Rabu, PNS Wajib Berbusana Cak-Ning

Pegawai-Negeri-Sipil-PNS-mengenakan-busana-Cak-dan-Ning-sebagai-pengganti-seragam-batik-di-Graha-Sawunggaling-Rabu

Pegawai-Negeri-Sipil-PNS-mengenakan-busana-Cak-dan-Ning-sebagai-pengganti-seragam-batik-di-Graha-Sawunggaling-Rabu

Surabaya, Bhirawa
Ada pemandangan tidak lazim di lingkungan kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, banyak orang berlalu lalang memakai baju adat Suroboyoan pada Rabu (10/6). Bukan karena ada acara memperingati HUT kota Surabaya yang sudah lewat sejak 31 Mei 2015, bukan juga karena alasan karnival atau merayakan kartinian.
Ternyata mereka adalah para petugas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti para asisten, kepala SKPD serta semua karyawannya, Camat maupun Lurah yang diwajibkan memakai busana Cak dan Ning untuk dijadikan seragam rutin tiap hari Rabu, menggantikan pakaian batik yang biasa mereka pakai di hari itu.
Pemakaian busana Cak dan Ning di akhir masa jabatan Walikota Surabaya Tri Rismaharini itu mulai disosialisasikan lewat surat edaran Sekretaris Daerah (Sekda) kota Surabaya bernomor 800/2930/436.1.3/2015 yang dikeluarkan pada 9 Juli 2015, dan mulai diberlakukan pada Rabu (10/6/15). Himbauan ini mengacu pada Peraturan Walikota (Perwali) nomor 60 tahun 2009 mengenai pelestarian budaya lokal Surabaya.
Meski belum banyak yang mematuhi aturan itu karena dirasa masih baru, namun sebagian pegawai SKPD sudah mulai menerapkannya. Seperti yang dilakukan para karyawan bagian Bina Program Pemkot Surabaya yang sebagian besar sudah memakai busana Cak Ning pada jam kerja.
“Kemarin baru diberi tahu jadi malamnya langsung beli baju lengkap, mulai blangkon, beskap, jarik, hingga sepatu selop,” ungkap Reza Fahreddy Kasubag Penyusunan Pelaksanaan Bina Program. Reza mengaku tak keberatan sebab antara memakai baju batik maupun busana lengkap Cak tak ada bedanya.
“Tidak ada yang aneh, cuma tadi ada yang sempet nanya ada acara ulangtahun kah. Kalau masalah kenyamana anggap saja seperti sarung, tetap bebas bergerak seperti pakai celana panjang biasanya,” tambahnya. Ia menambahkan atasan yang dipakai akan tetap tiap Rabu, namun untuk jarik atau bawahannya yang akan gonta-ganti motif.
Apresiasi ini juga ditunjukkan oleh Lucky Marlina Saraswati staff Bina Program Pemkot Surabaya yang tak keberatan memaki busana Cak Ning meski sedang hamil. “Tidak terganggu, justru malah senang dan tidak ribet kok. Terima tamu atau rapat juga nyaman meski dipakai seharian,” ungkapnya saat ditemui Surya di sela kesibukannya.
Ia mengaku sudah memiliki busana berwarna ungu itu sejak perayaan hari Kartini bulan April 2015. “Memang belum banyak yang pakai karena baru turun pemberitahuannya. Justru kantor malah mengakomodir, akan memesan seragam itu agar kompak warna biru. Minggu depan sudah jadi,” tambah Lucky.
Nantinya masing-masing karyawan di Bina Program akan merogoh kocek pribadi sekitar Rp 300-350 ribu rupiah untuk mendapat busana itu lengkap, seperti kerudung, kebaya, sewek dan sepatu selop bagi petugas perempuan.
Sementara itu Ruben Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Surabaya mengatakan bukannya tidak mau memakai tapi karena aktifitasnya yang selalu mobile ke luar kantor sehingga tidak memungkinkan untuk memakai busana itu.
“Saya keluar kantor terus, jadi pakai baju itu pas tadi pagi kalau sudah siang harus ganti. Karena tidak mungkin bertemu klien atau rapat diluar kantor pakai baju Cak Ning,” ujarnya saat bertemu Surya, Rabu (10/6).
Namun hal ini tak dipermasalahkan mengingat dalam surat edaran tercantum pengecualian untuk pelaksanaan yang tidak memungkinkan seperti rapat atau dinas luar kantor.
Aturan memakai busana Cak Ning itu pun tidak mengekang, sehingga diberikan kebebasan untuk memakai bawahan disesuaikan dengan aktifitas masing-masing orang yang penting dapat memudahkan gerak.
Asisten I Sekkota Surabaya Yayuk Eko Agustin mengatakan penerapan himbauan memakai baju Cak dan Ning ini bukan tanpa maksud. “Kami ingin meningkatkan pelestarian budaya lokal khususnya busana Cak Ning sebagai icon kota Surabaya.
Sehingga orang Surabaya familiar dengan budayanya sendiri. Kalau yang dari luar Surabaya datang malah sekaligus bisa dipakai sebagai ajang promosi budaya kita,” katanya saat dihubungi Rabu (10/6). [geh]

Rate this article!
Tags: