Puluhan Pelukis Mural Ekpesikan Nasionalisme di Stadion Brantas

Para pelukis mural mulai mendesain dan melukis mural di Kompetisi Mural Kota Batu di Stadion Brantas.

Kota Batu, Bhirawa
Stadion Brantas Kota Batu menjadi ajang apresiasi jiwa nasionalisme dan kecintaan terhadap NKRI. Sejak Selasa (15/8) kemarin, puluhan perupa dari berbagai daerah mengikuti kompetisi mural atau melukis dengan media tembok yang diadakan Dinas Pendidikan Kota Batu. Dengan tema ‘Nasionalisme dan Pancasila, para pelukis ini mengapresiasikan jiwa seninya di tembok luar Stadion Brantas.
Ada 30 pelukis mural dari berbagai Daerah sengaja datang ke Kota Batu untuk mengikuti kompetisi ini. Di antaranya, pelukis dari Jogjakarta, Magelang, Jember, Solo, Kota Malang, Kabupaten Malang, Lamongan, dan Kota Batu. 30 pelukis ini adalah mereka yang telah lolos seleksi yang dilakukan Panitia saat proses pendaftaran yang via online, dan gratis.
“Ada 60 pendaftar yang menyetorkan desain karyanya untuk dilukis mural di tembok stadion. Kemudian karya ini diseleksi oleh Panitia dan para juri hingga terseleksi 30 karya yang lolos mengikuti Kompetisi Mural Kota Batu,”ujar Kordinator Panitia, Miftahul Izza, ditemui disela mengawasi jalannya kompetisi di Stadion Brantas, Selasa (15/8).
Setiap peserta bisa berupa tim ataupun perorangan. Dan setiap peserta mendapatkan space atau media dengan ukuran 5×4 meter di sekeliling tembok luar stadion. Selain gratis, setiap peserta mendapatkan jatah 400 liter cat warna primer yang terdiri cat putih, hitam, merah, biru, dan kuning.
Adapun penjurian sekaligus pengumuman pemenang akan dilakukan hari ini (16/8). Panitia menyediakan hadiah berupa uang tunai dengan total Rp18 juta.
“Juara 1 mendapat Rp7,5 juta, juara2 dapat Rp.5juta, juara3 dapat Rp 3juta, dan juara favorit dapat Rp2 juta.
Salah satu tim peserta dari Jember, Muhammad Abdul Rasyid bersama Muhammad Slamet mengaku tertantang dalam Kompetisi Mural Kota Batu ini. Karena kedua pelukis beraliran realis ini mendapatkan space atau tembok untuk dilukis dengan kemiringan tanah. Maksudnya, meskipun tembok sebagai media melukis berdiri tegak, namun tanah di bawahnya miring atau tidak datar.
“Kalau tanahnya miring jelas-jelas akan mengurangi kosentrasi saat melukis. Dengan kemiringan ini membuat tangga menjadi rawan roboh atau jatuh,” ujar Aab, panggilan akrab Muhammad Abdul Rasyid.
Ia mengatakan salah satu alasan ikut kompetisi mural ini karena gratis dan alat disediakan panitia. Karena jika melukis mural dengan biaya sendiri, ia bisa menghabiskan biaya hingga Rp 800 ribu. Dan dalam kesempatan ini Aab dan Slamet membuat lukisan mural dengan tema Soekarno. [nas]

Tags: