Rakyat Waras, Eling Lan Waspodo

Agus SamiadjiOleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior Anggota PWI Jatim

Beruntunglah negeri ini memiliki rakyat sabar dan rakyat yang waras. Kalau diungkapkan dengan kata hiperbolis, rakyat yang waras dan sabar adalah satu-satunya keberuntungan bagi negara kita. Bayangkan negara kita adalah negara besar penduduknya mencapai 240 juta orang, merupakan kekuatan sumberdaya manusia bisa mendukung pembangunan segala bidang untuk kemakmuran rakyat.
Kita mempunyai sumber daya alam tambang emas, tambang uranium, batu bara, tembaga serta kekayaan laut bagaikan untaian jamrud yang melilit di negara kita. Bahkan ada sebutan lirik nyanyian “Tanah Surga” yang dipopulerkan oleh Koes Plus pada tahun 70an menggema di seluruh penjuru tanah air.
Dalam bait lagunya antara lain bukan lautan tapi kolam susu, dengan tongkang dan jala bisa menghidupimu, tiada topan, tiada badai ikan dan udang menghampirimu. Namun sayang “tanah surga” belum semua rakyat menikmati. Kekuasaan silih berganti, dan visi dan misi yang semuanya untuk kesejahteraan rakyat. Namun sayang semuanya itu hanya mimpi, nasib rakyat masih tetap kekal menderita. Kekayaan alam, sumber daya alam yang melimpah belum semuanya dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyatnya, sebagian sudah dikuasai oleh negara lain.
Padahal kita mempunyai banyak SDM yang andal, para profesor, dokter, insinyur, para ahli dan pakar segala bidang ilmu pengetahuan, mengapa tidak bisa mengelola kekayaan alam. Karena pemerintah, wakil rakyat serta elit politik belum menjalankan dengan sepenuhnya dasar negara Pancasila dan UUD 1945 dalam pembangunan. Pancasila hanya disampaikan pada suatu upacara dan merayakan lahirnya Pancasila saja, tetapi tidak dijalankan dengan pelaksanaan pembangunan.
Franz Magnis Suseno Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara menyatakan bahwa pidato Soekarno, Proklamator pada 1 Juni 1945 di depan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah pidato penting dalam abad ke 20. Bukan hanya pidatonya cemerlang, juga meletakkan dasar persatuan bagi Indonesia meskipun dengan segala macam pengalaman gelap, kegagalan, merupakan salah sat kisah keberhasilan diantara negara-negara dunia dalam 70 tahun terakhir. Bayangkan akibat global, banyak negara di dunia kacau. Namun Indonesia tetap tegar dan mantap. Karena itu, sudah sepatutnya bahwa pidato historis yang disampaikan oleh Bung Karno itu diingatkan kembali dengan direnungkan. Yakni kebangsaan Indonesia terwujud dengan perasaan kebersamaan yang lahir dari pengalaman sejarah bersama. Kebangsaan Indonesia bukan kebangsaan alami, seperti kebangsaan Korea atau Jerman yang berdasarkan kesatuan etnik dan bahasa. Kebangsaan alami semacam Korea dan Jerman rawan menjadi syovinistik dan agresif. Kebangsaan Indonesia merupakan kebangsaan etis, artinya perasaan kebersamaan berdasarkan cita-cita etis luhur yang dimiliki bersama. Pengalaman bersama akan ketertindasan dan keterhinaan karena keadaan terjajah melahirkan solidaritas bangsa melampaui perbedaan etnis, suku dan agama. Kesadaran kebersamaan semakin menguat dalam perjuangan bersama untuk mencapai kemerdekaan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Eling dan Waspodo
Waras adalah ungkapan dalam bahasa Jawa, tidak saja bermakna sehat tetapi juga tetap dijaga kesadarannya ketika situasi dan kondisi sudah terjangkiti kegilaan. Rakyat yang waras adalah rakyat yang masih mempertahankan kesadaran hidup dan kewaspadaan daya pikirnya. Menurut ungkapan pujangga Ronggowarsito yang waras ialah mereka yang tetap eling lan waspada.
Sementara itu, penyair Dramawan WS. Rendra menyebut kewarasan itu sebagai daya hidup rakyat yang tetap menjaga akal sehat. Rakyat waras itulah merupakan benteng terakhir yang masih membuat bangsa kita ini tidak terseret dalam kancah kerusuhan berkepanjangan seperti terjadi di banyak negara, pada akhir-akhir ini terjadi di Timur Tengah adanya rakyat yang sehat mengindikasikan tingkat kewaspadaan dalam bernegara. Selain rakyat yang waras, rakyat Indonesia adalah merupakan rakyat yang sabar. Beruntung sekali negara Indonesia mempunyai watak yang sabar, walaupun negara kurang melaksanakan dasar negara Pancasila dan UUD 1945, tetapi keadaan tetap kondusif dan tidak terjadi gejolak.
Kendala yang masih dihadapi oleh bangsa kita adalah sulitnya mencari pekerjaan, sehingga banyak terjadi pengangguran. Setiap tahun menjelang bulan ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, selalu terjadi gejolak harga pangan. Namun, rakyat kita selalu menerima dan sabar menghadapi segala tantangan. Tidak saja masalah pangan, juga masalah pendidikan masih kurangnya gedung sekolah mulai dari TK, SD, SMP dan SMA/SMK sampai perguruan tinggi. Bahkan ada sekolah yang rusak dan roboh di beberapa daerah, rakyat masih sabar. Pembangunan infrastruktur kurang merata, masih banyak jalan yang rusak dan sempit terjadi di daerah luar pulau Jawa, namun rakyat masih tetap sabar.
Presiden Jokowi mulai tahun 2015, meminta pembangunan infrastruktur akan ditingkatkan menjadi ke daerah di seluruh Indonesia. Dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, makan akan melancarkan perekonomian di daerah, khususnya penghasil pertanian dan ke obyek wisata. Selain itu, merasakan mudik massal rakyat ke berbagai daerah perlu diantisipasi oleh pemerintah. Menurut Kementerian Perhubungan rakyat yang mudik dalam menyambut hari raya Idul Fitri tahun 2015 diperkirakan mencapai 28 juta orang dari berbagai daerah. Dari pengalaman bertahun-tahun arus mudik maupun arus balik dari Jakarta ke Surabaya lewat pantura adalah paling padat. Kementerian Perhubungan menambah trayek penerbangan, angkutan kereta api, angkutan melalui laut menambah jumlah kapal dan angkutan kendaraan bus rata-rata 20%.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan Organda Jatim, PT. Kereta Api memberi bantuan tiket gratis kepada rakyat Jawa Timur. Pemberian tiket gratis bertujuan untuk membantu kepada rakyat Jatim mudik merayakan lebaran di daerahnya. Alangkah baiknya, apa yang dilakukan oleh Pemerintah Jatim tersebut juga dilaksanakan oleh Pemprov. DKI yang APBDnya besar serta diikuti oleh pemerintah Provinsi di seluruh Indonesia.

                                                                                                                   ———– *** ———-

Rate this article!
Tags: