Puasa, Terapi Kesantunan Politik

Ani Sri Rahayu

Oleh:
Ani Sri Rahayu
Dosen dan Trainer Universitas Muhammadiyah Malang

Ramadan melaui ibadah puasa yang dijalani oleh setiap Muslim pada hakikatnya memberikan banyak manfaat. Salah satunya adalah sebagai media melatih kesantunan dalam berinteraksi sehari-hari. Seorang Muslim yang ingin menjaga kemurnian puasanya, wajib mengembangkan cara berinteraksi yang santun. Baik dalam tutur kata, canda, maupun tingkah laku. Bahkan, terhadap orang yang membicarakannya di belakang atau mengasarinya.
Melalui pemahaman itu, jika kita gunakan modal dalam dunia politik kemungkinan akan membawa kebaikan bersama. Apalagi politik dan bernegara dalam kehidupan umat Islam tidak dapat dipisahkankan. Apalagi khususnya bagi seseorang yang berkerja dalam kancah politik dan masyarakat pada umumnya.
Imam Asy-Syatibi dalam kitab al-Muwafaqat mengatakan bahwa seseorang yang bekerja dalam kancah politik setidaknya harus memiliki lima hal yang wajib dipelihara atau dijaga. Yaitu: (1) Menjaga agama (hifdzu ad-din); (2) Menjaga jiwa (hifdzu an-nafs); (3) Menjaga nasab (hifdzu an-nasl); (4) Menjaga akal (hifdzu aql); (5) Menjaga harta (hifdzu al-mal).
Melalui moment Ramadan inilah waktu yang tepat untuk melatih kesantunan politik kita. Kajian ini sangat penting untuk negeri ini di tengah kondisi saat ini yang masih riuh dengan masalah politik pasca pilpres terkait hasil perhitungan suara yang kita nanti-nanti di tanggal 22 Mei hari ini.
Sebelum kita mengkaji tentang kesantunan itu sendiri, sekirannya perlu kita pahami bersama bahwa Ramadan dan politik pada hakikatnya memiliki korelasi yang filosofis, karena sesunguhnya satu output-nya adalah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Spirit dari ketakwaan dapat diterjemahkan sebagai bagian dari bentuk kejujuran, ketulusan, rendah hati dan saling peduli.
Melalui spirit ketakwaan ini, kemudian melahirkan seseorang bertindak dan bertingkah laku yang santun, sebagai jalan menuntun seseorang muslim untuk meningkatkan hubungan antar manusia dan dengan Allah SWT. Begitu juga dengan politik, satu ouput-nya adalah melahirkan sikap yang jujur dan saling peduli. Maka jadilah puasa dan politik adalah satu jalan menuju kedamaian.
Satu hal yang bisa kita pahami bersama bahwa agama yang benar hakikatnya tidak pernah bertentangan dengan etika politik dan tujuan bernegara, yakni membangun hidup yang utama secara bersama-sama, mewujudkan ketertiban, menciptakan birokrasi berkeadilan, dan mengakui pluralisme sebagai takdir sosial.
Sudah saatnya kita sekarang melalui moment Ramadan menghadirkan politik berakhlak, mencerahkan, dan sarat ilmu pengetahuan. Bukankan Allah SWT telah beseru bahwa sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). [an-Nahl/16:90-91]
Semoga puasa Ramadan kali ini bisa menjadi terapi kita bersama guna melekatkan etos kesantunan dalam keseharian kita, sehingga menjadi hamba-hamba yang disukai Allah SWT. Sebab, dalam sebuah hadis disebutkan, “Apabila Allah SWT menyukai seorang hamba, Dia akan mengaruniainya kesantunan” (HR Muslim dan Abu Dawud).**

Rate this article!
Tags: