Pupus Harapan PDIP sebagai Rumah Demokrasi

Kongres PDIP (1)Jakarta, Bhirawa
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Ziti Zuhro mengatakan hilangnya kader muda dan sosok pembaharu dalam susunan kepengurusan PDI-P 2015-2020, akan memupuskan harapan PDI-P sebagai rumah yang demokratis.
“Keinginan mereka untuk menjadikan PDI-P sebagai rumah yang demokratis, yang teduh bagi kader dan mengamalkan prinsip-prinsip demokrasi (transparansi dan akuntabel) bisa jadi akan pupus dengan tereliminasinya sosok-sosok pembaharu seperti Eva Sundari, Marurar Sirait, Riekediah Pitaloka tersebut,” kata peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Ziti Zuhro, MA di Jakarta, Minggu.
Sebelumnya Ketum DPP PDI-P Megawati Soekarno Putri yang terpilih lagi secara aklamasi, telah mengumumkan sususan jajaran pimpinan DPP. Namun ada beberapa nama kader potensial seperti Maruarar Sirait, Rieke Diah Pitaloka, Eva Kusuma Sundari dan Pramono Anung yang tersingkir.
Mereka tak masuk lagi dalam susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan hasil Kongres IV di Bali.? Menurut Siti Zuhro, prospek PDI-P pasca-Kongres IV di Sanur, Bali, akan sangat tergantung pada seorang sosok Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
“Karena pengaruh Megawati sangat besar. Dia menjadi sosok sentral dan satu-satunya patron di PDIP. Dengan realitas PDIP seperti itu, masa depan partai akan ditentukan kepemimpinan oleh Megawati, apakah PDIP akan semakin diminati di pemilu/pilkada atau justru sebaliknya ditinggalkan pemilihnya. Apalagi kalau PDI-P dianggap tidak mengakomodasi kader-kader vokalnya yang sejauh ini dinilai positif ikut membangun partai,” katanya.
Sebagai partai kader, lanjut Siti Zuhro, PDI-P seharusnya bisa menjadi rumah yang teduh bagi semua kadernya, tanpa ada yang merasa ditinggalkan atau disingkirkan.
Tak pengaruhi soliditas Sementara itu, mantan Wakil Ketua DPD RI, Laode Ida mengatakan PDIP memang merupakan parpol yang besar selama era reformasi ini dikendalikan oleh Megawati sebagai figur kharismatik dan integrator.
Apa pun yang dilakukan Megawati, tambah Laode, tidak akan meruntuhkan atau memperkecil partainya, karena PDIP memiliki kapling massa yakni kaum nasionalis sekuler dan nonmuslim.
“Maka tak masuknya sejumlah orang yang dikenal luas oleh masyarakat sebagai kader PDI-P?tak akan pernah mempengaruhi soliditas dan perolehan suara parpol dalam Pemilu 2019 mendatang,” katanya.
Menurut Laode, pihak formatur penyusunan kepengurusan PDIP di Kongres Bali tentu memiliki pertimbangan subjektif politik, sehingga tak memasukkan mereka-mereka itu,?termasuk barangkali keinginan untuk menampilkan figur-figur baru di publik sebagai bagian dari regenerasi secara terbatas.
Sebelumnya, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu, peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bakti mengatakan ada nama kader berkualitas yang hilang dari susunan DPP PDIP Periode 2015-2019.
“Saya melihat lenyapnya Ara (Maruarar Sirait) di tingkat DPP. Pertanyaan saya, (apakah) karena dia buat dosa terhadap partai atau tidak berhasil,” kata Ikrar.
Padahal tambah Ikrar, Ara merupakan kader PDI-P yang berprestasi, seperti pada saat menggalang donor darah beberapa waktu lalu atau berhasil menjaring generasi muda masuk partai.
“Kalau memang ada dosa seperti dia akan jadi menteri ya jangan disebut seperti itu. Atau ada persoalan internal dengan Puan (Maharani), jangan sebut seperti itu,” imbuhnya.
Maruarar dalam kepengurusan sebelumnya menjadi Ketua DPP PDIP bidang Pemuda dan Olahraga selama periode 2005-2010 dan 2010-2015. Kini, Ara juga menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDIP.
Sementara berdasaran hasil Kongres IV PDIP di Bali, posisi ketua bidang pemuda dan olahraga dipercayakan ke Sukur Nababan.?Sukur yang juga anggota DPR merupakan salah satu kader di Taruna Merah Putih, salah satu organisasi sayap PDIP yang kini dipimpin Maruarar. [ant.ira]

Tags: