Puji ‘Bumi Manusia’ Lewat Sudut Pandang Eropa

Prof Angus Nicholls, pendiri Teaching Pram in Europe di London, Inggris saat menjadi narasumber di Universitas Dr Soetomor (Unitomo) Surabaya.[Adit hananta utama/bhirawa]

Prof Angus Nicholls, pendiri Teaching Pram in Europe di London, Inggris saat menjadi narasumber di Universitas Dr Soetomor (Unitomo) Surabaya.[Adit hananta utama/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Sejumlah karya dari penulis atau sastrawan asing begitu popeler di Indonesia. The Da Vinci Code karya Dan Brown, Twillight karya Sthepanie Meyer dan Harry Potter karya Jk Rowling adalah beberapa contohnya. Kendati demikian, karya sastra Indonesia sesungguhnya tak kalah tersohor. Salah satunya ialah Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.
Tak hanya menarik pemerhati sastra di Indonesia. Saking populer dan bermaknanya karya penulis yang disapa Pram ini juga jadi kajian para sastrawan dan kritikus sastra di Eropa dengan adanya pusat studi bernama Teaching Pram in Europe di London, Inggris.
Pendiri Teaching Pram in Europe, Prof Angus Nicholls mengatakan ada beberapa alasan yang membuat karya-karya Pram layak dikaji oleh kritikus maupun mahasiswa sastra di Eropa. Dia adalah salah satu penggemar Pram. Dia menilai, karya Pram adalah harta karun Indonesia yang ditulis dengan gaya sastra Eropa.
“Dia menulis menggunakan sastra Eropa untuk mengkritik Eropa,” tutur dia saat menjadi pembicara dalam Seminar Sastra bertajuk Karya Pramoedya Ananta Toer dalam Sastra Bandingan di Auditorium RM Soemantri Kampus Universitas Dr Soetomo (Unitomo), kemarin (30/6).
Menurut Angus, hampir semua karya sastra pria asal Blora Jawa Tengah ini mampu menunjukkan ideologi yang berkembang di Eropa, pada akhir abad 19. Mulai dari ideologi marxisme, feminism dan poskolonialisme.
Padahal, pada masa peralihan penjajahan ke orde baru itu tidak semua sastrawan Indonesia berani menulis karya idealis apalagi subversif. Tak heran dipastikan selalu ada reaksi keras baik dari pemerintah ataupun masyarakat usai membaca karya-karya Pram.
“Begitupula di Eropa. Sastrawan idealis yang menolak sistem penguasa akan dipenjara atau dikucilkan. Dari catatan saya Pram juga berkali-kali dipenjara gara-gara karyanya itu,” ungkap Pria yang sudah tertarik dengan karya Pram lebih dari 10 tahun tersebut.
Untuk membuktikan jika karya Pram mampu menembus batas pemikiran di Eropa, Angus mencoba membandingkan karya Eropa dan Pram dengan teori hermeneutik. Sebuah teori yang melihat karya dengan realita kehidupan.
Menurut Angus, sebagai orang Eropa ia akan melihat realita kehidupan di Eropa dan Indonesia dalam karya-karya Pram. Salah satu karya Pram berjudul Bumi Manusia jadi kajian hangat di Eropa. Novel ini menceritakan kehidupan pribumi dan orang keturunan Eropa bernama Minke, Annelis dan Putri Nyai Ontosoroh.
“Karya ini membawa paham Marxisme dan Feminisme di Eropa, namun yang pasti karya fenomenal ini terus kami teliti di Eropa. Bagaimana dengan kalian mahasiswa Indonesia? Sudah membaca karya ini,” tanya Angus kepada peserta seminar yang mayoritas dosen dan mahasiswa fakultas sastra Unitomo.
Sementara dosen Sastra Inggris Unitomo, Hariyono menambahkan, selain menggunakan teori hermeneutik, untuk mengetahui bila karya Pram ini benar-benar masyur yakni harus dibandingkan dengan karya sastra Eropa yang juga mendunia. ” Kita bisa bandingkan dengan karya Bildungsroman (karya Jerman,red) atau karya Kafka ,” pungkas Hariyono. [tam]

Tags: