Puasa Ramadan, ‘Restart’ Kebangsaan

Ani Sri Rahayu

Oleh:
Ani Sri Rahayu, Dosen PPKn (Civic Hukum) Univ. Muhammadiyah Malang
Keberadaan Ramadan sebagai bulan istimewa untuk mendapatkan predikat muttaqin (QS Al-Baqarah [2]: 183) memiliki beberapa kelebihan dibanding bulan lain. Puasa Ramadan disebut sebagai bulan pendidikan (tarbiyah). Selain itu, pula Ramadhan adalah untuk mengukuhkan tali ukhuwah yang mungkin sempat renggang di bulan-bulan sebelumnya. Oleh sebab itulah, keberadaan Ramadan bisa terimplementasikan sebagai sarana pengintegrasian bangsa ini.
Integrasi nasional sendiri merupakan suatu ikatan dan kebersamaan antar manusia tanpa membedakan kasta, keyakinan, agama atau jenis kelamin. Tiap negara sangat membutuhkan faktor pendorong integrasi nasional untuk menjali sebuah kesatuan. Terlebih Ramadan adalah bulan untuk berbagi antarsesama manusia, apalagi berbagi dengan mereka yang kurang mampu (dhuafa).
Keberadaan Ramadan adalah momentum positif guna mengoreksi segala perilaku kehidupan ekonomi, sosial, dan ibadahnya. Ramadan sepatutnya diarahkan guna meningkatkan nilai ibadah sosial (hablum-minan-nas) dan nilai-nilai religiusnya (hablum-min-allah atau tauhid). Bulan membangun solidaritas dan kesetiakawanan sosial sekaligus membangun hubungan yang lebih erat dengan Allah SWT, sekaligus sebagai sarana ‘restart’ kebangsaan.
Proses restart diri sangat penting. Metode restart bisa disebut sebagai langkah mengintegrasikan antara software (rohani) dan hardware (jasmani) agar dapat terkoneksi secara baik dan holistik. Dalam hal ini sangat penting untuk dihadirkan pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Semua itu tentu demi integrasi dan terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa ini. Terlebih bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat dikenal dengan keberadaannya yang multikultural. Sehingga, menjadi logis jika integritas suatu bangsa perlu kita jaga di negeri ini demi mendukung sebuah negara agar berada di jalur pembangunan dan kemakmuran.
Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tidak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan serta prinsip. Integritas diartikan pula sebagai sikap kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Termasuk pun kesediaan untuk menegakkan keadilan (QS An-nisa’ [4]: 135).
Hakikat ibadah puasa sesungguhnya adalah berkaitan dengan integritas individu dalam melakoni kehidupan sosialnya. Rahasia ibadah puasa senantiasa mengajarkan tentang makna kejujuran, kebenaran, keberanian, dan kesediaan menegakkan keadilan. Prosesi ibadah puasa adalah perwujudan integritas ibadah sosial (hablum-minan-nas) dan nilai-nilai religiusnya (hablum-min-allah atau tauhid).
Karenanya, ibadah puasa sejatinya me-restart diri manusia agar merenung dan mengingat kembali kekuasaan Allah SWT. Sehebat apapun manusia berencana, Tuhanlah yang menentukan. Selain itu, kita berharap puasa yang masih di tengah pandemi saat ini, tidak hanya mampu menumbuhkan kepekaan spiritual seseorang, namun juga kepekaan sosial kebangsaan kita. Wujud dari kepekaan sosial ialah sikap empati dan pro-sosial. Semua harus bahu membahu dan saling membantu antar-sesama, dari sinilah puasa Ramadhan sebagai ‘restart’ kebangsaan teruji untuk kita jalankan demi membantu seseorang yang membutuhkan, sekaligus sebagai saranan pemersatu rasa kebangsaan kita. [*]

Tags: