Puluhan Hektar Tanaman Cabai Gagal Panen

Petani di Kecamatan Ngluyu yang terpaksa mencabut tanaman cabai yang mati akibat megering.

Petani di Kecamatan Ngluyu yang terpaksa mencabut tanaman cabai yang mati akibat megering.

Nganjuk, Bhirawa
Akibat cuaca yang cukup panas dan minimnya pengairan, puluhan hektar tanaman cabai gagal panen. Di wilayah Kecamatan Ngluyu dan Kecamatan Jatikalen, petani terpaksa harus mencabuti tanaman cabe miliknya karena mengering.
Lebih dari dua bulan petani cabai kesulitan mencari air untuk menyirami tanaman cabai mereka. Upaya pengairan tidak bisa dilakukan karena tidak ada air di dekat lahan milik petani. Bahkan sungai dan waduk tadah hujan yang berada dekat dengan lahan persawahan, kondisinya sudah mengering.
Di wilayah Kecamatan Nglutu, tanaman cabai yang rata-rata berumur 40 hari mengering. Kondisi terparah ada di Desa Tempuran yang luas lahan tanaman cabai mencpai empat hektar lahan.
Saripudin, petani cabai asal Desa Tempuran, Ngluyu menerangkan, matinya tanaman cabai ini berawal dari daun tanaman cabai rawit yang mengering terlebih dahulu lalu merembet ke buah dan batang cabe hingga akhirnya mati. Sekitar satu hektar tanaman cabai milik Saripudin mati. Akibatnya, Saripudin harus menanggung kerugian hingga Rp 20 juta.  ”Akibat dari kurang air, tanaman cabai saya mati semua. Saya hanya bisa pasrah saja mas sudah rugi banyak,” ujar Saripudin kepada Bhirawa, Kamis (20/8).
Lebih lanjut Saripudin berharap ada perhatian khusus dari Pemerintah Kabupaten Nganjuk untuk mengatasi kekeringan tersebut. Saripudin berharap, pemkab Nganjuk bias memberikan solusi dari penderitaan para petani. “Semoga Pemerintah bisa mengatasi kekeringan, supaya para petani di tahun depan tidak mengalami gagal panen lagi,” harap Saripudin.
Sementara itu, Ninuk Suwartiningsih, perangkat desa setempat mengatakan pemerintah desa akan berusaha untuk memita bnatuan kepada pihak Dinas Pertanian dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)  untuk segera mengatasi kekeringan.
Kondisi serupa juga dialami petani cabai di wilayah Kecamatan Jatikalen, bahkan bukan saja akibat kekeringan, hama ulat juga semakin memperparah kondisi tanaman cabai. “Selain tanaman kering, ada tanaman cabai yang bertahan justru dimakan hama ulat,” keluh Suyanto, petani Desa Perning, Jatikalen.
Akibat petani cabai gagal panen tersebut, pasokan cabai berkurang sehingga, harga cabai rawit di pasaran melonjak tajam. Sebelumnya, harga cabai rawit perkilogramnya sekitar Rp 50 ribu dan cabai besar Rp 20 ribu. Mulai kemarin kedua komoditas tersebut mengalami kenaikan Rp 5 ribu perkilogramnya. Diakui, Suratin pedagang cabai di Pasar Wage Nganjuk, seiring kenaikan harga cabai yang cukup tajam, pembelipun berkurang. Kondisi ini dialami oleh seluruh pedagang cabai di Pasar Wage Nganjuk. [ris]

Tags: