PTN Tak DiDukung BOPTN Layak

Kampus Unair SurabayaSurabaya, Bhirawa.
Alih-alih mendorong Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia menjadi world class university. Hingga saat ini, sejumlah PTN nyatanya masih kelimpungan soal Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang jauh dari kata ideal. Bahkan beberapa PTN harus siap menanggung rugi tiap semesternya.
Hal tersebut terungkap dalam kunjungan kerja Komisi X DPR RI di Universitas Airlangga (Unair), Kamis (10/3) kemarin. Dalam pertemuan itu, sejumlah rektor PTN membeberkan keluhannya terkait BKT yang tidak bisa terpenuhi baik melalui Uang Kuliah Tunggal (UKT) maupun Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
Seperti diungkapkan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Joni Hermana. Sejauh ini pihaknya tidak bagaimana mekanisme yang ditetapkan pusat dalam mengucurkan besaran BOPTN. Dalam aturannya, besaran BOPTN ditentukan dari besarnya BKT dikurangi UKT yang ditarik dari mahasiswa. Dengan demikian, jika BKT ITS sebesar Rp162 miliar, dan UKT yang ditarik dari mahasiswa sebesar Rp69 miliar maka BOPTN harusnya diterima Rp92miliar.
“Tapi tahun 2015 lalu kita hanya mendapat BOPTN Rp72 miliar. Jadi minusnya sampai Rp20 miliar,” tutur Prof Joni.
Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) itu merinci, BKT setiap mahasiswa per semester diperkirakan mencapai Rp9,5 juta. Namun, dari BOPTN dan UKT yang dikelola kampus, BKT hanya sekitar Rp4 juta per semester. “Jadi kekurangannya mencapai Rp 5,5 juta per mahasiswa per semester,” terang Prof Joni.
Tahun ini, Joni memastikan kekurangan BKT akan semakin tinggi. Sebab, BOPTN yang diterima ITS hanya sebesar Rp62 miliar. “Terus terang kami sebenarnya malu mengungkapkan hal ini dalam forum rektor. Tapi ini harus disampaikan,” kata dia.
Hal senada juga diungkapkan Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Warsono. BKT di Unesa ditetapkan sebesar Rp8 juta per mahasiswa per semester. Namun, dari UKT dan BOPTN yang diterima tahun lalu hanya mampu mengkaver BKT sebesar Rp3 juta per mahasiswa per tahun. Jadi minus BKT yang terjadi di Unesa sebesar Rp5 juta per mahasiswa per semester. “Kita menerima BOPTN tahun lalu sebesar Rp 40 miliar dari BOPTN,” kata dia.
Prof Warsono juga tidak dapat menjelaskan dasar apa yang digunakan pemerintah saat ini untuk menetapkan BOPTN tiap universitas. Sementara aturan terkait UKT di PTN secara otomatis telah meniadakan kenaikan sumbangan pendidikan (SPP) dari mahasiswa. “Jadi kebutuhan BKT yang belum dipenuhi dari UKT seharusnya dapat dipenuhi melalui BOPTN,” lanjut dia. Apalagi di Unesa, lanjut dia, golongan UKT tertinggi hanya sebesar Rp5,5 juta. Sementara golongan UKT yang paling dominan adalah golongan 1-3. “Seharusnya yang paling besar golongan 1-3 ini mendapat subsidi lebih banyak dari pemerintah dalam bentuk BOPTN,” kata dia.
Selain transparansi, Prof Warsono juga menyayangkan terkait siklus pencairan BOPTN yang tidak tepat waktu. Hingga saat ini, pihaknya mengaku belum tahu berapa besaran BOPTN yang akan diterima kampusnya untuk tahun ini. “Mudah-mudahan bulan ini sudah mulai proses pencairan,” kata dia.
Sementara itu, Ketua tim kunjungan kerja Komisi X DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menjelaskan, permasalahan kurangnya BOPTN dan beasiswa yang disalurkan dihadapi semua PTN yang pernah dikunjungi komisi X DPR RI. Halini akan menjadikan pertimbangan dalam penyusunan APBN-P.
Saat ini, lanjut Kharis, Komisi X DPR tengah mengupayakan kenaikan dana BOPTN pada 2017 menjadi Rp. 5,57 triliun. Angka itu naik Rp1,1 triliun dibanding anggaran BOPTN tahun ini.”BOPTN yang terlambat itu terkait di sistem, memang paling cepat Februari, Kemenkeu harus mengubah sistemnya untuk bisa menormalkan penerimaan bantuan sesuai jadwal,” terangnya. DPR sendiri telah memberikan persetujuan alokasi dana per November,sehingga harusnya sudah ada perencanaan alokasi dana agar segera disalurkan. [tam]

Rate this article!
Tags: