“Jangan sampai ada dua siswa yang memiliki rankingnya berjauhan tetapi memilih prodi yang sama. Ya pasti ranking yang tinggi akan dipilih. Siswa harus belajar itu,” terang Guru Besar Pendidikan Kewarganegaraan.
Warsono juga mengingatkan sekolah untuk tidak me-mark up nilai sekolah dan siswanya. Jika hal itu terjadi, maka akan menjadi catatan untuk SNMPTN 2016. Saat ini saja pihaknya sudah mengantongi nama-nama sekolah yang diduga me-mark up nilai siswa di SNMPTN tahun lalu. Dan sekolah ini akan menjadi catatan khusus. “Kami ingin membangun karakter sekolah dan kontinuitas pendidikannya. Jadi kecurangan ini akan menjadi catatan khusus,” tegasnya.
Selain mempertimbangkan nilai sekolah dan nilai siswa, kampus pencetak guru ini juga akan mempertimbangkan penyebaran wilayahnya. Karena itu pihaknya menarget seluruh provinsi di Indonesia akan mendapat jatah mahasiswa baru. Hanya saja, kuotanya disesuaikan dengan pendaftarnya. “Kalau dari kualitas keseluruhan, kan tidak mungkin membandingkan wilayah Papua dengan sini (Jatim), tetapi pasti ada yang bagus dari sana. Karena itu kami akanĀ  menampung masing-masing provinsi,” pungkasnya. [tam]

Tags: