Puasa Jasmani dan Rohani

Gus Hisa Al Ayubi

Oleh:
Gus Hisa Al Ayubi, Pengasuh PPIQ Darul Hidayah Majelis Hikmah Islam Kota Malang
Dalam setiap literatur keagamaan kita hampir selalu dijumpai bahwa definisi puasa adalah al-imsâk, yang berarti menahan. Dalam ilmu fiqih, al-imsâk dimaknai sebagai menahan makan dan minum dan hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Di dunia tasawuf, al-imsâk memiliki arti lebih dalam lagi, yakni menahan dari setiap hal yang membuat seorang hamba lalai dari Allah.
Kunci dalam puasa adalah menahan atau mengendalikan. Puasa adalah madrasah bagi tiap individu untuk tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tapi juga mengendalikan diri dari segenap perilaku yang mubazir, keinginan-keinginan yang tidak penting, serta akhlak-akhlak tercela semacam tamak, angkuh, pamer, bohong, bangga diri, berfoya-foya, atau meremehkan orang lain.
Ibadah puasa Ramadan merupakan wahana pendidikan rohani agar kita piawai menahan diri dari godaan dan kuasa nafsu jasmaniah dalam berbagai bentuknya. Dengan begitu, para mukmin yang berpuasa diharapkan dapat meraih derajat lebih tinggi sebagai orang yang bertakwa (muttaqin).
Pertanyaannya adalah sejauh mana kualitas kita dalam ikhtiar ‘menahan’ (al-imsâk) itu? Kenyataan yang sering kita jumpai, hadirnya bulan puasa Ramadan selalu berbanding lurus dengan tingkat konsumsi di berbagai sektor. Di bulan Ramadan, persediaan makanan cenderung bertambah ketimbang hari biasanya, barang-barang dagangan pun kian laris, dan pusat-pusat perbelanjaan kita ramai diserbu orang. Tiba-tiba saja harga kebutuhan pokok di pasar ikut naik. Kondisi ini bahkan sudah berlangsung sejak sebelum memasuki awal bulan Ramadhan. Selain sektor makanan dan minuman, peningkatan konsumsi juga terjadi pada “kebutuhan” sandang seperti baju koko, busana muslimah, sarung, mukena, peci dan seterusnya.
Tradisi lebaran yang seolah menwajibkan warga Indonesia untuk tampil serba baru membuat kebutuhan belanja mereka berlipat ganda. Tak ada masalah apabila apa yang diikhtiarkan memang benar-benar merupakan kebutuhan. Yang sangat tidak dianjurkan adalah saat kita serius membelanjakan sesuatu yang sebatas ‘keinginan’. Di sinilah kita belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Pengeluaran yang hanya didasarkan pada nafsu, gengsi, atau pamer, tak layak disebut kebutuhan. Nah, puasa menjadi sarana penempaan seorang hamba agar istiqamah bertahan (al-imsâk) di jalur kesederhanaan sebagaimana diteladankan Rasulullah.
Puasa melatih manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan, bukan semata keinginan-keinginan. Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’râf (31) kita juga diingatkan: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
Pesan ‘jangan berlebih-lebihan’ pada ayat ini menjadi standar atau syarat setelah Allah mempersilakan anak cucu Adam untuk berbusana dan memenuhi kebutuhan makan dan minumnya. [*]

Rate this article!
Puasa Jasmani dan Rohani,5 / 5 ( 1votes )
Tags: