PTS Keluhkan Distribusi Dosen DPK Tak Merata

Peringatan dies natalis di STIE Perbanas dimulai dengan membentangkan 1000 payung bertuliskan semangat membangun soft skill mahasiswa. [adit hananta utama/bhirawa]

Peringatan dies natalis di STIE Perbanas dimulai dengan membentangkan 1000 payung bertuliskan semangat membangun soft skill mahasiswa. [adit hananta utama/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Pemerintah agaknya harus lebih jeli dalam mendistribusikan dosen berstatus PNS ke Pergurun Tinggi Swasta (PTS). Sebab, keberadaan dosen diperbantukan (DPK) itu ternyata tidak merata sebarannya. Kondisi ini pun memantik keprihatinan sejumlah PTS di Surabaya.
Fakta ini semakin ironis lantaran tak ada PTS yang memahami tentang mekanisme pendistribusian dosen DPK dari Kopertis. Sehingga, penerima dosen DPK bisa dipastikan hanya kampus-kampus itu saja.
“Sebenarnya kebutuhan banyak. Tapi sejak 2008 lalu, tak ada lagi dosen DPK yang diberikan Kopertis,” tutur Kepala Bagian Sumber Daya Manusia STIE Peranas Surabaya Surya Hanafi di sela pembukaan die natalis kampus hijau itu, Senin (28/12).
Kondisi ini, tutur Hanafi, juga sempat menjadi rasan-rasan sejumlah PTS. Padahal pemerintah terus menuntut nisbah (rasio) dosen dan mahasiswa harus sesuai ketentuan. Di kampusnya sendiri, hingga saat ini baru memiliki enam dosen Dpk. “Itupun satu sudah pensiun. Jadi tinggal lima orang,” lanjut dia.
Hal senada juga diungkapkan Rektor Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya Bachrul Amiq. “Dari 310 PTS di Jatim, ada yang tidak menerima Dpk sama sekali. Sementara kampus sebesar UMM (Universitas Muhammadiyah Malang) DPK-nya bisa sampai 100 orang.
“UMM kan sudah mapan. Coba kalau Dpk itu didistribusikan ke PTS yang membutuhkan. Ini akan membuat PTS semakin sehat dengan tuntutan yang ada ,” kata Amiq, kemarin.
Pria asal Gresik ini tidak memungkiri banyaknya PTS di Jatim yang kekurangan jumlah dosen. Ini seiring tuntutan rasio dosen-mahasiswa yang terus disorot Dirjen Dikti. Keberadaan Dpk di kampus PTS level tengahan ke bawah akan sangat membantu kebutuhan tenaga dosen.
“Di sisi lain saat PTS berupaya mendapatkan NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional) untuk tenaga pengajarnya saja sangat sulit. Harusnya pemerintah itu adil,” tandas Amiq.
Tidak meratanya Dpk ini juga berdampak pada gairah PTS dalam kegiatan ilmiah. Sebab, jumlah dosen yang pas-pasan hanya akan fokus pada mengajar. Sementara dosen juga harus melakukan tri dharma. Yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
“Kami juga sangat menyesalkan ketika ada dosen (asal Unitomo) yang diangkat PNS kemudian dipindahtugaskan ke PTS lain. Padahal, kita sendiri juga masih butuh tenaga dosen,” tambahnya.
Terpisah, Ketua Umum Forum Komunikasi Dosen Kopertis VII Murpin Josua Sembiring membeberkan tiga jenis jalur DPK. Di antaranya, dosen DPK yang mantan penerima beasiswa tunjangan ikatan dinas (TID) dari Dikti yang nilai-nilai tiap semester dievaluasi Dikti dan jika lulus ditempatkan di seluruh Indonesia. Selain itu, dosen yayasan yang ikut tes CPNS dan jika lulus dikembalikan ke PTS-nya dengan status DPK. Jalur ketiga, tes CPNS di kantor Kopertis dan jika lulus jadi dosen di PTS.
“Karena status dosen DPK adalah PNS maka mutasi antar PTS di satu wilayah kopertis bahkan antar kopertis bisa dilakukan untuk memenuhi pemerataan atau menjawab kekurangan,” lata Murpin yang juga Rektor Universitas Widya Kartika (Uwika) ini.
Jika PTS sudah besar, seharusnya Dikti bisa memindahkan Dpk-nya ke PTS yg membutuhkan. Jadi dosen Dpk di PTS tidak harus dari CPNS hingga pensiun di APTS (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta) tersebut. Demi penyegaran kinerja, maka penempatan DPK bisa dievaluasi.
“Seharusnya DPK dapat dipindahkan oleh pemerintah, itu kewenangan pemerintah sebagai mana PNS lainnya,” pungkas Murpin. [tam]

Tags: