PTUN Jakarta Tolak Gugatan Tiga Partai Koalisi Majapahit

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Terkait Perpanjangan Jadwal Pendaftaran Cawali dan Cawawali
Surabaya, Bhirawa
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan terkait perpanjangan jadwal pendaftaran pasangan calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Surabaya yang dilakukan tiga partai Koalisi Majapahit.
Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya Agus Chandra selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang ditunjuk KPU Surabaya (tergugat III) mengatakan, pada persidangan yang mengagendakan proses dismissal atau penelitian terhadap gugatan yang masuk di PTUN, Ketua PTUN Jakarta menyatakan gugatan tersebut tidak bersifat konkrit dan individual.
Selain itu, lanjut Chandra, keputusan KPU Pusat maupun KPU daerah terkait pemilihan umum bukan termasuk keputusan TUN. Sehingga tidak dapat diajukan gugatan kepada pengadilan, dalam hal ini Pengadilan TUN (PTUN). Sebab, lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus perselisihan pemilu umum adalah Mahkamah Konstitusi (MA).
“Ketua PTUN Jakarta menetapkan bahwa gugatan yang dilayangkan tiga partai dari Koalisi Majapahit tidak dapat diterima,” tegas Agus Chandra selaku Kuasa Hukum KPU Surabaya kepada Bhirawa, Rabu (26/8).
Dijelaskan Chandra, meskipun gugatan tiga partai, yakni DPC Gerindra Surabaya, DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Surabaya, dan DPD Partai Golkar Surabaya ditolak, Ketua PTUN Jakarta memberikan waktu 14 hari, apabila ada perlawanan atau penggugat tidak terima dengan penolakan gugatan mereka.
“Atas hal ini (tidak diterimanya gugatan, red), diberikan waktu 14 hari apabila ada perlawanan dari penggugat,” ujar Chandra.
Sebelumnya, gugatan diajukan oleh DPC Gerindra Surabaya, DPC PPP Surabaya, dan DPD Partai Golkar Surabaya, tiga partai Koalisi Majapahit. Adapun pihak tergugatnya adalah Ketua KPU RI (tergugat I), Ketua Bawaslu RI (tergugat II), dan Ketua KPU Surabaya (tergugat III).
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor register 170/G/2015/PTUN-JKT dan sidang perdananya digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (25/8) lalu. Adapun tiga poin objek gugatan diajukan tiga partai penggugat, yakni terkait Surat Rekomendasi Bawaslu RI Nomor: 0213/Bawaslu/VIII/2015, SK Ketua KPU RI Nomor: 449/KPU/VIII/2015, dan SK Ketua KPU Surabaya Nomor: 29/Kpts/KPU-Kota-01.329945/2015.
Rencana DPW PPP Jatim dan Koalisi Majapahit yang  melayangkan gugatan ke KPU mendapat dukungan penuh Partai Nasdem. Mengingat sejak awal dibukanya pendaftaran Pilkada Kota Surabaya, partai besutan Surya Paloh banyak melihat terjadinya kejanggalan dan pemaksaan kehendak yang akan merugikan rakyat Surabaya.
Ketua DPW Partai Nasdem Jatim Effendy Choiri mengatakan sejak awal pihaknya sudah mencium sebuah kejanggalan dalam Pilkada Surabaya. Mulai soal rekomendasi DPP PAN untuk pasangan calon Rasiyo-Dhimam Abror Djurait hingga perpanjangan pendaftaran hingga dua kali. Padahal menurut aturan, perpanjangan pendaftaran hanya satu kali saja.
“Karenanya kami akan mendukung penuh partai PPP maupun Koalisi Majapahit yang akan menggugat KPU. Karena sudah jelas, di situ banyak kejanggalan dan KPU telah mencoreng proses demokrasi. Kalau ini dibiarkan, maka jelas rakyat yang dirugikan,”tegas Gus Choi-panggilan akrab Effendy Choiri.
Ditambahkannya, meski sejak awal Partai Nasdem sudah mengibarkan bendera putih yang artinya tidak mengajukan calon wali kota, namun dengan melihat tak transparannya kinerja KPU Kota Surabaya, tentunya sebagai orang partai pihaknya merasa terpanggil untuk ikut meluruskan persoalan yang ada.
Karenanya, tambah mantan anggota DPR RI ini jika Pilkada Surabaya tetap dipaksakan, maka akan cacat hukum. Dan siapa pemenangnya juga rawan digugat. Padahal mereka sudah  mengeluarkan anggaran tidak sedikit. ”Untuk itu KPU harus hati-hati dalam memutuskan permasalahan ini. Apalagi banyak masyarakat maupun partai yang mempertanyakan transparansi dari KPU,”katanya.
Hal senada juga diungkapkan anggota DPRD Jatim dari partai Nasdem, Achmad Heri. Menurutnya, secara kasat mata banyak pelanggaran yang dilakukan oleh KPU terkait Pilkada Surabaya. Mulai soal rekomendasi yang dalam aturannya ditunggu sampai 24 jam, ternyata oleh KPU diolor-olor sampai sekarang yang tidak jelas jluntrungnya.
“Kalau KPU tidak berpihak, seharusnya waktu surat rekomendasi dari DPP PAN masih scan dan ditunggu sampai jam 12 malam tidak jelas, kan langsung didiskualifikasi. Tidak seperti ini malah diundur-undur, ada apa ini?,”papar pria yang juga anggota Komisi D DPRD Jatim ini.
Dan yang mengagetkan pengunduran waktu yang dilakukan hingga satu minggu, dan ini jelas tidak ada aturannya. Baik di UU maupun PKPU. ”Kalau penyelenggaranya saja sudah berani melanggar UU, bagaimana pesertanya. Padahal sebagai penyelenggara proses demokrasi, KPU harus memberikan contoh serta tunduk dan patuh dengan aturan di atasnya,”lanjutnya.

Komisioner Diminta Mundur
Sementara itu Koalisi Majapahit (KM) meminta agar komisioner KPU Surabaya mundur karena dianggap telah melakukan pengingkaran dan pelanggaran aturan perundangan dalam proses pendaftaran Pilkada Surabaya 2015.
Tuntutan ini disampaikan Koalisi Majapahit karena melihat KPU Surabaya tak melaksanakan tugasnya dengan benar. Terutama selama proses pendaftaran pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya.
Hal ini disampaikan AH Thony selaku Ketua Pokja Koalisi Majapahit. Dia menilai tindakan dari KPU Surabaya dalam mengawal pelaksanaan pendaftaran calon dinilai sudah melebihi kewenangannya dan tak bisa ditoleransi lagi.
“Ini menunjukkan, mereka jelas-jelas sudah terbukti tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar. Buktinya, pada saat pelaksanaan menerima  pendaftaran pada 11 Agustus dan ini KPU sudah melanggar pasal 42 ayat 2 PKPU 12 Tahun 2015. Kita sudah ingatkan tetapi mereka tak menggubris dan jalan terus,” katanya.
Thony menyoroti sikap KPU Surabaya saat melakukan perbaikan persyaratan utama pasangan calon (paslon) yang seharusnya sudah tidak bisa diganti.  Dengan diterimanya surat rekomendasi PAN, ternyata juga melanggar lagi pasal 40 PKPU 9 Tahun 2015. “Sikapnya yang tidak transparan dalam proses menerima perbaikan berkas berupa surat rekomendasi yang dilakukan oleh PAN, juga sudah diingatkan tapi juga tidak ada perubahan,” terangnya.
Sikap KPU yang kini juga mengundang protes adalah akan dilakukannya uji forensik terhadap surat rekom dari DPP PAN. Selain itu KPU  akan melibatkan pihak ketiga yang hanya untuk membedakan berkas yang jelas jelas bisa dilihat dengan mata telanjang.
Menurutnya, itu bukan satu-satunya cara untuk menjadikan langkah dan produk administrasinya memiliki legitimasi. “Justru langkah itu dapat kita pandang sebagai bentuk pengakuan penyelenggara, d imana KPU sudah tidak lagi memiliki rasa percaya diri, bahwa yang akan dikatakan dan atau dia lakukan sudah tidak dipercaya orang lagi,” jelas Thony.
Mestinya menurut AH Thony sesuai UU 8 Tahun 2015 pasal 50 ayat 2 batas akhir penyerahan berkas 7 hari setelah pendaftaran ditutup. “Kemarin pendaftaran pasangan Pak Rasiyo dan Pak Abror kan  11 Agustus, sementara penyerahan rekom asli kan pada 19 agustus 2015, artinya itu kan sudah lebih 1 hari. Dari sikap ini kami jadi tanda tanya, mungkin KPU ini sebenarnya juga ingin mendapatkan penghargaan-penghargaan dunia sebagai penyelenggara Pilkada yang berani nabrak hukum,” sindirnya.
Dengan banyaknya aturan yang dilanggar ini, Koalisi Majapahit minta agar komisioner KPU mundur dari tugasnya untuk digantikan pihak lain yang lebih kredibel. “Pada kesempatan ini  kami meminta Komisioner KPU sebaiknya mundur saja. Biar diganti oleh pihak lain yang lebih berkualitas supaya mimpi dapat diwujudkannya Pilkada yang berintegritas itu menjadi sebuah realitas,” pintanya. [bed,geh,cty]

Tags: