Putus Rantai Radikalisme

Kegiatan awal di kampus telah dimulai pertengahan bulan (September) ini. Maba (mahasiswa baru) bukan sekadar menuntut ilmu keahlian, dan ketrampilan. Melainkan juga penanaman ke-ideologi-an kebangsaan, dan ke-rohani-an. Ironisnya, sindikat radikalisme juga sedang menunggu yunior baru melalui berbagai kegiatan,. Walau sangat minoritas, kelompok “bawah sosial” radikalisme memiliki banyak kiat menyusup pada kegiatan ke-rohani-an.
Tiada tempat aman untuk penyebaran radikalisme kanan maupun kiri. Akan selalu memperoleh perlawanan sengit masyarakat luas. Bukan sekadar dikucilkan secara sosial. Melainkan juga dilaporkan kepada aparat penegak hukum (dan keamanan). Tetapi paham radikalisme juga akan selalu mencari jalan masuk, terutama pada kalangan yang serba “kekurangan.” Yakni, kurang pengetahuan, kurang pengalaman, dan kurang pergaulan lingkungan.
Mahasiswa sampai profesor yang kurang pergaulan bisa terpapar radikalisme. Tak terkecuali pada lingkup kampus negeri. Sudah banyak PTN (Perguruan Tinggi Negeri) telah men-skorsing guru besar (profesor) karena terpapar radikalisme kanan. Bahkan pada proses pembinaan, ada guru besar memilih mundur sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Hal yang sama dijejaki pada kalangan guru pada sekolah negeri (tingkat SD, SMP, dan SLTA).
Di Jawa Tengah, tujuh guru sekolah negeri (SMP, SLTA, dan Sekolah Luar Biasa) sudah masuk program “pembinaan” pemerintah. Konsekuensi logis, karena setiap aparatur sipil negara (ASN) dituntut setia pada dasar negara Pancasila, dan konstitusi (UUD). Bahkan wajib pula taat pada rezim (pemerintahan) yang sah. Kesetiaan ASN terhadap Pancasila bersifat mutlak. Kesetiaan mutlak tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Dalam PP Disiplin PNS, pasal 3 ayat (3) dinyatakan, “Setiap PNS wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah.” Yang tidak setia, wajib diberi sanksi pelanggaran disiplin berat. Hukumannya diatur pada pasal 7 ayat (4) terdiri dari lima jenis sanksi. Yakni, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; sampai pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS.
Kegiatan ke-rohani-an Islam tingkat SLTA, dan kampus, menjadi “pintu masuk” pengkaderan radikalisme. Sifitas Akademis terpapar radikalisme, telah terbukti di Riau. Juga di Jakarta, Bandung, Yogya, Solo, Malang (Jawa Timur), dan Surabaya. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menduga kampus (negeri) lain juga terpapar. Walau rekrutmen radikalisme bukan di dalam kampus.
Namun kawasan sekitar kampus ditengarai telah dikunjungi mentor jaringan radikalisme. Kos-kosan mahasiswa menjadi incaran menyebarkan dakwah radikal, setidaknya berupa olok-olok ke-agama-an. Serta olok-olok umat beargama oleh radikalis kiri, yang menista ajaran agama-agama. Tetapi tiada yang lolos dari catatan BNPT. Serta rekam jejak catatan Kepolisian hingga tingkat sektor (Polsek).
Pimpinan perguruan tinggi, seyogianya bekerjasama dengan tokoh agama (ulama) terdekat kampus. Bisa berupa fasilitasi kegiatan ekstra kurikuler ke-rohani-an. Terutama pemilihan ustadz (tutor) yang direkomendasikan oleh ormas ke-agama-an, dan MUI setempat. Tutor pembimbing kegaiatan ke-rohani-an kampus menjadi simpul paling strategis. Kawasan sekitar kampus ditengarai telah dikunjungi mentor jaringan radikalisme.
Kos-kosan mahasiswa (dan rumah dinas dosen) menjadi incaran menyebarkan dakwah radikal, setidaknya berupa olok-olok ke-agama-an. Sesungguhnya tidak sulit mendeteksi ajaran ke-agama-an radikal. Tanda-tandanya, sering bermusuhan dengan masyarakat sekitar. Bahkan seluruh ajaran yang tidak sesuai dengan dakwah radikal, dianggap bid’ah, sampai dituding kafir, dan thoghut.
Dakwah radikalisme sudah sering menimbulkan kegaduhan sosial, berpotensi tawur sosial. Begitu pula gerakan anti agama-agama, menyulut perpecahan nasional. Masih diperlukan aksi deradikalisasi bersama masyarakat dan aparat, menegakkan hidup bersama saling toleran.

——— 000 ———

Rate this article!
Putus Rantai Radikalisme,5 / 5 ( 1votes )
Tags: