Pungutan Liar Masih Marak Terjadi di Jatim

stop-pungliSurabaya, Bhirawa
Sepanjang tahun 2015 Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jawa Timur mencatat ada 343 laporan pengaduan terkait pelayanan publik, meningkat dari tahun sebelumnya tercatat 336 laporan. Pengaduan terbanyak masih masalah pungutan liar (pungli) merata  di semua jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pemerintah Kabupaten/Kota.
Dari laporan pengaduan yang masuk tersebut pihak ORI Jatim melakukan Supervisi Pelayanan Publik dengan metode Mistery Shopping atau menguji kualitas pelayanan publik dengan cara penyamaran. Personal Ori menjadi pengguna pelayanan publik sebagaimana warga pada umumnya. Dalam penyamarannya, menghasilkan temuan masih banyaknya praktik pungli dan pelayanan yang berbelit-belit di lingkungan SKPD yang ada di Jatim.
“Dari Supervisi diketahui bahwa pelayanan di Dispendukcapil di beberapa Kabupaten ternyata masih belum baik. Selain itu banyak pungli seperti di Bondowoso, Lamongan, dan Magetan,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jatim, Agus Widiyarta saat melaporkan kinerja akhir tahun 2015, Selasa (22/12) kemarin di kantornya Jalan Embong Kemiri.
Hal ini setelah Ori Jatim melakukan uji sampling ini yang diambil di beberapa kabupaten/Kota di Jatim. Antara lain di Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Tuban, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Magetan.
“Dispendukcapil di Kabupaten itu masih banyak yang tidak memiliki Surat Permintaan Pembayaran,” jelasnya.
Tidak hanya di Dinas Kependudukan, menurutnya Agus, di SKPD seperti Dinas Pertanahan juga masih terdapat penundaan kepengurusan sertifikat tanah yang berlarut dan berbelit-belit. “Kalau seperti itu, kita biasanya banyak memberikan surat kepada mereka. Mereka memperbaiki cuma beberapa bulan, setelahnya begitu lagi,” ujar Agus.
Agus mengatakan, yang paling parah dalam pelayanan publik yakni penundaan yang berlarut. Menurutnya, untuk pungli masih ada namun kecil kemungkinan lantaran tidak kelihatan. “Kalau pungli nilai hukumnya besar karena harus ada bukti yang konkrit. Dan kalau tidak ada bukti bisa diserang balik,” terangnya.
Ia menjelaskan, adanya pungli karena ada dua kepentingan. Kalau memang ada pungli di salah satu lingkungan kepemerintahan indikasi mal administrasi yang tidak sesuai prosedural, menurut Agus, untuk segera melaporkan ke ORI Jatim.
“Setelah itu, kita akan langsung merekomendasikan langsung ke Wali Kota untuk mencopot jabatannya. Sebetulnya kita mengharapkan bahwa masyarakat melakukan sendiri untuk melaporkan jangan menggunakan jasa,” pungkasnya.
Peningkatan jumlah laporan dari tahun 2014 ke 2015, Agus menerangkan bahwa masyarakat semakin berani untuk melaporkan ke Ombudsman. Pelaporan tersebut menurutnya ada dua kemungkinan yakni pelayanan publik kurang bagus atau masyarakat memang benar-benar berani. “Kami tetap menunggu laporan dari masyarakat,” tegasnya.
Ia mencontohkan, di Kota Surabaya yang menarik itu kalau pelayanan yang menyangkut aspek ekonomi sangatlah banyak yang melaporkan. “Seperti mengurus surat keterangan waris, pertanahan itu sekarang tidak ada seikhlasnya. Pemkot Surabaya ini tertinggi namun ini dalam artian sedang yakni berdasarkan kota pelapor berjumlah 179,” kata Agus. (geh)

Uji Kepatuhan SKPD (sumber ORI Jatim)
Pemerintah Daerah  Nilai Rata-Rata  Zona
Provinsi Jawa Timur  88,20  Hijau
Pemkot Surabaya  75,75  Kuning
Kota Blitar  43,42  Merah
Kabupaten Kediri  54,12  Kuning
Kota Malang  53,33  Kuning
Kabupaten Pasuruan  37,20  Merah

Tags: