PWI Jatim Nyatakan Mosi Tidak Percaya terhadap Dewan Pers

Lutfil Hakim

Surabaya, Bhirawa
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jatim menyatakan sikap mosi tidak percaya terhadap kinerja Dewan Pers, karena melakukan kinerja yang salah dan melanggar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).
Salah satu yang disorot PWI Jatim adalah wacana Dewan Pers untuk mengubah peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang setiap tahun jatuh pada 9 Februari. Padahal HPN setiap 9 Februari sesuai dengan Keppres No 5 Tahun 1985 yang ditandatangani Presiden Soeharto untuk menguatkan penghargaan atas perjuangan wartawan sebelum dan sesudah kemerdekaan, termasuk di masa reformasi. Penandatanganan oleh Presiden Soeharto ini berdasar pernyataan semua wartawan nasional dari berbagai media massa dan organisasi wartawan di Solo pada 1946 .

Djoko Tetuko

“9 Februari itu merupakan kebersamaan seluruh media dan organisasi wartawan yang berbeda, dan semua menyatakan sikap bahwa 9 Februari sebagai hari kelahiran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1946,” kata Lutfil Hakim, selaku juru bicara PWI Jatim, Selasa (17/4).
Oleh karena itu, lanjut Lutfil, pemerintah harus mengembalikan kinerja Dewan Pers sesuai dengan UU Pers, yang sama sekali tidak mengatur mengenai perubahan HPN.
“Kembalikan kinerja dan fungsi Dewan Pers sesuai UU Pers. Di dalam UU Pers, sama sekali tidak mengatur kewenangan Dewan Pers mengenai perubahan tanggal peringatan HPN,” katanya.
Ditambahkan Dewan Kehormatan Daerah PWI Jatim Djoko Tetuko, verifikasi perusahaan pers sesuai dengan UU Pers harus dikembalikan ke organisasi perusahaan pers dan Dewan Pers hanya berfungsi mendata. “Demikian juga dalam melakukan kompetensi wartawan, harus diserahkan sepenuhnya kepada organisasi kewartawanan yang profesional dan bertanggung jawab. Sedangkan Dewan Pers hanya menerima data, bukan memverifikasi seperti saat ini,” tandas Djoko Tetuko.
Djoko Tetuko meminta pemerintah bertindak tegas untuk menjaga NKRI dari berbagai upaya memecah belah dan menghilangkan sejarah yang sifatnya justru tidak mendukung pers bebas yang bertanggung jawab.
Menurutnya, pengubahan HPN dengan memandang sebelah perjuangan organisasi wartawan sebelum dan sesudah kemerdekaan, serta mempunyai sejarah perjuangan sangat panjang, sama saja dengan mengubur perjuangan wartawan Indonesia masa lalu.
Senyampang mengembalikan kinerja Dewan Pers sesuai dengan UU Pers, Djoko Tetuko juga mendesak rekrutmen Dewan Pers harus proporsional sesuai dengan jumlah anggota wartawan yang profesional, dan jumlah perusahaan pers yang sesuai dengan UU Pers.
Sebab, verifikasi yang tidak profesional dari Dewan Pers, justru melanggar pasal 28 UUD, menyumbat aspirasi masyarakat pers. Sementara aspirasi masyarakat saja diberi hak asasi. [tis,nel]

Tags: