Quo Vadis Pendidikan Karakter?

Oleh:
Ridwan Ansor
Anggota Tim Riset Sekaligus Akadmeisi Sosial Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Trunojoyo Madura

Belakangan ini dunia pendidikan menjadi sorotan banyak media,baik lokal maupun nasional, cetak ataupun elektronik. Hal itu terjadi seiring merebaknya perilaku kekerasan, penganiayaan,dan pencabulan. Ironinya, tindakan memalukan tersebut melibatkan banyak aktor, mulai dari siswa, guru, bahkan hingga anggota struktural tertinggi seperti kepala sekolah misalkan. Kasus teranyar datang dari sebuah lembaga sekolah menengah atas (SMA), tepatnya di SMA Taruna, Magelang, Jawa Tengah. Seorang siswa diketahui meninggal dunia setelah mendapat perlakuan tindak kekerasan, dan belakangan diketahui pelaku yang terlibat di dalamnya adalah teman sekolah korban sendiri.
Kasus meninggalnya siswa SMA Taruna bukan saja telah mencoreng institusi pendidikan, namun kian menegaskan atas problem kekerasan dalam tubuh pendidikan kita. Ironinya, kejadian seperti ini tidak terjadi sekali dua kali, namun telah berulang-ulang, bahkan hampir setiap bulan berita kekerasan mewarnai lembaga pendidikan kita. Dapat dikatakan peristiwa meninggalnya siswa SMA Taruna adalah pengulangan dari peristiwa sebelumnya yang semakin menambah catatan hitam lembaga pendidikan.
Jika di pikirkan secara sadar tentu hal itu telah  membuat masyarakat  resah terhadap sistem pendidikan kita, baik dari segi cara pembelajaran, perhatiannya serta menejemenya  yang terbilang masih sangat  buruk dan gagal untuk menciptakan pendidikan berkarakter, berdasarkan tujuan mulia pendidikan yang telah tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 No 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang tujuan pendidikan, disebutkan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mmbentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Berdasarkan bunyi Undang-undang Dasar 1945 No 20 Tahun 2003 pasal 3 di atas tentang tujuan pendidikan nasional, tentunya sudah sangat jelas, bahwasannya tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk karakter bangsa yang cerdas, taat beragama serta beretika mulia. Namun, Seiring dengan merebaknya kasus kekerasan di dunia pendidikan yang akhir-akhir ini ramai di beritakan di media, hingga  sampai berujung kepada kematian, tentunya hal itu akan  menjadikan  penilaian masyarakat terhadap dunia pendidikan  menjadi semakin miris,  dengan segala bentuk aksi negatif dan kekerasannya  yang sudah sangat melenceng dari nilai-nilai kemanusiaan yang harusnya patut di miliki oleh seorang pelajar. Sampai di sini, barangkali ada pentingnya kita menghadapkan sistem sosial pendidikan saat ini pada pertayaan-pertanyaan penting perihal cita-cita karakter dalam dunia pendidikan kita.
Karenanya, banyak hal yang perlu di benahi dari berbagai aspeknya, mencakup hal yang paling dasar adalah tentang tujuan dan karakter  pendidikan itu sendiri. Berbagai tragedi dan pristiwa kekerasan di dunia pendidikan yang telah  merusak tatanan pendidikan, sudah cukup sebagai pembelajaran untuk secepatnya membenahi dan memperbaiki bangunan sitem dan proses pembelajaran  yang mencerminkan sikap kemanusiaan, nurani yang berketuhanan, dan jiwa yang senantiasa mencerminkan kesopanan, sehingga dalam penerapannya selalu sejalan dengan apa yang awalnya di cita-citakan oleh  pendidikan,  yakni keterdidikan dan ketercerahan. Demikian karena seorang pelajar tidak hanya cukup memiliki bekal keahlian dalam berbagai bidang yang sedang di tekuninya, namun pelajar juga memiliki sikap dan karakter mulia yang telah dia dapatkan dari pendidikan, sehingga pendidikan karakter itu akan menjadi bekal bagi seorang pelajar agar mereka nantinya bisa berbaur baik  dengan kehidupan sosial, dapat menjalankan kebaikan yang menjadi pedoman dari agamanya serta senantiasa menjaga nilai-nilai moral yang  bisa menularkan kebermafaatan.
Untuk sampai ke sana, maka penting rasanya mendudukan pemikiran Robert K Merton tentang arti penting fungsi sebauh pendidikan berbasis karakter. Dalam teori struktural fungsionalismenya,  Robert K Merton  menyebutkan 3 poin penting yang menjadi fungsi untuk  menciptakan keselelarasan dalam seluruh sistem sosial, termasuk dalam dunia pendidkan. Pertama, kesatuan masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang harus bekerja sama satu sama lain untuk menghindari sebuah konflik atau pertengkaran.  Kedua, seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi yang positif.  Ketiga, sebuah ide, kepercayaan, kebiasaan dalam setiap peradaban memiliki fungsi dan tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting serta tidak bisa dipisahkan dari segala sistem sosial secara keseluruhan.
Asumsi-asumsi penting dari Robert K Merton di atas merupakan suatu refleksi dan penyadaran penting bagi segenap struktur sosial termasuk bagi dunia pendidikan untuk senantiasa menjaga nilai-nilai baku dalam sebuah struktur sosial dan pendidikan, dengan tetap menjaga dan menerapkan asas-asas yang menjadi tujuan baku  dari dunia pendidikan, serta menerapkannya ke dalam dunia nyata, sehingga Robert K Merton mengatakan bahwa nilai-nilai yang baku  itu akan menjadi  sebuah pengikat seluruh struktur sosial tidak menutup kemungkinan dalam dunia pendidikan, sehingga mampu menciptakan sebuah keselarasan sosial yang di dalamnya terdapat sikap, perilaku dan pola pikir yang mencerminkan pendidikan dan keterdidikan sesungguhnya.

                                                                                                   ————- *** —————-

Rate this article!
Tags: