Punya Pesan Filosofi, Mahasiswa Australia Pelajari Turonggo Yakso

Pelatih Jaranan Turonggo Yakso, Dian Bokir (tengah) saat menunjukkan aksinya bersama sembilan mahasiswa asing asal QUT Australia di Universitas Surabaya (Ubaya), beberapa waktu yang lalu.

Surabaya, Bhirawa
Berkunjung ke Indonesia tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi aneka kuliner, kerajinan hingga budaya yang ada. Demikian pula kiranya, yang dilakukan sembilan mahasiswa asing asal Queensland University of Technology (QUT) Australia.
Dalam kunjungannya yang dinamakan Summer Program tersebut, ke sembilan mahasiswa asing ini mencoba pengalaman berlajar tarian jaranan Turonggo Yakso yang berasal dari Trenggalek.
Diungkapkan Shaun Wallace bahwa ini merupakan pertama kalinya bagi Ia menari tarian Turonggo Yakso.
“Ya ini merupakan kali pertama saya, dan saya sangat senang dalam menyambut tarian ini,” ungkap mahasiswa semester 3 ini. Lebih lanjut, ia menceritakan setelah mencoba tarian jaranan tersebut, ia merasa sangat senang sekaligus salut dengan guru yang sangat hebat, yang telah mengajarinya dan teman-temannya dalam menari. Sehingga, pihaknya bisa menikmati tariannya dengan baik dan suka cita.
“Ya meskipun susah, tapi kami sudah berlatih sehingga menjadi lebih mudah. Saya juga sangat tertarik dengan tarian dan budaya ini” ujarnya.
Sementara itu, pelatih tarian Jaranan Turonggo Yakso Dian Novasa Putra mengungkapkan rasa salutnya terhadap sembilan mahasiswa dari QUT.
“Meskipun mereka basic nya bukan seorang penari, mungkin agak kesusahan dari mereka. Namun mereka sudah luar biasa mau mencoba” terangnya.
Ia menjelaskan bahwa pada proses pelatihan yang dilakukannya selama 45 menit sebelum aksi demo tarian, ke sembilan mahasiswa merasa sedikit kesulitan untuk mengikutinya.
“Tadi memang agak pelan terus pas waktu latihan kena musik, speednya kan ceper mereka agak kebingungan,” tutur pria yang akrab disala Dian Bokir ini.
Terkait teknik menari, Dian menambahkan jika teknik yang paling sulit dalam tarian Turonggo Yakso adalah teknik tangan dan gesture tubuh. Ia menjelaskan, sebenarnya pada tarian Tradisional prinsipnya hampir sama. Namun, kebanyakan tarian Jawa banyak menggunakan banding dan tanjak yang berpaku pada kekuatan kaki yang membuka.
“Sebenarnya basic tarian sama saja, karena tari Jawa ada banyak banding dan tanjak yang tertumpu pada kekuatan kaki” tuturnya.
Diungkapkannya, meskipun basic sebagai penari tradisional jika di tunjuk untuk menari dari daerah lain akan mengalami kesulitan, mengingat teknik tiap tarian berbeda-beda.
“Misalnya saja tari Bali, meskipun basic kita penari Jawa, tetap susah jika menari tarian lain. Karena disiplin ilmunya berbeda” paparnya.
Secara pribadi tambah dia terharu dengan orang-orang luar negeri yang datang hanya untuk belajar budaya dan tarian kita.
“Kita bisa lihat saat ini kecintaan terhadap budaya kita sendiri mulai berkurang” sahutnya.
Tarian jaranan di Jatim sendiri, imbuhnya banyak sekali. Namun, Uniknya property jaranan Turonggo Yakso atau (berkepala raksasa) ini mempunyai artian filosofis tersendiri bagi manusia. Di mana mempunyai artibmanusia harusnya bisa mengendalikan hawa nafsu. “Dan itu yang saya pahamkan dan jelaskan filosofinya kepada mereka” imbuhnya lulusan seni tari Unesa.
Kedepannya pihaknya berharap tarian dan budaya Indonesia lebih berkembang, lebih maju dan lebih banyak inovasi agar dapat menjadi karya yang menarik agar bisa diperuntukkan untuk pertunjukkan di kancah international.

Kesempatan Mengenalkan Budaya Bangsa
Menyelam sambil minum air, perumpaan itulah yang digunakan oleh Manajer Kerjasama Kelembagaan Luar Negeri Universitas Surabaya (Ubaya). Di samping summer program yang dijalin dengan QUT Australia untuk mempelajari property di Indonesia, juga dimanfaatkan sebagai pengenalan budaya Indonesia pada kunjungan mahasiswa asing .
Manajer Kerjasama Kelembagaan Luar Negeri Ubaya Adi Prasetyo Tedjakusuma mengungkapkan jika pihaknya juga ingin mempopulerkan tarian Turonggo Yakso (kuda Raksasa).
“Tarian ini sebenarnya cukup menarik, karena kuda yang dipakai adalah kuda raksasa besar. Namun sayangnya tarian ininjarang ditampilkan” jelasnya.
Oleh karenanya, pihak nya ingin ambil bagian dalam mempromosikan tarian tradisional, dalam hal ini Jaranan Turonggo Yakso yang kental akan makna filosofinya. Ia memaparkan bahwa kedatangan mereka selama sepuluh (10) hari diharapkan mampu memberikan kesan yang mendalam mengenai kekayaan budaya Indonesia.
“Semoga mereka bisa mengajarkan tarian ini kepada teman-teman mereka disana (Australia, red)” harapnya.
Sementara itu, kepala program study bachelor of Property Economics QUT Connie Susilawati menjelaskan bahwa di Australia sendiri budaya Indonesia sudah cukup terkenal. Hanya saja konteks pengenalan budaya Indonesia sebatas tentang Bali.
“Di Australia mereka juga belajar budaya Indonesia, karena budaya kita disana sudah cukup terkenal ya. Namun sayangnya mereka agak kesulitan” tutur wanita asli Surabaya yang saat ini tinggal di Australia ini. Bahkan, diakuinya, pemerintah Austrakia terus mendorong agar mahasjswa dan pemuda Australia tidak hanya mengenal budayanya sendiri. Melainkan juga bisa belajar budaya bangsa lain (negara tetangga). [ina]

Tags: