R-APBD 2023 dan Kenaikan Harga BBM

Oleh :
Lilik Hendrawati
Anggota Komisi C DPRD Jatim dari PKS.

Penyampaian dan pembahasan Rancangan APBD 2023 ini memiliki nilai strategis dan penting dalam menjaga keberlanjutan dan keberlangsungan pembangunan Provinsi Jawa Timur dari periode sebelumnya agar tetap berada dalam track-nya. Hal ini terkait dengan tahun 2023 ini adalah tahun kelima bagi pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menjalanakan rencana program pembangunan dengan capaian-capaian pembangunan yang telah dituangkan dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2019-2024.
Secara normatif, penyusunan dan perangkaan Rancangan APBD 2023 ini tak dapat dilepaskan dari Nota Kesepakatan tanggal 12 Agustus 2022 Nomor : 188/5/NK/013/2022 dan Nomor : 188/5/NK/050/2022 tentang Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2023 serta Nota Kesepakatan tanggal 12 Agustus 2022 Nomor : 188/6/NK/013/2022 dan Nomor : 188/6/NK/050/2022 tentang Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Tahun Anggaran 2023.
Kita patut bersykur, saat ini Pandemi Covid-19 mulai dikendalikan dan melandai secara signifikan. Aktivitas sosial-ekonomi masyarakat mulai bergerak normal. Ekonomi masyarakat mulai bangkit. Namun sangat disesalkan, ketika masyarakat sedang berusaha bangkit dari keterpukuran ekonomi akibat pandemi Covid-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM, padahal Trend harga minyak dunia sedang menurun. Kebijakan ini tentu saja langsung berakibat pada beban sosial-ekonomi menjadi semakin berat. Pulih Lebih Lambat, Bangkit Lebih Berat.

R-APBD Jatim 2023
Sebagaimana disampaikan saudara gubernur dalam nota keuangannya, tema RKPD Provinsi Jawa Timur 2023 adalah: Adalah “Peningkatan dan Pemerataan Kualitas Sumber Daya Manusia Serta Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan Untuk Mendukung Daya Saing Daerah Dalam Menyambut Era Industri Perdagangan dan Jasa Berbasis Agro”. Tema ini selain mensinkronkan tema RKP, juga menenuhi kebutuhan daerah dan sekaligus menjawab persoalan real yang terjadi saat ini dihadapi masyarakat pasca Pandemi Covid-19 dan kenaikan harga BBM yang berdampak luas.
Sebagai konsekwensinya, struktur dan komposisi anggaran 2023 harus sebangun dengan tujuh program prioritas di atas. Namun demikian, program prioritas dan struktur anggaran yang akan dirancang akan menghadapi hambatan eksternal, terutama terkait dengan dampak dari kebijakan kenaikan harga BBM. Ini akan menjadi ujian politik dan pembangunan bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, bagaimana mengendalikan inflasi yang teracam melambung dan merespon beban sosial-ekonomi masyarakat yang semakin berat. .
Dengan mempertimbangkan tema RKPD 2023, kondisi ekonomi eksternal, dan kinerja makro sosial-ekonomi yang telah dicapai pada semester I dan II 2022, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengajukan proyeksi perangkaannya; Pendapatan Daerah pada Rancangan APBD Tahun Anggaran 2023 diproyeksikan sebesar 27 trilyun 839 milyar 454 juta rupiah lebih, sedangkan kekuatan Belanja Daerah direncanakan sebesar 29 trilyun 118 milyar 71 juta rupiah lebih. Besaran belanja daerah tersebut akan digunakan untuk Belanja Pegawai, Barang dan Jasa, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Modal, Bagi Hasil, Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga. Berisikan plafon anggaran sementara untuk Belanja Pegawai, Barang dan Jasa, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Modal, Belanja Tidak Terduga, Bagi Hasil, dan Bantuan Keuangan. Dengan melihat struktur perangkaan antar pendapatan dan belanja daerah tersebut diatas, maka diproyeksikan defisit anggaran pada tahun anggaran 2023 diperkirakan sebesar 1 triliun 278 miliar 617 juta 533 ribu rupiah, yang mana defisit ini yang akan ditutup dengan pembiayaan netto.

Catatan Kritis
Dari uraian di atas, penulis akan menyampaikan beberapa catatan kritis sebagai berikut; Pertama, berkaitan dengan komponen pendapatan daerah, penulis kembali menanyakan kenapa dilakukan pencanangan target yang underestimate, bahkan lebih rendah dari realisasi APBD tahun-tahun sebelumnya. Bukankah telah dialokasikan anggaran yang besar untuk OPD Badan Pendapatan Daerah sebesar 514 miliar 571 juta 772 ribu rupiah dengan narasi 13 kebijakan umum pendapatan di nota keuangan RAPBD 2023. Tapi kenapa target pendapatan khusususnya PAD masih belum optimis ? Di sisi lain, pemerintah Provinsi juga pusat masih mengasumsikan pertumbuhan ekonomi positif di kisaran lima persen, artinya geliat ekonomi sudah bertumbuh, tapi pendapatan daerah malah turun. Proyeksi pendapatan ini mengalami Penurunan begitu drastis. Karena itu, ini yang perlu dicermati dan kritisi bersama. Karena itu, penulis mempertanyakan, mengapa terjadi penurunan begitu dratis, padahal kondisi pertumbuhan ekonomi positif. Penulis mengkhawatirkan ada potensi praktek Murk Down untuk Pendapatan Daerah.
Kedua, Pemerintah provinsi menerapkan kebijakan belanja progresif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya desfiit anggaran yang cukup besar, yakni sebesar 1 trilyun 278 milyar 617 juta 533 ribu rupiah, penulis berpendapat, kebijakan belanja progresif (Politik anggaran defisit) ini sudah cukup tepat, dalam rangka untuk menjawab problem real, yakni pemulihan kondisi sosial-ekonomi akibat pandemi di 2023 dan kenaikan harga BBM. Akan tetapi yang perlu dikritisi adalah masalah peruntukannya. Penulis berharap defisit anggaran ini bernada positif, artinya anggaran defisit tersebut bukan dibelanjakan untuk kebutuhan rutin/pegawai dan operasional (kaum elite), tetapi untuk kebutuhan masyarakat (kaum alit), untuk kebutuhan pembangunan atau kebutuhan masyarakat yang lebih riil. Pemanfaatan politik anggaran defisit lebih diorientasikan untuk kebutuhan yang lebih produktif sebagai wujud dari pemulihan sosial-ekonomi masyarakat.
Ketiga, Berkaitan dengan Kebijakan kenaikan harga BBM tentu saja akan menjadikan beban sosial-ekonomi masyarakat semakin berat, termasuk ancaman inflasi yang akan naik signifikan. Efek domino kenaikan harga BBM akan serba menyulitkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, termasuk bagi pihak swasta atau perusahaan. namun yang sangat disayangkan, bantalan sosial yang disediakan RAPBD 2023 masih kurang memadai. Sebut saja misalnya bantuan sosial hanya dapat alokasi sebesar 129 milyar rupiah lebih atau belanja subsidi yang hanya dapat alokasi sebesar 30 milyar rupiah lebih. Pertanyaan, bagaimana kebijakan, baik anggaran maupun non anggaran dari pemerintah provinsi dalam merespon beban dan kesulitan ekonomi masyarakat real tersebut.
Keempat, Alokasi belanja daerah untuk sektor Pertanian sektor, diarahkan untuk JATIM AGRO. Sektor Pertanian dari tahun ke tahun alokasi anggaran relatif tidak ada perubahan atau peningkatan signifikan, berkutat pada angka 200 an milyar. Sektor pertanian saya kira juga terkena dampak dari kebijakan kenaikan harga BBM (sebelumnya terkena dampak pandemi Covid-19). Sebelum ada pandemi atau kenaikan harga BBM pun nasib sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak, cukup memprihatinkan (baca: tingkat pertumbuhan sektor pertanian masih minim/tidak lebih dari 3%). Penulis berpendapat, alokasi anggaran untuk sektor ini masih relatif rendah jika dihadapkan dengan nilai strategis dan kebutuhan dari sektor ini untuk masyarakat/petani. Apalagi jika kita cermati dan kritisi, sebagian besar belanja sektor ini untuk belanja rutin dan operasional.
Akhirnya, perlu ada pencermatan lebih lanjut di pembahasan tingkat komisi dan Badan Anggaran, khususya dalam membahas perangkaan potensi dan proyeksi pendapatan daerah dan proyeksi belanja daerah yang lebih rasional dan objekti serta benar-benar berorientasi pada pemulihan sosial-ekonomi masyarakat dan dampak kenaikan harga BBM.

———– *** ————-

Rate this article!
Tags: