Pulangkan Sampah Impor

Konstitusi Indonesia menjamin lingkungan hidup yang baik dan sehat, terhindar dari sampah dari. Tiada sejengkal territorial di Indonesia bisa dijadikan “bak sampah” internasional. Maka setiap sampah dari luar negeri wajib dikembalikan ke negara asal, disertai peringatan keras tidak mengulang lagi. Sekjak tahun 2012, pemerintah telah melakukan re-ekspor (memulangkan) limbah. Di dalam negeri, seluruh sampah wajib diolah, sampai dinyatakan “aman” oleh penilik profesional (berlisensi).
Akhir Ramadhan (2019) lalu pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kedatangan sampah plastik yang dikapalkan dari Seattle, Amerika Serikat (AS). Menyusul sampah plastik lagi sebanyak 65 kontainer di pelabuhan Batu Ampar, Batam (Kepulauan Riau). Sampah plastik dari Kanada, akan segera dikembalikan, sesuai alamat pengirim. Walau tidak beracun, sampah plastik wajib dikembalikan ke pelabuhan pengirim, karena Indonesia juga kelebihan sampah plastik. Terutama popok bayi.
Indonesia saat ini dijadikan sebagai negara “bak sampah” baru di kawasan Asia Tenggara. Ironisnya, masih terdapat Peraturan Menteri Perdagangan yang mengizinkan impor sampah. Yakni, dengan pengecualian bahan bekas industri yang bisa didaur ulang dijadikan bahan produksi. Namun kenyataannya, sampah impor juga mengandung limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Sejak tahun 2012, pemerintah telah melakukan re-ekspor limbah ke negeri asal.
Pembuangan sampah ke Indonesia semakin kerap selama dua tahun terakhir. Karena China, yang semula menerima kiriman sampah selama bertahun-tahun, kini menyatakan larangan. Ekspor sampah dari negara maju beralih ke Filipina. Presiden Filipina Rodrigo Duterte (dengan temperamen yang khas), mengembalikan ratusan ton sampah ke negeri asal (Kanada). Sampai menyebabkan memanasnya hubungan diplomatik kedua negara. Saat ini, Malaysia juga bertekad bakal mengirim balik ratusan ton sampah plastik.
Sejak delapan tahun lalu, Indonesia telah memulangkan impor limbah. Misalnya, pada April 2012, telah dikembalikan (re-ekspor) sebanyak 89 kontainer limbah ke Inggris. Tak lama disusul 24 kontainer ke Belanda. Pemerintah juga telah mem-pidana-kan pemilik usaha (berkebangsaan China) penerima limbah di Kendal, Jawa Tengah.
Tidak jarang, impor limbah plastic menggunakan label “hijau” yang berarti aman. Dus, importir limbah akan bebas pemeriksaan. Karena itu diperlukan kewaspadaan bea cukai memeriksa dokumen dan realita barang. Tidak terkecuali yang berlabel “hijau.” Sebab, sangat patut diduga limbah plastic dapat menyebarkan berbagai penyakit pada lingkungan. Menyebabkan keracunan (akut) manusia hewan dan tanaman. Misalnya, flu burung, atau penyakit menular lainnya.
Pembuangan limbah, merupakan kejahatan (kriminal) serius. Penegakan hukum juga telah dilakukan secara nyata. Lebih lagi, telah terdapat UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Penegakan hukum juga telah dilakukan secara nyata. Realitanya, satu daerah (di Bangkalan, Madura) telah dijadikan “tong sampah.” Serta beberapa sungai masih dijadikan bak sampah besar. Seperti dialami warga Romokalisari (Surabaya) pertengahan Juli (2017) lalu keracunan limbah.
Lingkungan hidup yang bersih (dan sehat) merupakan amanat konstitusi. UUD pasal 28H ayat (1) menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat ….” Seluruh aparatur Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota), wajib menjamin seluruh warganya bebas dari kemungkinan kontaminasi limbah B3.
Maka mengadili kasus pembuangan limbah secara serampangan, bukan sekadar menimbang UU Pengelolaan Sampah. Melainkan bisa dianggap sebagai extra-ordinary court, disejajarkan dengan terorisme. Namun, karena “pengadilan sampah” masih jarang, maka pembuangan limbah sering berulang. Sehingga patut diberikan hukuman pidana maksimal, berupa penjara selama 12 tahun disertai denda Rp 5 milyar.

——— 000 ———

Rate this article!
Pulangkan Sampah Impor,5 / 5 ( 1votes )
Tags: