PTN Tanggapi Sinis Rencana Impor Guru Besar

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) terus mendorong Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia masuk peringkat kelas dunia. Salah satu cara yang akan dilakukan ialah mengimpor guru besar dari luar negeri. Sayang, hal ini justru direspon sinis oleh sejumlah kalangan dari PTN.
Sekretaris ITS Melania S Muntini mengatakan kampusnya selama ini sudah banyak menjalin kerjasama dengan profesor dari kampus di luar negeri. Terutama kerjasama bidang riset. Karena itu dia menilai, impor guru besar tidak relevan. Pola yang sudah diterapkan seputar kerjasama yang sudah jalan serta keberadaan mitra dalam berbagai kegiatan lebih dipilih.
“Selain itu join riset, ada join publikasi, dan join supervisor. Kalau ITS sesungguhnya sudah banyak kerjasama dan profesor yang datang dari luar negeri. Tapi mereka tidak tinggal,” kata Melania, Selasa (18/10).
Untuk join riset dan join publikasi, kata Melania, sebenarnya cukup komunikasi melalui email atau aplikasi lain. Setelah itu ditindakkanjuti kedatangan profesor asing ke kampus, dan disusul pertemuan di negara mereka. Dalam setahun dua sampai tiga kali kedatangan maupun kunjungan seperti ini. Di ITS sendiri, kini telah memiliki 306 doktor yang merupakan calon profesor.
Sementara itu, Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jatim Prof Teguh Sudarto berpendapat lain. Pihaknya mengakui, banyak perguruan tinggi di Indonesia, utamanya negeri kekurangan guru besar. “Idealnya 10 persen dari total dosen adalah profesor, 40 persen doktor, sisanya master,” kata Teguh.
Untuk mencapai angka ideal profesor harus kerja keras untuk melaksanakan Tri Darma perguruan tinggi. Ini akan dinilai untuk kepangkatan dan capaian guru besar. “Keberadaan jumlah profesor di Indonesia masih rendah. Karena itu para doktor harus didorong menjadi profesor. Caranya dengan meningkatkan penerapan Tri Darma perguruan tinggi,” sambungnya.
Untuk hasil penelitian harus dipublikasikan ke skala internasional, melalui jurnal yang terindeks fokus. Harapannya, penelitian profesor Indonesia diakui dan berkaliber internasional bersamaan era global ini. “Karena Menristekdikti merasa jumlah profesor kurang maka perlu mendatangkan profesor dari luar negeri, namun harus yang kualitas. Bentuknya bisa melalui kerjasama riset,” ulasnya.
Keberadaan profesor impor ini tidak akan seterusnya. Karena hanya untuk merangsang memunculkan profesor lokal. Selain itu mereka menjadi mediator kerjasama dehgan kampus di negara asalnya. [tam]

Tags: