Raih Predikat Cumlaude, Sempat Dituding Makar oleh Tim Penguji

Kuswanto Pertahankan Desertasinya untuk  Gelar Doktor
Kota Surabaya, Bhirawa
Dengan menggunakan jas hitam dipadu dengan celana hitam, anggota DPRD Jatim Kuswanto, Kamis (20/2) pagi kemarin terlihat sedikit tegang. Maklum pria yang juga Ketua Hanura Jatim sedang mempertahankan desertasinya untuk meraih gelar doktor di Fakultas Hukum Unair Surabaya.
Berhadapan dengan sembilan penguji, yang terdiri dari Prof Dr Muchammad Zaidun SH, MSi (Ketua), Prof Dr Gusti Ngurah Wairocana SH, MH, Prof Dr Eman SH, MS, Prof Dr Agus Yudha Hernoko SH, MS, dan Prof Dr Nur Basuki Minarno SH, MHum benar-benar menjadi pengalaman baru bagi Kuswanto.
Maklum sebagai wakil rakyat, sehari-hari dirinya selalu berhadapan dengan masyarakat atau  SKPD di lingkup Pemprov Jatim untuk melakukan ‘interogasi’. Tapi suasana beda kemarin, dia gantian yang diinterogasi oleh tim penguji.
Dia harus mati-matian mempertahan desertasinya agar lolos untuk mendapat gelar doktor di bidang hukum.
Apalagi dari sembilan penguji, ada dua orang yang dikenal penguji killer. Bahkan saat menjawab pertanyaan dari salah satu penguji, Kuswanto sempat dituding makar dari Pancasila dan UUD 45. Namun hal itu ditolak oleh ayah dua putera ini, karena apa yang ditulisnya sesuai dengan kondisi di lapangan. ”Bukan kami makar. Tapi inilah yang terjadi di negara Indonesia,”ujarnya.
Pria yang juga anggota Komisi E DPRD Jatim inipun mencoba menjelaskan desertasinya tentang  sistem presidensial yang dianut Indonesia. Dari kacamatanya model seperti ini sangat lemah. Sebab presiden diusung oleh koalisi dari beberapa partai politik. Dalam koalisi semacam itu, akan terjadi tawar menawar politik antar presiden dan partai koalisinya. Itu terlihat jelas dalam penyusunan kabinet. Di mana menteri-menteri banyak yang berasal dari partai koalisi pendukung presiden.
Komposisi kabinet semacam itu dinilainya membuat posisi presiden lemah. Karena menteri yang notabene pembantu presiden tidak hanya loyal terhadap presiden, melainkan juga kepada partai politiknya. “Ini yang membuat kebijakan pemerintah seringkali tak menguntungkan rakyat,” kata Kuswanto yang menggandeng Prof Dr Tatiek Sri Djatmiati SH, MS sebagai promotor dan Dr Sukardi SH, MH sebagai ko promotor.
Temuan dalam disertasinya menunjukkan, Indonesia memang tidak cocok dengan sistem multi partai. Karena itu partai politik perlu disederhanakan, bahkan secara ektrem hanya butuh dua partai saja. “Penyederhanaan partai politik ini agar kinerja presiden lebih maksimal. Tidak terganggu kepentingan partai politik yang mendampingi (koalisi),” papar Kuswanto.
Penyederhanaan partai politik, kata dia, bisa dilakukan dengan menaikkan PT (Parliamentary Threshold).  Selain itu sistem pemilu diubah menjadi sistem distrik. “Undang-undang tidak memberi batasan jumlah partai politik. Tapi kita bisa melakukan penyederhanaan partai politik dengan meningkatkan PT dan penggunaan sistem distrik,” tegasnya.
Melihat keseriusan Kuswanto dalam melihat kondisi perpolitikan di Indonesia, tanpa melihat dirinya sebagai ketua partai, sembilan pengujipun akhirnya memutuskan memberikan gelar doktor dengan predikat cumlaude kepada Kuswanto. Dia dikukuhkan sebagai doktor ke-235 Fakultas Hukum Unair Surabaya.
Tentui saja keputusan penguji yang memberikan predikat cumlaude, membuat Kuswanto kaget. Matanya  berkaca-kaca , terharu. ”Jujur saya tidak menyangka. Saya hanya berpikir bagaimana berupaya meningkatkan kualitas diri. Sebagai politisi, mutlak bagi saya untuk menambah ilmu pengetahuan.”ujarnya.
Dalam sambutannya, Prof Dr Tatiek Sri Djatmiati SH, MS yang bertindak sebagai promotor mengatakan penyederhanaan partai politik tak sepenuhnya akan terwujud. Pasalnya Undang-undang dan regulasi yang ada memiliki jiwa yang berbeda sehingga hasilnya tidak sama. “Harapan kami, temuan ini dapat membantu menyelesaikan persoalan yuridis yang ada. Semoga temuan saudara Kuswanto berguna tidak hanya bagi institusi, tapi juga bagi bangsa dan negara,” ucapnya.
Terpisah, Ketua DPP Partai Hanura Yudi Chrisnadi mengatakan hanya sekitar 4% penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi. Dari jumlah tersebut, yang berhasil meraih gelar doktor masih di bawah 1%. “Yang bergelar doktor di Indonesia masih sekitar nol koma nol sekian, sangat sedikit,” ujarnya.
Yudi berharap, gelar doktor yang disandang Kuswanto dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa. Partai Hanura sangat mengapresiasi kader yang terus berupaya meningkatkan kualitasnya melalui jenjang akademis.
Selain Yudi Chrisnadi, ujian doktoral juga dihadiri oleh sejumlah pengurus DPD Hanura Jatim dan caleg. Selain itu hadir kolega Kuswanto di DPRD Jatim seperti Wakil Ketua DPRD Jatim Soenarjo, Ketua Fraksi Partai Demokrat Achmad Iskandar, Ketua Fraksi Partai Gerindra Tjutjuk Sunaryo, anggota Komisi B Fredy Poernomo, anggota Komisi C Basuki Babusalam, dan Sekretaris DPRD Jatim Sukardo. [cty]

Tags: