Rahasia di Balik Blusukan Jokowi

Oleh: Untung Wahyudi

Judul Buku  : The Jokowi Secrets
Penulis    : Agus Santosa
Penerbit  : Gradien Mediatama, Yogyakarta
Cetakan  : Pertama, 2014
Tebal    : 246 Halaman

Kehadiran Joko Widodo (Jokowi) di kancah politik membawa angin segar yang menularkan banyak energi dan motivasi ke banyak orang. Gaya kepemimpinan sosok yang pernah menjadi Walikota Solo itu terbilang fenomenal, sehingga banyak mendapat sorotan dari media dan publik. Salah satu kegiatan yang sangat terkenal yang sering dilakukan Jokowi adalah blusukan.
Kata blusukan terdengar semakin populer di negeri ini setelah Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta keluar dan masuk kampung di Jakarta. Blusukan secara harfiah dibentuk dari kata blusuk atau mblusuk yang artinya mbelu ing atau masuk ke. Kata blusukan sendiri adalah khas Jawa, diakrabi dalam kehidupan orang-orang di pedesaan, perkampungan dan pedalaman yang jauh dari keramaian.
Apa yang dilakukan Jokowi memang masuk akal. Masyarakat selama ini membutuhkan pemimpin yang mau turun ke bawah untuk melihat langsung keadaan rakyatnya. Apakah mereka hidup aman, damai dan berkucupan? Atau, sebaliknya kondisi mereka sangat memprihatinkan? Bukan pemimpin yang hanya membuat kebijakan-kebijakan sepihak yang merugikan rakyat.
Memang, setiap sesuatu yang dilakukan oleh pemimpin atau elit politik kerap kali dianggap pencitraan semata. Untuk mendapatkan dukungan atau simpati. Hal itu juga sering dilancarkan pada Jokowi yang memang sering turun langsung ke bawah. Entah dalam rangka melihat secara langsung korban banjir seperti yang melanda Jakarta baru-baru ini, atau hal-hal lain yang menyebabkan sang pemimpin terjun langsung ke lapangan.
Tapi, kenyataannya, apa yang dilakukan Jokowi bukan semata-mata dalam rangka kampanye atau “cari perhatian” menjelang Pilkada, tapi justru ketika dia sudah menjabat sebagai walikota atau gubernur. Sesuatu yang jarang dilakukan para pejabat ketika sudah duduk di kursi empuk pemerintahan.
Agus Santosa dalam The Jokowi Secrets memaparkan banyak hal tentang rahasia kepemimpinan Jokowi. Buku ini bisa dibilang beda karena tidak semata berisi biografi atau sejarah kehidupan Jokowi. Tapi, buku ini lebih pada pembahasan tentang kepemimpinan Jokowi yang selama ini menyita perhatian publik.
Ada pernyataan menarik yang diungkapkan Jokowi yang dikutip dari buku Jokowi Memimpin Kota Menyentuh Jakarta karya Albethiene Endah, Sebuah pernyataan yang terbilang dahsyat, “Saya membenci korupsi.” Kalimat singkat ini menandaskan kehendak baik Jokowi, dan tentu saja tidak cukup sekadar membenci korupsi. Jokowi selain harus membuktikan diri bersih dari korupsi dan benci korupsi, juga harus berani bersih-bersih birokrasi dari korupsi yang mengetori pemerintahan yang dipimpinnya (hlm. 121-122).
Korupsi di mata Jokowi bukanlah sekadar memiliki makna menjarah uang negara, atau seberapa besar (nilai) uang yang ditilap. Korupsi tidak mengenal dosa kecil atau dosa besar, tidak mengenal koruptor kelas penjambret atau koruptor perampok bank. Korupsi di mata Jokowi memiliki makna yang lebih mendalam, yakni pengkhianatan. Koruptor adalah pengkhianat negeri ini. Koruptor adalah pengkhianat yang dirusak oleh kerakusan semata, terperangkap dalam hawa nafsu jahat, dan tak segan melacurkan hati nurani.
Sikap Jokowi dengan segala kesederhanaan dan hobinya blusukan ke tempat-tempat kumuh seringkali mendapat tanggapan miring dari beberapa politisi atau pihak yang anti-Jokowi. Tapi, Jokowi memilih diam dan tidak mau menanggapi hal-hal remeh seperti itu. Bahkan, saat seorang juru bicara sebuah partai besar menantang Jokowi berdebat untuk menguji kompetensinya, Jokowi malah menanggapinya dengan “guyonan” yang membuat publik tersenyum. “Kalau diajaknya cemplung kali, cemplung pasar, terus terjun ke lumpur, ayo! Saya itu dari dulu tidak suka, tidak bisa debat. Saya sukanya blusukan.” Demikian komentar Jokowi menanggapi tantangan salah seorang “rival” politiknya.
Karena sikap santainya itulah Jokowi sering mendapat sorotan. Seolah-olah apa yang dilakukannya selalu “diburu” wartawan. Jadi, tidak heran jika banyak pihak yang “mencibir” dan mengatakan bahwa semua itu bagian dari pencitraan semata. Namun begitu, prestasi Jokowi memimpin Jakarta selama setahun tak bisa dianggap sepele. Banyak hal yang telah dilakukan Jokowi, dua di antaranya adalah dalam menata Pedagang Kaki Lima (PKL) dan merelokasi pemukiman kumuh. Sesuatu yang tidak bisa (tidak mau?) dilakukan oleh gubernur-gubernur sebelumnya.
Dari buku 246 halaman yang diterbitkan Gradien Mediatama ini pembaca bisa belajar banyak hal, terutama bagaimana seharusnya bersikap ketika menjadi pemimpin. Bahwa menjadi pemimpin itu seharusnya bisa menjadi contoh yang baik bagi bawahan-bawahannya. Juga, bisa memberi kenyamanan dan keamanan bagi rakyatnya. Karena, yang diharapkan rakyat adalah kerja nyata sang pemimpin, bukan obral janji saat kampanye yang tak menghasilkan apa-apa. (*)

Rate this article!
Tags: