Puasa, Ibadah Hanya untuk Allah

Choirul Anam Abd Djabar

Choirul Anam Abd Djabar

Oleh:
Drs H Choirul Anam Abd Djabar
Ketua Jam’iyah Tilawatil Quran Provinsi Jatim

Ibadah memiliki pengertian yang amat luas dan jelas yaitu, ‘Segala sesuatu yang dicintai dan diridai Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang tampak maupun yang tersembunyi’. Puasa termasuk di antaranya, dan puasa adalah amalan yang dicintai Allah, buktinya Allah mewajibkan puasa kepada hamba-hamba-Nya. Allah berfirman yang artinya: ‘Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa’. (QS. Al Baqarah: 183).
Tidak mungkin Allah mewajibkan sesuatu kecuali sesuatu itu pasti dicintai dan diridai-Nya, meskipun sebagian manusia ada yang merasa tidak suka dengannya. Marilah kita perhatikan ketika Allah mewajibkan kaum muslimin untuk berperang. Allah berfirman yang artinya: ‘Telah diwajibkan kepada kalian berperang padahal itu kalian benci, bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal sebenarnya itu baik bagi kalian, dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu padahal sebenarnya itu buruk bagi kalian. Allah-lah yang lebih tahu dan kalian tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216).
Dalam menentukan apakah sesuatu amalan itu termasuk ibadah atau bukan, bukanlah akal yang menentukan, akan tetapi firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Sebagaimana kaidah yang sudah amat masyhur di kalangan ulama bahwa hukum asal ibadah (ritual) itu terlarang/haram sampai tegak dalil yang mensyariatkannya.
Apabila kita telah mengetahui bahwa puasa adalah ibadah, maka  kita harus tahu bahwa ibadah itu hanya boleh ditujukan kepada Allah, karena barangsiapa yang memalingkan ibadah kepada selain Allah dia telah terjerumus dalam kesyirikan dan kekafiran.
Sebagaimana salat akan menjadi batal dan rusak apabila pelakunya terkena hadas, maka demikian pula ibadah akan menjadi batal dan rusak apabila tercampuri kesyirikan. Sebagaimana salat tidak sah tanpa taharah (bersuci), maka demikian pula ibadah tidak akan sah tanpa tauhid.
Suatu amalan akan diterima di sisi Allah apabila memenuhi dua syarat: ikhlas dan benar. Allah SWT berfirman yang artinya: ‘Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah Dia mengerjakan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Robbnya.” (QS. Al Kahfi: 110). Al Imam Ibnu Katsir rohimahulloh mengatakan di dalam kitab Tafsir-nya, “Dan dua hal inilah rukun amalan yang diterima; harus didasari keikhlasan kepada Allah serta showab/benar yaitu sesuai dengan syari’at Rasululloh SAW”.
Barangsiapa yang niatnya tidak ikhlas karena Allah maka ibadahnya tidak diterima, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Alloh berfirman yang artinya, ‘Aku adalah Dzat yang tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa mengerjakan suatu amal yang dicampuri kesyirikan kepada-Ku maka Aku tinggalkan dia beserta kesyirikannya itu'”. (HR. Muslim).
Barangsiapa yang beramal tidak sesuai tuntunan Nabi maka ibadahnya tidak diterima, Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka tertolak.” (HR. Muslim). Jadi kedua syarat ini harus terpenuhi, apabila salah satu saja tidak terpenuhi maka ibadah itu tidak akan diterima oleh Allah SWT.

Rate this article!
Tags: