Oleh :
Ahmad Muzammil
Pintu Besi
Malam kini sudah mulai tak bersenandung
Basahan air hujan di setiap jalanan
Suara katak tak lagi dengar
Mungkin karena hati yang bergetar
Kata hati yang dulu berkata berjuang semangat
Kini di makan oleh serangga yang menyengat
Sakit tak lama
Akan tetapi bekas luka yang masih tera
Suara syahdu yang membuat senyuman melengking
Kini berubah menjadi haluan overthingking
Cukuplah hati yang dulu hanya pintu kayu yang kau ludahi
Kini bangkit menjadi pintu besi
Yang tak mudah di sakiti kembali
Pita Putih
Sayap-sayap garuda masih terpampang
Cengkraman yang masih terlihat ganas
Mata yang tertap ke atas
4 simbol yang masih terasa
Indonesiaku begitu kaya akan segalanya
Memiliki beribu budaya
Perbedaan agama dan suku tak memutuskan semuanya
Melihat semua itu adalah kelestarian Indonesia
Bangga dengan negaraku sendiri
Terlahir di negara yang begitu kaya
Dengan lambang bhineka tunggal Ika
Kau dan hati
Mungkin api hisa menjadikan kayu abu
Begitu pula lingkungan yang terkotori karena debu
Tapi hati tak pernah melengak kepada hawa
Matapun tak pernah menoleh ke belakang
Satu tujuan engaku disana
Berkata kata memangku bukan puitis
Seolah olah sihir merah merambat ke bibir tipis
Dan berkata Hay kepada sosok wanita yang ku kagumi
Terimakasih sudah merebut hati yang dulu tertancap duri
Lalu datang engkau untuk mengobati
Sajak seorang bapak buta
Pernahku lihat seorang penuh dengan ambisi
Menghidupkan keluarga dengan membiayai
Secara logika kekurangannya tak bisa di pungkiri
Seorang lelaki berparuh baya
Dengan kekurangan penglihatan mata
Namun melontarkan sebuah kata kata
Tak seharusnya kau meremehkan yang mempunyai beribu kekurangan
Tak usah kau pandang jika kau tak senang dengannya
Karena menurutmu ini adalah sebuah candaan saja
Tetapi di balik itu ada kelebihan yang membuat engkau menganga
Roda Berputar
Sangat sulit untuk melawan kehidupan dunia ini
Perlu ambisi yang sangat kuat untuk menghadapi
Namun sering kali di jatuhkan oleh buah bibir orang lain
Membuat jatuh mental seperti pohon tumbang tak kuat sambaran angin
Mengingat waktu terus berjalan tak ada henti
Mengingat sebuah perjalanan yang berulang berkali kali
Membuat semuah seperti roda berputar menyusuri jalan
Yang terkadang ada lobang di tengahnya
Dan terjatuh namun harus bangkit kembali
Untuk meneruskan perjalanan ini
————- *** —————
Tentang Penulis :
Ahmad Muzammil
Kelahiran dari kota Kraksaan kabupaten Probolinggo, 30 Juni 2004. Mahasiswa biasa saja yang hanya membaca dan ingin tahu tentang sebuah sastra yang katanya mengandung banyak manfaat bagi kehidupan dan juga menanamkan sebuah kecintaan terhadap budaya dan negara.