R-APBD 2015 mulai Dibahas

RAPBDRANCANGAN APBD (P-APBD) Jawa Timur tahun 2015 sudah diajukan oleh Gubernur. Sebagaimana biasa, selalu terdapat perubahan angka dibanding KUA PPAS (Rp 21,005 triliun). Perubahan angka juga disebabkan UU tentang APBN 2015 telah disahkan, diantaranya berisi menyusutnya Dana Perimbangan. Tetapi  juga ada penambahan dari APBN untuk BOS serta Dana Insentif Daerah (DID). Namun secara global APBD masih diduga defisit sekitar Rp 841 miliar.
Namun kekurangan ini bisa dipastikan akan tertutup dari pembiayaan netto (kelebihan APBD tahun 2014). Kelebihan (SILPA) APBD tahun 2014 ditaksir sebesar Rp 1,151 triliun. Sisa ini sebagian-nya ditabung sebagai penyertaan modal (sebesar Rp 2200 miliar). Juga digunakan sebagai pembentukan dana cadangan (Rp100 milyar). Jadi, yang semula terhitung defisit dipastikan akan ber-sisa lebih. APBD Jawa Timur selalu dirancang seperti itu, selalu defisit semu.
Rancangan APBD 2015 akan dipagu berimbang sesuai angka Belanja Daerah sebesar Rp 22,551 triliun. Dibanding APBD 2014 (perubahan), RAPBD 2015 naik sebesar 11,45%. Kenaikan persentase APBD nyaris “rutin.” Padahal daerah lain (Jawa Tengah) tahun ini APBD-nya akan naik 100%. Hal yang sama telah terjadi di Provinsi DKI Jakarta setahun lalu, APBD-nya naik 100%.
Struktur Belanja Daerah akan “di-motori” oleh Hibah senilai Rp 5,830 triliun (25,85 persen dari total APBD). Lalu disusul Bagi Hasil kepada Pemkab dan Pemkot dan Pemdes, besarnya Rp 5,352 triliun (23,73 persen). Sedangkan pos untuk Belanja Langsung hanya sebesar Rp 6,825 triliun (30,26 persen). Tetapi riilnya, Belanja Langsung hanya sebesar Rp 6,014 trilyun (26,67%). Angka pada Belanja Langsung inilah yang akan digunakan untuk membiayai “denyut” pembangunan di Jawa Timur.
Apa yang diperbuat dengan Rp 6 trilyun untuk se-Jawa Timur? Pastilah sangat sedikit. Kalau di-kurs dengan 41 juta jiwa penduduk, berarti setiap orang dijatah Rp 147 ribu-an dalam setahun ini! Bahkan untuk mengentas kemiskinan (sebanyak 5.146.570 jiwa) saja tak cukup. Karena setiap orang akan menerima Rp 1.168.674,-. Konsekuensi langsung rendahnya Belanja rutin adalah semakin kecilnya Belanja Modal Daerah.
Sedangkan Belanja Modal sangat penting untuk meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 5 tahun 2010, Belanja Modal seharusnya berada pada kisaran 25%. Tetapi di Jawa Timur masih jauh dari 20% APBD. Bahkan rasio Belanja Modal Provinsi Jawa Timur menempati peringkat ke-5 terendah se-Indonesia. Peringkat Jawa Timur makin buruk jika belanja modal ini dihitung per-kapita. Hal itu disebabkan APBD dipagu rendah, sehingga kesulitan untuk membaginya secara memadai.
Selain minimalis-nya Belanja Daerah, problem lain R-APBD Jawa Timur 2015 adalah kukuhnya Pemprop dalam menganut “asas defisit semu.” Setiap tahun APBD ditulis defisit. Namun setiap tahun pula, di ujung pelaksanaan APBD selalu menghasilkan sisa lebih (SILPA). Itu berarti pemerintah propinsi tetap belum berani menyusun APBD minus secara riil. Sebagaimana APBN yang selalu “defisit riil,” yang ditutup melalui utang luar negeri. Dengan defisit riil (minus) pemerintah akan bekerja lebih keras untuk lebih kreatif dan inovatis menggali pendapatan. Pendapatan digali terutama dari sektor pajak, serta investasi asing. Kalau masih kurang, telah disediakan standby loan, alias ber-hutang. Terdapat  PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 30 tahun 2011, khususnya tertuang dalam pasal 49 yang mengatur obligasi daerah. Dengan itu Pemerintah Daerah (Propinsi maupun Kabupaten dan Kota) bisa menerbitkan obligasi daerah.
Pada sisi lain defisit riil juga akan mendorong pemerintah untuk melakukan penghematan dalam setiap pengeluaran. Kalau masih kepepet, dilakukan pula pemangkasan subsidi. Maka prinsip  “defisit riil” dalam APBN memiliki kelebihan sebagai lecut pemacu kinerja pemerintah.

                                                              ———————– 000 ———————–

Rate this article!
R-APBD 2015 mulai Dibahas,5 / 5 ( 1votes )
Tags: