Rakit Penyeberangan Nekat Angkut Mobil

Rakit penyeberangan Sungai Brantas tidak hanya mengangkut motor atau manusia saja, tetapi mobilpun juga diangkut.(ristika/bhirawa)

Rakit penyeberangan Sungai Brantas tidak hanya mengangkut motor atau manusia saja, tetapi mobilpun juga diangkut.(ristika/bhirawa)

(Dampak Kemacetan Arus Mudik)
Nganjuk, Bhirawa.
Bukan jalur utama saja yang dipadati dereten mobil saat arus balik tahun 2016 ini, tetapi penyeberangan tradisional juga terjadi antrian panjang kendaraan. Dengan menggunakan rakit sederhana, penyeberangan yang melintasi Sungai Brantas untuk menghubungkan wilayah Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Jombang juga terlihat padat.
Beresiko tinggi memang, rakit penyeberangan yang menghubungkan Kecamatan Jatikalen, Nganjuk dan Kecamatan Megaluh, Jombang hanya terbuat dari deretan kayu dengan lantai anyaman bambu. Sarana angkutan air tradisional itu mengangkut pemudik yang balik ke tempat asalnya.
Tidak hanya orang atau sepeda motor saja yang diseberangkan dengan rakit kayu tersebut, namun deretan mobil juga berada di rakit yang hanya digerakkan dengan mesin diesel tersebut. Perahu kayu bertenaga diesel itu ukurannya cukup lebar, di atasnya bisa ditumpangi tiga mobil dan 10 sepeda motor. Begitu muatan penuh, perahu tersebut langsung bergerak perlahan membelah Sungai Brantas. Dari kawasan Megaluh, perahu sederhana itu menyeberang memasuki wilayah Kecamatan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk.
Menurut Agus Hermawan, salah satu pemudik asal Jombang terpaksa mengambil resiko menyeberang dengan menggunakan rakit karena seluruh jalur yang menuju tempat asalnya di Megaluh macet parah. Untuk roda empat, dikenakan tariff  Rp 20 ribu untuk sekali menyeberang, sedangkan sepeda motor Rp 5 ribu. “Karena rakitnya cuma satu, saya sudah antri sekitar dua jam, baru dapat naik ke rakit,” ujar Agus.
Agus mengaku ada perasaan takut saat menyeberang, tetapi kalau memilih jalur yang ada harus memutar sekitar 25 kilometer. Dengan demikian, Agus Hermawan dan keluarganya dapat menghemat waktu sekitar dua jam. “Kalau lewat penyeberangan sini, kita bisa menghindari titik macet di Simpang Mengkreng. Selain itu Kalau menempuh jalur propinsi atau jalur alternative dengan kemacetan yang seperti saat ini, waktu tempuh saya menuju rumah bisa dua jam lebih cepat,” papar Agus Hermawan.
Sementara itu anggota Polres Nganjuk ternyata juga melaksanakan patroli memantau arus lalu lintas dan cegah gangguan kriminalitas di sejumlah jalur alternativ. Kanit patroli, Iptu Suwono mengaku bahwa jalur alternative justru paling rawan tindak kriminalitas dan kecelakaan.
Pasalnya selain jalannya sempit, saat malam kondisi jalan sangat gelap dan jauh dari perkampungan warga. “Patroli jalur alternative selain membantu mengatur lalu lintas juga memberikan himbauan agar pemudik menjaga jarak aman dengan kendaraan yang lain, mengingat jalur alternatif  tidak ada rambu-rambu lalu lintas,” kata Iptu Suwono.
Seperti yang dilakukan Iptu Suwono di jalur alternatif kawasan hutan mintil selama operasi Ramadniya Semeru 2016. Mengingat jalur alternatif tersebut melewati tengah hutan dan hamparan sawah. Dalam rangka memberikan pelayanan yang maksimal berupa keamanan bebas dari kejahatan jalanan kepada para pemudik yang melintas baik pada saat arus mudik maupun arus balik seperti saat ini. [ris]

Tags: